[Special Short Story Project]
Sosok itu menjilat bibirnya sambil mendesah panjang. "Ah, untuk apa juga aku menjelaskan begitu panjang kepadamu," Ia sejenak menengadah. Netranya berkabut tipis, kala jemarinya menggenggam pistol erat dan siap membidi...
Lala menarik tipis sudut bibirnya. “Kurasa tidak perlu.”
“Sungguh? Aku tak yakin.” Lelaki itu tersenyum sekilas. “Terutama ketika aku melihat cincin dijarimu itu.”
Sang gadis mengernyit, tersulut keingintahuan sekaligus kewaspadaan yang meningkat. “Apa maksudmu?”
“Kurasa disini bukan tempat yang bagus untuk mendiskusikannya.” Pemuda itu dengan cepat beranjak, mau tak mau membuat Lala harus mengikuti langkahnya, membawanya pada sebuah ruangan dengan beberapa bagian dinding terbuat dari kaca. “Sudah lama menjadi anggota klub?” Sosok pemuda itu kembali muncul dari sudut ruangan dengan sebotol wine pada genggaman tangannya.
“Menurutmu?” Lala hampir mengumpat atas jawabannya yang terlontar dari bibirnya begitu saja. Sungguh, jawaban apa yang sebenarnya diinginkan laki-laki ini? Ia tak bisa menebaknya.
Namun, diluar dugaan lelaki itu kembali tersenyum. “Begitu ya, menarik sekali.” Ia menaruh botol wine tersebut pada meja. “Hanya bermain-main disini. Lalu...apa kau mau bermain denganku?”
Lala terdiam sejenak berusaha mencerna keadaan. Dia bukan pria biasa. Dia sedang berusaha mengorek informasi dan memasang jebakan. Ia tak boleh terpancing.
Lala mencoba merangkai kata untuk menjawab tetapi belum sempat itu terjadi, sang lelaki telah mengambil langkah mendekat dengan cepat. “Aku sedang ingin menikmati tubuh seseorang. Jadi, jika kau seperti wanita yang kupikirkan, nikmatilah. Hidupmu juga tidak akan terhenti sampai disini.”
Lelaki itu kini menarik pinggangnya mendekat.
Sial, Ia terjebak.
“Quick sex,” Lelaki itu berujar tipis ditelinganya. Sebelum bibirnya telah dibungkam dengan ciuman menuntut. Tangan lelaki itu menekan pinggul dan menyentuh pahanya dengan sensual. Segera mempersempit akses bergerak dengan menghimpit sang gadis pada tembok dengan tubuh atletisnya.
Dadanya telah meronta untuk meraup oksigen tetapi lumatan bibir lelaki itu masih membungkamnya. Hingga ketika lelaki itu hendak menyingkap dress yang dikenakannya, sang gadis memilih menyulut api besar dengan mendorong lelaki tersebut dan menodongkan pistol tepat kearahnya.
Lelaki itu mengusap bibir berisinya dengan ibu jari. “Ternyata kau bukan wanita seperti itu,” Ia menyeringai tipis. “Ternyata aku memang salah menduga. Tapi...itu juga berarti, hidupmu akan berakhir malam ini.” Tanpa diduga, secepat kilat lelaki itu merogoh saku dan melepar dua pisau lipat sekaligus kearahnya.
“Akh,” Lala meringis. Salah satu pisau berhasil mengiris tipis lengannya saat Ia berusaha menghindar.
“Keberuntungan masih bersamamu. Tapi tidak setelah ini.” Lelaki itu kini segera mengeluarkan senjata lain.
Dor
“Lee Gikwang.”
Lelaki bermarga Lee itu segera berguling untuk menghindari tembakan sebelum kembali berdiri dan menyorot netra seseorang yang baru saja memanggilnya. “Ada lebih banyak orang rupanya. Sungguh pengecut,”
Yoongi segera mengambil langkah dan berdiri didepan Lala.
“Apa yang kau lakukan?” Sang gadis berbisik geram tetapi pemuda didepannya tak bergeming.
Gikwang mengambil langkah mendekat sambil menjilat bibirnya yang mengering. “Keberanianmu besar juga dengan menerobos tempat ini setelah membunuh adikku.”
Kedua netra Lala melebar. Bola matanya segera melirik cincin yang melingkar pada jarinya.
Adik? Jangan-jangan cincin ini milik—
“Kau yang pengecut dengan mengirim seorang gadis untuk membunuh seseorang sedangkan kau berlindung disini.” Yoongi berujar tajam.
Dor
Gikwang menembak botol wine tadi, kedua netranya berkilat. “Diam kau bedebah. Ocehanmu akan segera berakhir.”
Pemuda didepannya tak main-main ketika beberapa saat kemudian muncul beberapa orang daribalik pintu dengan senjata api berlaras panjang. Napas Yoongi memburu.
Sial, Ia tak punya pilihan lain.
Dengan cepat Ia menyambar tangan Lala dan menembak salah satu dinding kaca hingga pecah sebelum terjun darisana diikuti suara lesatan peluru dari senjata sang lawan dibelakangnya.
Pemuda bermarga Lee itu kini mengangkat tangan, menghentikan tembakan-tembakan dari bawahannya ketika Ia melihat sasarannya berhasil menghilang dibalik kegelapan pada gang sempit.
“Pintar juga,” Ia menoleh kebawah, dan menemukan mobil yang tepat terparkir disana sebagai tempat sang lawan menjatuhkan diri. “Tapi, masih tak cukup cerdik.” Jemarinya kini menyentuh bekas darah yang tertinggal pada pecahan kaca dinding ruangan itu. “Temukan mereka!” [♧]
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.