[ t w e n t y ]

1.2K 97 2
                                    

Renasha benar-benar merawat Ravin dengan sungguh-sungguh, walaupun pencarian pangerannya harus tertunda.

Sudah lima hari, dan Ravin juga sudah baikan. Walaupun sesekali masih batuk, tapi suhu badannya tidak terlalu tinggi lagi seperti kemarin. Pria itu juga sudah bisa jalan-jalan lagi, walaupun masih tidak tahan dengan udara dingin. Saat ini saja, pria itu sedang bergelung di kasur Renasha. Renasha sendiri? Dia tidur di bawah, di kasur Ravin. Semua ini berkat ramuan herbal yang selalu Renasha buatkan tiga kali sehari.

"King? Kau tidak ingin makan dulu?" tanya Renasha sambil menggoyangkan tubuh Ravin.

Ravin hanya bergumam sambil masih menutup mata.

Renasha mengernyit. Dia menggoyangkan tubuh Ravin lagi, kali ini lebih keras. "King!"

Ravin melirik sekilas, sebelum menutup matanya lagi. Renasha berdecak. Tapi, sebelum tangannya sempat menyentuh tubuh Ravin, tubuhnya sudah limbung duluan. Jatuh tepat di atas dada bidang Ravin.

DEMI TUHAN!

"K-King," panggil Renasha gugup. Tangan Ravin melingkari pinggang Renasha, erat. Wajah Ravin ditenggelamkan ke dadanya. Dia bergelung, sambil masih tetap memeluk Renasha erat, tertidur.

DEMI TUHAN SEKALI LAGI!

Apa sih yang dipikirkan si Ravin ini? Dia bantalnya? Dia tempat bersandarnya? Dia bonekanya? Demi Tuhan, Renasha malu! Wajahnya memanas, sangat. Bahkan Renasha khawatir dia akan terserang demam saking panas wajahnya.

DASAR BANGSAWAN SIALAN!

"K-King," panggil Renasha lagi, gugup.

Ravin bergumam, "Sebentar saja, Renasha. Kumohon."

Renasha menggigit bibirnya. Dia gugup, demi Tuhan. Jantungnya berdetak liar di dalam sana. Napasnya tidak beraturan. Setiap dia mengambil napas, pasti wangi parfum Ravin yang tercium. Memenuhi rongga hidungnya. Membuatnya sesak, gugup, dan semakin memerah. Mereka dekat sekali, dan Renasha tidak suka posisi ini.

Jantungnya serasa mau pecah!

"Jangan tegang, Renasha. Rileks." Suara Ravin terdengar lagi.

RILEKS APANYA?!

"Peluk aku," kata Ravin tiba-tiba.

Renasha menelan ludah. "H-hah?"

"Peluk aku, Renasha. Aku ingin istirahat sebentar. Kumohon."

Dengan begitu, lengan Renasha melingkari leher dan kepala Ravin. Wajah pria itu masih bersembunyi di dadanya. Tak lama kemudian, terdengar dengkuran halus.

Renasha melonggarkan pelukannya. Dia agak memundurkan wajah Ravin untuk melihat pria itu. Jarinya menelusuri wajah itu. Bagaimana mata biru itu selalu memandangnya tajam, hidung mancung, alisnya yang seperti semut api berbaris, bibirnya yang sudah menciumnya entah berapa kali, dan rahangnya yang terbentuk sempurna, khas seorang bangsawan. Renasha mengelus semuanya. Menyentuhnya, menyerapi rasa kulit pria itu di permukaan kulitnya. Entah bagaimana, dia sudah merasakan perasaan berbeda sejak pertama kali mereka bertemu. Di taman istana malam itu.

Malam pesta dansa, malam di mana dia mencuri berlian itu, malam di mana mata biru itu memandangnya tajam mengintimidasi, malam di mana jantungnya berdetak kencang hanya karena tatapan seorang pria.

Malam di mana Renasha merasakan emosi itu. Senang, bahagia, hangat, nyaman, dan merasa tidak sendiri. Emosi yang sudah lama mati, emosi yang dibawa mati orang tuanya.

Emosi yang Renasha kira sudah menghilang, seiring dengan kematian orang tuanya.

Dan akhirnya, Renasha terisak. Dia berusaha menahan isakan, tidak ingin membangunkan Ravin. Mendekap kepala Ravin di dadanya, dia semakin memeluk erat pria itu. Pria yang entah bagaimana, telah mencuri semua hatinya. Membangunkan semua emosinya. Dan mendatangkan sebuah emosi baru. Emosi yang bahkan belum pernah Renasha rasakan. Emosi yang kata Renata, bernama....

Gairah.

"Bahkan aku tak mengenalmu, King."[]

when she met the highnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang