[NV] 9. Menjenguk Julian

226 19 4
                                    

Sepulang sekolah, aku, Anes dan Kevin pergi bersama untuk menjenguk Julian. Kami bertiga pergi menggunakan mobil Kevin. Sekitar pukul 15.00, kami tiba di rumah sakit tempat Julian dirawat inap.

“Permisi Mba, mau nanya kalau pasien atas nama Julian Steve Ananta di ruangan sebelah mana ya?” tanyaku.

“Untuk pasien tersebut, ada di ruang VIP room dua.”

“Makasih, Mba.”

“Sama-sama.”

Kami pun langsung menuju ke ruang rawat Julian.

“Permisi,” sapaku sambil membuka pintu perlahan.

“Eh, ada Jovita, Kevin, dan Anes. Silakan masuk.”

“Bagaimana kabarnya Julian, Tante?” tanyaku.

“Demamnya masih tinggi, Jovita. Julian sempat mengigau menyebut-nyebut nama kamu. Oh, iya kalian bisa jaga Julian sebentar? Tante mau ke kantin dulu. Tante belum makan siang. Kalian mau apa? Biar Tante belikan.”

“Bisa, Tante. Nggak usah merepotkan, Tante. Tante makan siang dulu saja. Biar kami yang jaga Julian,” jawab Anes.

“Ya sudah, Tante permisi dulu ya!”

“Iya, Tante. Silakan,” jawab Kevin.

Tante Novi meninggalkan ruangan.

“Jo...vi…ta...,” Julian kembali mengigau. Sangat jelas sekali Julian menyebut namaku.

“Cie, cie, namanya ada yang disebut lagi nih,” goda Anes.

“Jangan-jangan Julian suka sama lu, Jov,” lanjut Kevin.

“Ah masa. Kalian jangan asal bicara. Mana mungkin Julian suka sama aku.”

“Di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin, Jov.”

“Setuju sama Anes,” respon Kevin.

“Sudah cukup. Jangan berisik, takutnya Julian kebangun gara-gara kita.”

Beberapa saat kemudian, Julian bangun.

“Jovita, kamu ada di sini?” tanyanya dengan nada lemah.

“Iya, aku ke sini bareng Anes dan Kevin. Bagaimana kondisimu sekarang? Kamu butuh apa?”

“Aku haus,” responnya sambil mencoba meraih gelas yang ada di nakas.

“Sini, aku bantu.”

Aku membantunya mengambilkan minum.

“Makasih, Jov.”

“Kamu sudah makan belum?” tanyaku lagi.

“Belum, tidak enak makanannya.”

“Aku suapin ya! Biar kamu cepat sembuh.”

 Aku mengambil makanan Julian dan menyodorkan sendok ke mulut Julian.

“Nih, buburnya di makan biar cepat sembuh.”

“Aduh, romantis banget Jovita. Gue jadi kebelet. Butuh ke toilet. Jul, boleh numpang ke toilet di ruangan lu?”

“Boleh, silakan saja.”

“Kalau aku mau ke kantin dulu ya! Mau beli minum, minumanku habis.”

Anes meninggalkan ruangan. Dasar, kalian. Pasti kalian sengaja meninggalkan kami berdua. Aku kembali fokus dengan Julian. Menyuapinya bubur yang sudah disediakan rumah sakit.

“Bagaimana, buburnya enak?”

“Enak, kan kamu yang suapin.”

“Ah, kamu mah becanda saja,” jawabku sambil sedikit tertawa.

Tiba-tiba suster datang, “Permisi, Nak Julian. Bagaimana makanannya sudah habis?”

“Belum nih, Sus. Ini lagi makan.”

“Saya cek dulu ya, suhu badannya. Demamnya sudah mulai turun. Pasti ini karena disuapin pacarnya.”

“Iya, Sus. Manjur banget.”

Suster tersebut tersenyum mendengar perkataan Julian barusan.

“Syukurlah, makannya harus sampai habis ya! Biar cepat pulih. Saya permisi dulu.”

“Oke, Sus.”

Setelah suster itu pergi, Julian tiba-tiba menatapku dengan serius.

“Jovita…”

“Ya, Julian?”

“Maaf, soal tadi. Aku nggak bermaksud ngaku-ngaku jadi pacar kamu. Mungkin ini karena habis demam, jadi ngelantur ke mana-mana. Kamu nggak marah ‘kan?”

It’s okay. Lanjut lagi makannya.”

“Oke. Thanks, Jovita.”

Tiba-tiba Kevin keluar dari toilet.

“Gimana kondisi lu sekarang, Jul?”

“Sudah mendingan, Kev. Sudah ke toilet-nya? Kok lama?”

“Biasa panggilan alam mendadak. Jadi harus segera dituntaskan.”

“Oh, gitu.”

Beberapa saat kemudian, Tante Novi dan Anes kembali memasuki ruangan.

“Cie, cie, lagi disuapin ya? Pasti bentar lagi sembuh nih,” goda Tante Novi.

Julian hanya tersenyum mendengar ucapan Tante Novi. Sesudah makanan Julian habis, aku, Anes dan Kevin pamit pulang.

“Tante, Julian, kami pamit pulang dulu ya!” pamitku.

“Iya nih sudah sore, kami pamit dulu ya, Tante! Mau ngerjain tugas,” tambah Anes.

“Cepat sembuh ya, bro. Gue pamit pulang dulu,” pamit Kevin.

“Makasih semuanya sudah jenguk aku. Hati-hati di jalan!” jawab Julian masih sedikit lemas.

“Makasih juga tadi sudah menemani Julian.”

“Sama-sama, Tante,” jawabku.

Kami bertiga pun pamit dan meninggalkan rumah sakit.

Bersambung...
©2023 WillsonEP

Julian & JovitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang