“The Blue Ocean...” Lala menepuk mini dress hitam yang melekat erat pada tubuhnya.
“Kau terdengar meremehkan,” Pemuda disampingnya menyesap rokok pada himpitan jarinya. “Diluar tampak biasa tapi tidak sembarang orang bisa masuk.” Yoongi kini membuang rokok itu sembarang dan merogoh sakunya, menyodorkan cincin dengan detail rantai berpadu dengan safir berwarna biru.
“Kau membelinya dari pasar gelap barang-barang aneh?”
Sudut bibir Yoongi tertarik sekilas menanggapi sederet lelucon yang menyapa telinganya. “Tidak, aku mencurinya dari jari manis seorang pengantin.”
“Wah, apa kau juga membawa kabur calon istri seseorang?” Lala tergoda untuk meloloskan tawa meski kemudian menelan begitu saja kala sorot mata Yoongi menebar atmosfir lain.
“Aku harap, aku bisa mempertahankan semua ini layaknya lelucon, seperti apa yang pikiranmu rangkai sekarang. Tetapi,benda ini sebenarnya adalah...” Yoongi menjeda, “Ini milik seorang gadis yang meninggal didekat tempat Kris meninggal.”
“Tunggu,” Netra Lala menyorot Yoongi tajam, “Jadi, gadis ini yang—”
“Tak ada yang tahu, semuanya masih sangat buram. Gambaran yang terlihat dilokasi saat itu memang seperti gadis itu menyerang Kris tetapi karena sama-sama terluka parah Ia juga tak bertahan lama. Dikantong bajunya, Namjoon menemukan cincin ini.”
Sang gadis kini mengalihkan pandangan dengan tangan terkepal kuat pada masing-masing sisi tubuhnya, “Dan cincin itu adalah satu-satunya akses bagi seseorang untuk masuk ke tempat ini, apa aku salah?”
Pemuda bermarga Min itu tak langsung menjawab. Ia seakan membiarkan keheningan membekukan pikiran yang kian diselimuti emosi. Hingga hentakan suara high heels pada aspal sudut gang gelap itu terdengar, Lala mendekat kearahnya. “Lalu berikan benda itu sekarang, ini sudah sangat jelas bagiku.”
Netra kelabu Yoongi kini menyorotnya, “Apa kau sadar apa yang akan kau hadapi?”
“Aku sangat sadar, Min Yoongi.”
Yoongi tak bergeming. Ia masih menggenggam cincin itu erat.
“Kenapa kau tak segera memberikan—”
“Kau bisa saja langsung bertemu Kris ketika kau memasuki tempat itu, apa kau mengerti?”
“Jika kau begitu takut menghadapi kematian maka kau seharusnya tak ikut campur juga menghubungi dan mengancamku kemarin. Sudah terlambat untuk mundur.” Lala menarik seringaian tipis, “Terima kasih sudah mengkhawatirkanku.”
“Cih,” Yoongi menjilat bibirnya. “Aku hanya mengingatkanmu untuk tidak bertindak bodoh. Kenali situasi, jangan menuruti emosi begitu saja.” Ia menyodorkan cincin itu.
“Kau bisa cerewet juga ternyata,”
Lala memakai cincin itu pada jarinya, segera memutar langkah sebelum Yoongi kembali membuka suara. “Aku harap kau juga telah mengambil tindakan untuk Si Jeon itu.”
Langkah sang gadis stagnan ditempat, Yoongi melanjutkan tegas. “Kau tahu, resiko dari misi ini bisa merambat kepada siapapun. Hubungan bisa mempermudah proses menundukkan seseorang, aku harap kau mengingat itu. Kau tak ingin orang lain menjadi korban’kan?”
Lala mengigit bibir bawahnya ragu. Mengingat apa yang telah dipilihnya atas hubungannya dengan Jungkook. Sekilas menarik napas panjang, Ia berujar. “Aku mengerti.”
♧♧♧
Sang gadis menyesap red wine itu pelan. Netranya memutar pelan, membaca situasi sekeliling. Yoongi benar. Tempat ini bukanlah tempat biasa, Ia dapat mengenali beberapa wajah terkemuka dengan rahasia besar yang akan memutus napas jika berusaha diungkap—bandar-bandar narkoba, perdagangan organ, penyelundupan barang-barang ilegal. Bahkan ironi-ironi dibawahnya yang serasa memuakkan juga terpangpang disana; kepala kepolisian kota, pejabat-pejabat tinggi tengah menikmati sajian bayaran untuk menutup mulut dari kenyataan dengan wanita dan alkohol.
Ah, dunia masihlah sama.
Namun, pekerjaannya disini memang bukan untuk mengungkap masalah seperti itu hingga setelah menenggak wine untuk yang kedua kali mendadak seseorang mengambil tempat duduk disampingnya.
“Mau kutemani, nona?” [♧]
KAMU SEDANG MEMBACA
Fugacious || ✔
Fanfiction[Special Short Story Project] Sosok itu menjilat bibirnya sambil mendesah panjang. "Ah, untuk apa juga aku menjelaskan begitu panjang kepadamu," Ia sejenak menengadah. Netranya berkabut tipis, kala jemarinya menggenggam pistol erat dan siap membidi...