Kedua netranya tak gentar menatap mata kelabu lelaki disebrangnya. Dengan tanpa sempat meragu sedikitpun, Lala menjawab tegas. “Aku tak bisa melakukan misi apapun, katakan padanya aku sudah menjalani hidup yang berbeda.”
Langkahnya sudah siap Ia seret untuk menjauh namun suara serak Yoongi menyeruak pelan dan membuatnya stagnan ditempat. “Kau tahu’kan, Namjoon bisa saja menembak kepala Si Jeon itu ketika Ia tahu kau berkata seperti tadi?”
Kedua kepalan tangan pada sisi tubuh Lala seketika mengepal kuat. Yoongi menyeringai tipis, “Inilah mengapa kau seharusnya tak melanggar aturan itu. Jika seseorang memiliki jalinan hubungan maka menundukkannya pun akan semakin mudah, bukan’kah begitu?”
Sang lawan bicara masih tak merespon, tetapi pemuda bermarga Min itu telah kembali menyesap wine dan menyandarkan punggungnya rileks pada sofa beludru. Perangkapnya telah berhasil bahkan tanpa perlu bersusah payah, Ia sangat tahu itu.
Jadi, persis seperti dugaan Yoongi, beberapa detik kemudian sang gadis telah berbalik dan kembali duduk disebrangnya. “Katakan dengan cepat, apa yang diinginkan Kim Namjoon dariku? Aku benar-benar ingin terbebas dari perangkapnya.”
Pemuda disebrangnya terkekeh, “Tak perlu tergesa-gesa, misi ini tak menyuruhmu untuk berlomba lari.”
“Asal kau tahu saja, aku tak punya waktu untuk bermain-main dengan orang seperti kalian. Cepatlah atau kau akan berakhir dirumah sakit setidaknya dengan beberapa peluru bersarang ditubuhmu.”
Yoongi tak bergeming, mata kelabunya selalu menatap sayu seperti biasa. “Kemampuan menggertakmu meningkat ya,”
Lala membuang muka. Percakapan dengan lelaki didepannya membuat kepalanya siap meledak. “Aku tak ingin mengulangi permintaanku lagi. Dan aku tidak sedang menggertak jadi cepat katakan.”
“Melakukannya dengan cepat tidak akan membuatmu bisa lepas begitu saja. Kau harus berhasil melakukan misinya.”
“Aku mengerti—“
“Tidak,” Yoongi menukas. “Kau belum mengerti, kau hanya ketakutan dan berusaha berlari.”
Lala menggigit bibir bawahnya ragu, sungguh Ia begitu ingin menjawab namun pada kahirnya Ia hanya membuang muka untuk kesekian kalinya.
Yoongi menjalin jemari tangannya. “Aku tahu mengapa kau berusaha terlepas dari semua ini. Hanya karena satu kejadian itu, kau ingin hidup dengan normal layaknya orang biasa. Tapi, kau lupa satu hal, tak ada hidup yang normal, tak ada hidup tanpa resiko dan kesalahan fatal yang akan menjadi penyesalan. Orang-orang hanya semakin pintar untuk berpura-pura baik-baik saja.”
“Hanya karena satu kejadian itu? Kau bilang hanya karena itu? Kau pikir hidup seseorang itu begitu tak berharga? Dia pergi karena Namjoon. Kris meninggal di hari itu karena misi yang diberikan Namjoon.”
“Banyak hal yang tak terduga terjadi didunia ini. Semua bisa saja menjadi sebuah kesalahan jika kau melihat dari sudut pandang yang salah. Kris...dia—“
“Aku duduk disini bukan untuk mendengar ocehanmu. Apalagi usahamu untuk membela Si Kim itu.”
Yoongi menghela napas pelan. “Baiklah.” Pemuda itu kini menjilat bibirnya sebelum melanjutkan. “Misi ini terbagi menjadi beberapa bagian dan kau hanya perlu melakukan persis bagianmu saja.”
“Tunggu, aku bukan orang baru diladang ini, kau tak perlu menjelaskan aturan dasar—“
“Aku hanya menekankan. Jika kau ingin terbebas maka misi ini harus berhasil. Bukan’kah begitu?”
“Tentu, tapi—“
“Detail sudah dikirim padamu. Terjemahkan, sebelum kode menghilang.”
Sang gadis tak lagi menjawab dan segera bersiap untuk menyeret tungkai menjauh, sebelum Yoongi menahan lengannya. “Satu lagi, sebaiknya menjauhlah dari Si Jeon itu.” [♧]
KAMU SEDANG MEMBACA
Fugacious || ✔
أدب الهواة[Special Short Story Project] Sosok itu menjilat bibirnya sambil mendesah panjang. "Ah, untuk apa juga aku menjelaskan begitu panjang kepadamu," Ia sejenak menengadah. Netranya berkabut tipis, kala jemarinya menggenggam pistol erat dan siap membidi...