Bucin: budak cinta
[]
"Udah liburannya?" sindir Gege langsung saat Reynald sampai di GOR tempat opening De'Genks akan dilaksanakan.
Reynald hanya nyengir, tak terlalu menanggapi sindiran Gege dan teman-temannya yang lain. Memang, Sabtu dan Minggu kemarin dia habiskan di Bali karena kolega perusahaan keluarganya ada yang berulang tahun, meninggalkan teman-teman panitianya sendirian mengurus acara opening De'Genks yang tinggal H-1. Dan Reynald juga membawa Rena. Yah, lebih tepatnya sih, menculik.
Reynald dan orang tuanya sepakat untuk berangkat jam 4 pagi agar punya lebih banyak waktu untuk liburan. Makanya Reynald, tanpa membangunkan Rena, langsung menggendong cewek itu ke mobil, lalu ke pesawat milik keluarganya. Barang-barang yang dibutuhkan Rena sudah siap semua di cottage milik keluarga Reynald. Yah, saking seringnya ke Bali, keluarganya memutuskan untuk membangun cottage di pinggir pantai ekslusif milik orang-orang eksekutif.
"Tapi aman, kan?" tanya Reynald santai.
Gege ingin sekali mencakar wajah ketua De'Genks itu. Santai sekali cowok itu setelah membuat semua anggota panitianya ketar-ketir. Bahkan murid-murid Genina dan Pepe yang biasanya adu bacot saat bertemu, langsung akur menghujat para ketua yang kabur dari kewajiban mereka.
"Masa bodo," seloroh Gege sinis, langsung pergi meninggalkan ketua songong itu.
Di lain sisi, Rena sedang diserang oleh keluhan teman-temannya sesama panitia. Mengeluhkan sikap Reynald yang kelewat santai, padahal sudah memasuki jadwal acara. Bahkan masih sempat liburan!
Rena hanya meringis. "Reynald bukan liburan. Dia emang ada urusan. Dan gue juga diculik, seriusan deh!"
"Diculik gimana?" tanya Trisha.
"Literally diculik. Gue jam 4 pagi dibawa ke antah berantah sama Reynald. Bahkan gue belum bangun! Langsung dibawa gitu aja!"
"Aih, so sweet." Alisha, si ratu khayalan, bergumam lirih dengan mata berbinar. "Gila, beruntung banget sih lo punya Reynald."
Rena hanya mendengus. Baginya itu menyebalkan. Apalagi dia tidak membawa apa-apa. Bahkan ponsel pun tidak. Reynald memang benar-benar menyebalkan.
"Woy, marahin gue-nya ntar aja, ya. Ayo briefing dulu." Reynald mengumpulkan semua panitia di tengah GOR. Baju batiknya terpasang rapi di tubuh bidangnya. Rambutnya dibiarkan hanya rapi seadanya. ID card yang tergantung di lehernya berwarna beda sendiri, warna hitam, yang semakin memperjelas posisinya bahwa dia adalah sang kepala bagi acara ini.
Ada tiga tingkatan berdasarkan warna tali ID card. Hitam, yang menandakan bahwa orang itu adalah ketua pelaksana. Yang memakai warna hitam hanya dua orang, Reynald dan Raihan. Lalu di bawah hitam, ada putih, warna untuk BPH dan Koor, yang memegang komando kedua. Lalu, warna biru muda untuk semua panitia yang bergabung.
Raihan yang berdiri di samping Reynald tidak beda jauh penampilannya. Cowok itu malah lebih berantakan dengan hanya menggunakan sandal slip on hitam. Bahkan dua kancing teratasnya dibuka, menyembulkan kaos hitam pas badan yang dikenakannya di bawah seragam batik.
"Panas banget sih GOR ini," keluh Raihan sambil mengipas dirinya sendiri. "Mana si Raina belum dateng, lagi."
"Lah, bukannya berangkat bareng lo berdua?"
"Sekarang nggak bisa, emaknya lagi sakit. Dia harus ngurus rumah dulu. Gue juga tadinya nggak mau ke Bali gara-gara emaknya Raina sakit. Tapi ya gimana, emak power."
Reynald terkekeh. "Emak power," angguknya, menyetujui. Reynald juga tidak ingin meninggalkan teman-temannya ke Bali. Tapi ya gimana, kalau berhadapan dengan mamanya, Reynald sudah pasti langsung mati kutu.
KAMU SEDANG MEMBACA
scintilla
Teen FictionScintilla (n.) a tiny, brilliant flash or spark; a small thing; a barely-visible trace [] Dari dulu, status Reynald dan Rena nggak berubah. Sahabat sehidup-semati. Tapi, meskipun cuma sahabatan, mereka tetep nggak bisa menampik setitik perasaan yang...