Tak
Lala melempar kedua high heelsnya itu sembarang. Meraup oksigen dengan dengan rakus sambil bersandar pada tembok, setelah berlari dengan kalap sepanjang bermeter-meter. “Kau...sungguh gila!” Gadis itu setengah berteriak.
Namun, pemuda disampingnya tak bergeming, membuat emosinya kian meledak-ledak. “Katakan. Aku butuh penjelasan kenapa kau menerobos masuk? Kenapa kau—Yoongi!”
Kedua lutut pemuda itu membentur aspal dingin pada celah gang sempit itu. Tubuhnya hendak ambruk. “Yoon, kau—“
“Diamlah, kenapa berisik sekali.” Dalam keremangan Ia dapat melihat netra kelabu pemuda itu menukik sayu kearahnya. “Cepat pergi.”
“Sialan, jangan berlagak kuat. Aku tahu kau tertembak.” Lala menekan dua belah bibirnya kuat, berusaha mempertahankan nada suara meski berakhir tak sesuai harapan. Suaranya tanpa sadar bergetar, mengingat bagaimana pemuda itu melindunginya tadi. Si tembok berjalan ini sesungguhnya begitu peduli, tetapi seakan tak ada seorangpun yang Ia anggap pantas untuk mengetahui kepeduliannya secara terang-terangan.
“Kau harus bersembunyi, bodoh.” Pemuda bermarga Min itu berujar disela napasnya yang masih tertarik tak beraturan. Tangannya menekan bagian samping perutnya, tempat luka terbuka dan peluru bersarang, merembeskan darah pada kaos keabuan dibalut jaket kulit yang dikenakannya. Bahkan dalam keremangan cahaya gang kotor itu, Lala dapat melihat pantulan kilauan darah pada tangan pucat Yoongi.
“Tidak tanpamu.”
“Ah, sial.” Yoongi mendecih pelan kala Ia telah kehabisan kata-kata untuk membujuk gadis disampingnya. “Dasar keras kepala.” Ia melanjutkan tipis bernada pedas.
Gadis disampingnya sekilas tersenyum kecut. “Kau lebih keras kepala.” Diantara rasa sakit yang menyegat disekujur tubuhnya akibat terjatuh diatas mobil tadi, Ia perlahan memapah Yoongi untuk bersandar pada tembok sebagai satu-satunya pilihan yang tersisa untuk bertahan. Lelaki itu berakhir menurut, menyadari mengutarakan penolakan atau bujukan lainnya hanya membuang energinya percuma.
“Kita harus menghubungi Nam—“
“Hentikan.” Yoongi menahan pergerakan tangan sang gadis. “Jangan menghubunginya dulu. Ini masih berbahaya.”
“Kau bahkan sudah kesulitan bernapas, kau mau ma—“
“Dengarkan aku,” Yoongi menukas. “Lee Gikwang, dia pemilik The Blue Ocean. Dan dia memang menugaskan gadis pemilik cincin itu untuk melakukan sebuah misi.”
“Kenapa kau bisa mengetahui dengan jelas? Kalau kau bisa mengetahui tanpa perlu berinteraksi dengan orang secara langsung kenapa aku harus memasuki tempat itu?”
“Aku meretas data komputernya. Kita membutuhkan data langsung dan tak langsung. Maka dari itu berinteraksi dengannya juga diperlukan.”
“Lalu kau mendadak datang dan aku tak mendapat data apapun secara langsung.”
Yoongi menghela napas pendek, “Kau menodongkan pistol kearahnya. Itu sudah cukup menghancurkan rencana.”
“Itu hanya trik.” Lala mengelak singkat.
“Benarkah? Lalu kau ingin melanjutkan permainan diatas ranjangnya, begitu?”
Mata Lala melebar, “Hei, kau melihatnya?”
Yoongi kini mengalihkan pandangannya, menyembunyikan senyum jahilnya. Sang gadis kini menggeleng. Sangat langka fenomena lelaki disampingnya ini tersenyum. Bahkan saat momen genting seperti ini, lelaki itu malah memilih menarik kedua sudut bibir tipisnya.
Namun, sikap Yoongi seakan menenangkannya dari kerumitan. Seakan jika Ia mati hari ini, Ia akan baik-baik saja. Yah, mungkin ketenangan mendekati kegilaan yang diperlihatkan seorang Min Yoongi dibawah tekanan tengah menular kepadanya.
“Hei,” Pemuda itu mendadak berujar tipis, kala pikiran Lala masih menyusun kumpulan informasi untuk sekedar mencari titik terang tapi kini atensinya sepenuhnya tertuju kepada sang lawan bicara.
“Apa?”
“Maafkan aku atas kejadian yang menimpa Kris. Maaf, karena tidak bisa melindunginya.”
Lala sejenak terdiam, samar-samar menyelami kedua netra kelabu Yoongi. Sebelum mengalihkan pandangan begitu saja kala emosi hampir menenggelamkannya. Matanya terasa memanas. Tidak, Ia tak boleh menangis. Tidak saat ini, tak ada gunanya melakukan itu.
“Tidak perlu ada rasa bersalah seperti itu. Kejadian itu telah berlalu. Dan—dan—“ Gadis itu kehabisan kata-kata untuk bersembunyi, Ia hampir benar-benar terisak. “Sejak kapan kau begitu ekspresif seperti ini? Haha, aku tak bisa percaya kau berkata seperti tadi. Tapi, hei—kau juga melanggar aturan, kau tahu Namjoon selalu berkata—“
Deg
Mendadak kepala Yoongi bersandar pada pundaknya. Napasnya tersengal pendek, dan sedetik kemudian hembusan napas itu terhenti.
“Y-yoongi?” [♧]
KAMU SEDANG MEMBACA
Fugacious || ✔
Fanfiction[Special Short Story Project] Sosok itu menjilat bibirnya sambil mendesah panjang. "Ah, untuk apa juga aku menjelaskan begitu panjang kepadamu," Ia sejenak menengadah. Netranya berkabut tipis, kala jemarinya menggenggam pistol erat dan siap membidi...