Setelah mengantar Jovita pulang, aku langsung pulang ke rumah karena hari ini aku sudah ada janji dengan Opa Ananta untuk menghabiskan waktu seharian.
“Akhirnya cucu Opa pulang juga. Jadi ‘kan kita jalan-jalan?”
“Jadi dong, Opa. Sebentar Julian mandi dulu, terus kita berangkat.”
“Oke, Opa tunggu.”
Selesai mandi dan bersiap, aku segera menghampiri opa yang menunggu di ruang keluarga.
“Sudah selesai, Julian? Cepat sekali. Kita berangkat sekarang?”
“Sudah, Opa. Kita berangkat sekarang. Aku sudah siapkan kunci mobilnya. Kita ke mobil.”
“Oke deh.”
Aku dan Opa segera menaiki mobil. Kulajukan mobilku dengan kecepatan rendah, meninggalkan rumah.
“Kita sekarang mau ke mana, Opa?”
“Kita keliling Kota Bandung sajanya, Julian. Opa kangen suasana Kota Bandung. Dulu Opa ketemu Oma Ratna di sini. Waktu itu Opa sedang mengurus perizinan Ananta Hotel cabang Bandung. Opa kangen sama Omamu, Julian.”
“Oke, Opa. Julian paham kalau Opa kangen sama Oma Ratna. Apa kita mau ke makamnya sekarang?”
“Boleh, Julian. Antar Opa ke makam Omamu.”
“Oke, Opa. Opa yang sabar ya!”
Aku melajukan mobilku menuju pemakaman tempat Oma Ratna dimakamkan. Sedikit cerita, Oma meninggal sewaktu SMP, tepatnya pada tahun 2015. Satu jam perjalanan, kami tiba di tempat pemakaman.
“Hari ini Omamu berulang tahun Julian. Kalau dia masih hidup, umurnya 67 tahun.”
“Ya, Julian ingat, Opa. Sekarang kita ke makamnya ya? Kita doakan semoga Oma diterima di sisi Tuhan.”
“Amin, Julian. Kapan ya Opa nyusul? Opa pengen ketemu Omamu.”
“Opa jangan ngomong seperti itu. Kita turun sekarang ya?”
Kami turun dari mobil, kemudian membeli beberapa bungkus bunga untuk ditaburkan di makam Oma Ratna.
“Hai, Ratna. Aku datang lagi. Selamat ulang tahun ya! Maaf, aku belum bisa disisimu sekarang. Tuhan masih memberiku umur. Kamu apa kabar di sana?”
Aku hanya bisa diam menyaksikan Opa yang sedang bersedih di makam sang istri.
“Aku datang bersama Julian, Ratna. Sekarang dia sudah SMA loh. Cucu kita makin tampan.”
“Opa, sekarang kita tabur bunganya ya? Biarkan Oma tenang di sana. Oma sudah nggak sakit lagi.”
“Kamu benar, Julian. Opa nggak boleh sedih.”
Kami mulai menaburkan beberapa helai bunga tepat di atas makam Oma Ratna. Setelahnya kami kembali ke mobil.
“Oh, iya, Jul, kalau Opa meninggal nanti, tolong makamkan Opa di sebelah Oma Ratna ya!”
“Kenapa Opa berbicara seperti itu? Opa tega ninggalin Julian?”
“Hmm… bukan begitu Julian. Bukannya setiap manusia akan meninggal? Termasuk Opa, jadi Opa hanya ingin menyampaikan apa yang Opa mau. Oh, iya bagaimana sekolahmu?”
“Lancar-lancar saja, Opa.”
“Puji Tuhan. Opa bangga sama kamu, Julian. Masih juara ‘kan?”
“Masih, Opa.”
“Kalau calon cucu mantu buat Opa sudah ada?”
“Cucu mantu? Maksudnya?”
“Ya pacar, Julian. Sudah punya?”
“Belum. Julian masih mencari waktu yang tepat.”
“Wah, jadi calon pacarnya sudah ada. Cantik nggak? Orangnya bagaimana? Kamu punya fotonya? Opa penasaran.”
“Hmm… ada nggak ya? Opa penasaran banget ya?”
“Iya, ada fotonya nggak? Opa pengen lihat.”
Aku meraih ponselku dan membuka sosmed Jovita, kemudian kutunjukkan foto Jovita kepada Opa.
“Hmm… cantik. Siapa namanya?”
“Jovita, Opa. Menurut Opa Julian cocok nggak sama dia?”
“Cantik, cocoklah sama kamu, tapi apa kamu yakin dia adalah pilihan yang tepat?”
“Julian sih yakin banget, Opa. Jovita adalah gadis yang tepat.”
“Kalau kamu yakin, kenapa nggak segera diresmikan?”
“Belum berani, Opa.”
“Kenapa harus takut? Apa yang kamu takuti? Takut ditolak?
Aku menggangguk.
“Iya, Opa. Aku masih ragu dia mempunyai perasaan yang sama ke Julian.”
“Oh, gitu. Ya sudah, kamu amati dulu saja gerak-geriknya. Biasa kalau seorang perempuan memberikan perhatian lebih ke seorang pria berarti dia suka atau cinta ke pria tersebut. Sekarang kita makan ya? Opa lapar.”
“Kita mau makan di mana?”
“Bebek goreng yang biasa! Opa kangen sama bebek goreng.”
“Oke, kita berangkat sekarang.”
Aku melajukan mobilku menuju restoran bebek goreng yang menjadi langganan keluarga kami. Namanya Restoran Bebek Goreng Prima Rasa. Sepanjang perjalanan, Opa kembali menceritakan beberapa kisahnya dengan Oma Ratna. Aku hanya bisa terkagum-kagum mendengar kisahnya. Opa masih ingat jelas kisahnya seperti apa.
“Oh, iya Opa jadi pulang besok?”
“Jadi, Julian. Opa besok harus pulang.”
“Opa kenapa nggak tinggal di Bandung saja sih? Di sana ‘kan Opa tinggal sendiri, kenapa nggak tinggal bareng Julian, Papa, dan Mama.”
“Hmm… kalau Opa tinggal di Bandung, siapa yang urus villa dan hotel di sana? Opa harus tetap mengawasinya.”
“Iya, juga. Ya sudah, nanti aku sering-sering ke Lombok deh. Mungkin nanti ajak Jovita liburan ke sana.”
“Wah, boleh tuh ide yang bagus.”
Beberapa saat kemudian. Kami tiba di tujuan. Sesampainya di sana, kami segera memesan dua bebek goreng dan dua nasi uduk. Kondisi yang tidak begitu ramai membuat pesanan kami dihidangkan lebih cepat dibandingkan waktu aku ke sini bersama Jovita. Sehabis makan bebek goreng, kami memutuskan untuk langsung pulang.
Bersambung...
©2023 WillsonEP
Vote, comments jangan lupa :)
![](https://img.wattpad.com/cover/214777848-288-k793087.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Julian & Jovita
Teen FictionPertemuan Julian dan Jovita di koridor sekolah menumbuhkan rasa cinta di antara keduanya. Kehidupan Julian Steve Ananta, seorang yang introvert dan jarang bergaul berubah setelah mengenal cinta. ©2020-2023 WillsonEP Seluruh hak cipta dilindungi unda...