“Kau pikir, kenapa Kim Namjoon bisa membangun bisnis agen rahasia menjadi begitu besar dan terkenal?” Pemuda itu menyusuri lekuk wajah Lala dengan jemarinya, “Karena Ia bekerja sama dengan kami. Para pebisnis barang-barang ilegal, pengedar obat-obatan terlarang. Agen-agen dibawah naungan Kim Namjoon, mereka semua, membantu peredaran semua itu, mendapat keuntungan yang begitu besar dengan terselubung. Yoongi dan Kris adalah salah satu jembatan bagi Namjoon dengan para pebisnis gelap. Mereka menjembatani Namjoon dengan bisnis yang dijalankan kakakku. Dan tentu, tak akan ada asap yang menguar kalau tidak ada seseorang yang menyulut api’kan?”
“Kau berbohong.”
Jungkook mendecih, kembali mendorong punggung Lala kearah lantai. “Kau seharusnya sangat sadar siapa yang menyulut api pertama. Jadi, si Kim itu memutus hubungan begitu saja, dan hendak mengungkapkan segalanya ke publik, berlagak seperti pahlawan yang menyelamatkan generasi dari penyalahgunaan, padahal Ia sesungguhnya hanya menemukan target kerjasama yang lebih menguntungkan baginya—bisnis gelap milik Lee Gikwang. Ia hampir berhasil. Berhasil mencari tameng untuk disalahkan dan membereskan jejak yang bersisa—Ia hampir berhasil membunuhku. Tetapi, nyatanya Ia hanya mampu memberiku luka bakar ini, dan mengirimkan Kris, untuk benar-benar menghapus eksistensiku.”
Lala bungkam, dua belah bibirnya terkatup rapat, tenggorokannya terasa begitu kering untuk meloloskan sepatah kata.
“Lalu setelah semua yang kulakukan untuk menghancurkan bisnis agennya itu—membunuh Kris dan adik Lee Gikwang secara bersamaan, menjalin kesalahpaham yang membuat kerjasama tak akan bisa dilakukan. Tetapi, manusia sialan satu itu masih memiliki sisa kecerdikan. Ia tahu, ia masih memiliki sisa boneka polos untuk dimainkan. Ia menyeretmu atas nama balas dendam akan kematian Kris. Pada akhirnya Ia masih ingin membunuhku, meskipun itu bukan melalui tangannya secara langsung. Tetapi, Kim Namjoon tidak sadar, bahwa bukan hanya dirinya yang bisa membuat scenario...aku juga, bisa bermain dengan banyak taktik.” Pemuda itu mendesah panjang, “Ah, untuk apa juga aku menjelaskan begitu panjang kepadamu,” Jungkook sejenak menengadah. Netranya berkabut tipis, kala jemarinya menggenggam pistol erat dan siap membidik kearah dada sang lawan. “Kau juga...harus mati’kan?”
Dor.
♧♧♧
“Bedebah sialan, berhentilah bersembunyi.”
Jungkook berbalik perlahan, setelah melesatkan peluru dari moncong pistol yang digenggamnya.“Rupanya scenario Kim Namjoon masih berjalan begitu baik, bahkan ketika Ia telah mati.”
“Apa yang kau katakan barusan? Jangan berkata omong kosong, waktumu tak akan lama lagi.”
“Aku juga tak ingin memperpanjang ini.”
Dor.
Jungkook melesatkan satu peluru. Pemuda bermarga Lee itu berguling menghindar. Namun, tanpa disadari setelahnya satu peluru telah bersarang didadanya. Lutut Jungkook membentur lantai. Ah ya, kenapa Ia tak menduga Si Lee akan membawa satu orang tambahan bersama dengannya? Bodoh sekali.
Pemuda itu menahan aliran darah pada dadanya, secepat kilat berusaha menghindar dari serangan selanjutnya.
Dor. Dor. Dor.
Lampu temaram yang sebelumnya menerangi telah pecah dan suara peluru mendesing memenuhi ruangan, sang pembidik berusaha mengerahkan butiran peluru itu untuk melumpuhkannya. Napas Jungkook tersengal. Dua lawan satu. Bahkan Ia telah berhasil dilukai. Pemuda itu masih bertahan diam, bersembunyi dibalik kegelapan ruangan dan sela sofa.
Hening.
Ini waktunya.
Jungkook menegakkan punggung dan membidikkan peluru kearah sang penembak tadi, memanfaatkan kelengahan sepersekian detiknya. Satu tumbang.
Si Jeon kembali berguling ke sela sofa mendengar gemerisik langkah menginjak pecahan kaca. Gikwang tengah mendekat kearahnya.
“Sudah kubilang jangan menjadi pengecut.”
Bugh
Gikwang memukulnya hingga terpelanting.
Sial, Ia salah mengira jarak musuhnya.
Dor.
Satu peluru kembali melesat, dan Jungkook tak memiliki cukup waktu untuk menghindar. Pistol dalam genggamannya terlempar jauh. Lengannya yang ditembus peluru serasa terkoyak.
“Waktumu tak akan lama lagi,” Pemuda bermarga Lee itu menarik jaketnya hingga tubuh Jungkook setengah terangkat. Moncong pistol telah dibidikkan tepat dikepalanya. “Nikmati hirupan napasmu yang terakhir—”
Dor.
Pistol yang hendak membidiknya terlepas. Tubuh Lee Gikwang ambruk disebelahnya juga darah yang segera mewarnai lantai merembes dari kepalanya pria itu.
Jungkook terdiam bisu, menyaksikan sosok yang baru saja melesatkan peluru, berdiri dengan puluhan irisan memerah kecil, bekas tancapan pecahan kaca.Sekali lagi, pistol lainnya kini membidik kepalanya, “Katakan, apa aku harus membunuhmu?”
[End]
KAMU SEDANG MEMBACA
Fugacious || ✔
Fanfiction[Special Short Story Project] Sosok itu menjilat bibirnya sambil mendesah panjang. "Ah, untuk apa juga aku menjelaskan begitu panjang kepadamu," Ia sejenak menengadah. Netranya berkabut tipis, kala jemarinya menggenggam pistol erat dan siap membidi...