"Lo baru sembuh, nggak boleh ikut!" Reynald bersikeras melarang Rena untuk ikut LDK Puncak.
Pra-LDK memang sudah selesai satu minggu yang lalu. Dan hari ini, setelah pulang sekolah, rencananya LDK Puncak akan diadakan. LDK Puncak adalah kegiatan LDK yang sebenarnya. Anggota LDK Puncak semuanya berasal dari anggota Pra-LDK yang dinyatakan lulus. Ada sepuluh orang yang tidak lulus Pra-LDK. Berarti ada sekitar 100 orang yang harusnya ikut LDK Puncak.
Pra-LDK bukan apa-apa jika dibandingkan dengan LDK Puncak. Bahkan kegiatan Pra-LDK tidak sampai sepuluh persennya dari LDK Puncak. Jadi bayangkan saja sedang ada di penjara dengan peraturan 24/7 dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Rena berdecak. Terus mengepak barangnya ke dalam ransel. Dia sudah muak membicarakan perdebatan alot ini bersama Reynald. Rena ingin ikut LDK Puncak karena dia adalah anggota OSIS. Juga, Rena punya kewajiban sebagai anggota PMR.
"Gue udah capek ya, Rey. Mending lo beresin barang lo."
"Nggak! Lo nggak boleh ikut!" Reynald masih bersikeras.
"Kenapa, sih?!" Rena berbalik, berkacak pinggang menatap Reynald kesal.
"Lo baru sembuh, Ren. Jangan maksain diri lo."
"Gue udah sembuh hampir sebulan yang lalu. Obat gue juga udah abis. Gue udah merasa segar-bugar. Jangan ngebuat gue kesel ya, Rey. Lagian, kalau gue nggak ikut, gue tahu lo juga nggak bakal ikut."
"Tapi, Ren--"
"Terserah lo." Rena mengibaskan tangan, lalu mengepak barangnya kembali tanpa peduli Reynald mau ngapain lagi.
Reynald menghela napas, menyerah. Rena kalau sudah punya keinginan, hanya kematian yang bisa menghadang jalannya.
"Iya, deh," gumam Reynald pasrah, lalu keluar dari kamar Rena. "Jangan lupa nanti berangkat bareng gue."
"Iya."
[]
Ternyata, perasaan kesal Reynald terbawa sampai kegiatan LDK Puncak.
Saat waktunya evaluasi, Reynald benar-benar menumpahkan segalanya. Bukan dengan cara mengamuk atau marah-marah tidak jelas, tapi dengan duduk diam di atas meja panitia, bersedekap, lalu menatap tajam anggota LDK Puncak satu-satu.
"Segini doang?" Akhirnya Reynald huka suara saat panitia evaluasi sudah menempatkan diri di posnya masing-masing. "Segini doang yang dateng?"
Bahkan Reynald baru mengeluarkan dua kalimat itu. Tapi ada saja cewek caper yang sudah menangis sesenggukan di belakang sana.
Reynald yang seketika melupakan skenario yang dibuat di ruang panitia dan lebih mengedepankan rasa kesalnya, memanggil cewek itu untuk maju ke depan.
"HEH! NGGAK DENGER ITU KAKAKNYA NYURUH APA?!" teriak Gege. "Punya kuping nggak sih kamu?!"
Cewek itu semakin sesenggukan saat Gege meneriakinya.
"DIJAWAB KAKAKNYA!" Charlie ikutan berseru.
"Pu-punya, Kak!" jawabnya terbata-bata.
"Denger nggak Reynald nyuruh apa!" Kembali Gege membentak.
"De-denger, Kak!" Cewek itu makin histeris.
"Ya udah lakuin! Jangan cuma iya, Kak-iya, Kak aja!"
Cewek itu berdiri dengan gemetar. Air mata bercucuran. Jalannya terlihat goyah maju ke depan.
Rena mengepalkan tangan. Rena tahu cewek itu hanya caper, tapi tetap saja rencananya bukan seperti itu. Harusnya mereka baik-baikin dulu, berterima kasih karena sudah rela datang ke LDK Puncak. Bukannya malah langsung dibentak seperti ini!
KAMU SEDANG MEMBACA
scintilla
Teen FictionScintilla (n.) a tiny, brilliant flash or spark; a small thing; a barely-visible trace [] Dari dulu, status Reynald dan Rena nggak berubah. Sahabat sehidup-semati. Tapi, meskipun cuma sahabatan, mereka tetep nggak bisa menampik setitik perasaan yang...