Rena sedang melewati sebuah lorong untuk mencapai tangga ketika mendengar suara-suara gosip di dalam salah satu ruangan.
Biasanya Rena tidak peduli dengan gosip orang luar, tapi lain dengan kasus ini karena nama Raina dibawa-bawa.
"Iya, si Raina itu kan?" Suara pertama berbicara. "Raina Geraldiana anak IPA 2 pacarnya si Rai, kan? Tuh cewek, baru jadi pacarnya aja belagu. Gue aja waktu jadi pacarnya biasa aja."
"Iya, si nerd miskin itu, kan? Gue denger-denger dia anak beasiswa, terus kerja juga di kafe." Suara dua menyahut. Sepertinya Rena pernah mendengar suara-suara ini, tapi entah di mana. Rena tidak pernah menghafal suara orang-orang.
"Iya, iya, gue juga denger dari Cindy, dia pernah ngeliat Raina di Vlerentine. Jadi pelayan." Suara tiga menimpali. Sepertinya cuma ada tiga orang di ruangan itu.
"Ih, kok Raihan mau sih sama dia. Ibunya juga katanya cuma tukang cuci di rumah orang." Kembali suara dua berbicara.
"Jual diri kali. Servisnya enak, pengalamannya banyak. Raihan nggak mungkin lah macarin dia kalau dia nggak nguntungin buat tuh cowok."
"Iya, nambahin buat uang jajan. Lihat aja, hapenya udah ganti jadi iPhone X. Pasti weekend kemarin berjalan lancar. Ya, nggak?" Suara pertama mencemooh, disambut tawa kesenangan dari teman-temannya.
"Fiuh, dasar murahan."
Rena mengatupkan rahang rapat-rapat sampai gemelatuk giginya terdengar. Tangannya mengepal erat, kesal. Dia tidak suka mereka merendahkan Raina. Raina lebih baik dari mereka semua. Mereka yang pantas disebut murahan. Karena, apa kelebihan mereka selain wajah cantik dan tubuh mendukung? Otak mereka bahkan kosong melompong.
Rena menghela napas, mengembuskan napas. Menyugar rambut, cewek itu menggebrak pintu ruangan sampai terbanting ke tembok di belakang pintu.
Wajah-wajah ketiga cewek di ruangan itu Rena kenali sebagai anak-anak Pepe. Bahkan salah satunya menyandang status sebagai mantan pacar Raihan.
"Ups!" Rena mengangkat alisnya, mencemooh. Menatap mereka yang terkaget dengan tatapan malas. "Maaf, salah ruangan."
"Eh, lo Rena, kan? Anak Genina? Sini gabung, mau nggak? Lo ke sini sama Reynald, kan?"
Rena mengibaskan tangan. "Nggak usah repot-repot, gue udah janjian sama temen gue. Anak Pepe juga. Kalian tahu Raina?"
Mereka mengangguk dengan wajah pucat dan tegang. Rena memang dikenal sebagai sahabat Reynald. Dan Reynald dikenal semua orang sebagai pribadi yang tidak tanggung-tanggung kalau lagi marah. Semua orang takut sama dia. Tidak ada yang berani mengusik apa yang telah menjadi miliknya. Dan Rena tahu apa yang mereka pikirkan.
"Raina di mana ya, kira-kira?" tanya Rena lagi.
"Eh, kita nggak tahu. Katanya dia nggak boleh ke sini sama Raihan."
"Oh," Rena mengangguk-angguk sambil tersenyum manis. "Oh iya, lo Giselle, kan? Raihan cerita banyak tentang lo, lho." Rena menunjuk cewek di tengah sambil merapal dalam hati, semoga namanya bener, semoga namanya bener.
Dilihatnya cewek itu mengangguk dengan mata berbinar. "Iya, itu gue. Raihan cerita apa aja emang?" Phew. Untung nggak salah inget.
"Hmmm," Rena mengetuk dagunya menggunakan jari sambil memasang tampang mengingat. "Katanya, dia pernah pacaran sama lo. Lo yang nembak. Karena Raihan lagi kosong, jadinya diterima aja deh daripada nggak ada pelampiasan. Tapi lama-lama dia bosen, soalnya katanya lo kebanyakan teriaknya daripada goyangnya. Jadinya nggak enak.
KAMU SEDANG MEMBACA
scintilla
Teen FictionScintilla (n.) a tiny, brilliant flash or spark; a small thing; a barely-visible trace [] Dari dulu, status Reynald dan Rena nggak berubah. Sahabat sehidup-semati. Tapi, meskipun cuma sahabatan, mereka tetep nggak bisa menampik setitik perasaan yang...