Lain Ravin, lain lagi Renasha. Kalau Ravin sedang menyiapkan diri untuk melamar Renasha, Renasha malah sedang merenung di pondoknya, tak ada niatan untuk kembali ke rumah.
Sejak Ravin pergi dua hari lalu, Renasha tidak ada semangat. Kerjaannya hanya merenung di pondok, mengingat lagi kenangannya bersama Ravin saat pria itu ada di sampingnya. Makan hanya setengah-setengah, itu juga dengan pikiran mengawang-awang. Dia tidak bisa mengenyahkan pikiran tentang Ravin dari kepalanya.
Duh, ini kepala bisa dicopot tidak, ya? Mengganggu sekali rasanya.
"Hei, Renasha!" Suara dari bawah terdengar. Renasha mendesah, melongok ke bawah, menatap mata yang sama persis dengan dirinya itu.
"Mana makanan? Aku lapar! Tidak usah tinggal di sini kalau kau tidak mengerjakan tugasmu dengan semestinya!"
"Lalu kau apa? Kerjaanmu kan hanya makan, tidur, nyuruh-nyuruh saja, selebihnya? Ke kelab malam. Apa bedanya kau dengan sampah?"
Renata terlihat terkejut, tapi selanjutnya dia tersenyum miring, lantas terbahak. Menggeleng-geleng kepala, dia menyeringai mengejek ke arah Renasha.
"Kau patah hati akut, Kak. Tidak bisa ditolong lagi." Sambil menggeleng-geleng dan terbahak sesekali, Renata berlalu dari sana.
Renasha berbaring di lantai pondok dengan kaki menjuntai ke bawah. Bahkan dia tidak menggubris perkataan Renata yang memanggilnya 'Kak'. Dia benar-benar mengabaikan apa pun.
"Yah, sepertinya kau benar-benar patah hati?"
Renasha melirik Jimmy, sahabatnya, dengan malas.
"Ada apa kau ke sini, Jim? Aku sedang tidak ingin melakukan apa pun."
"Kau benar-benar tidak tertolong, Rena. Benar-benar hopeless," kata Jimmy sambil menggeleng-geleng. "Kau benar-benar mencintai si bangsawan itu, ya?"
Jangan heran kalau Jimmy mengetahui semuanya. Dia berhasil memaksa Renata untuk menceritakan semuanya hanya dengan uang.
Dan apa katanya tadi? Mencintai? Renasha saja tidak tahu apa itu mencintai.
Akhirnya, Renasha cuma mendesah. "Tidak tahulah, Jim. Aku benar-benar tidak fokus. Kautahu? Kerjaanku dari kemarin hanya mengingatnya, menangis, ketiduran, bangun hanya untuk mengingatnya lagi, menangis, ketiduran. Tidak ada pekerjaan lain. Aku benar-benar frustrasi."
"Pilihanmu hanya dua. Bertahan dengan keadaanmu sekarang sampai waktu yang tidak bisa ditentukan, atau mengatakan perasaanmu yang sebenarnya. Aku sarankan kau bunuh diri saja sana."
Renasha bangkit, menonjok lengan Jimmy sekuat tenaga. "Sembarangan kalau bicara! Karma does exist!"
Jimmy terkekeh. "Aku tidak suka melihatmu seperti ini, Rena. Kau terlihat seperti bukan Rena."
Renasha mengikuti Jimmy. Duduk di tepi pondok, dengan kaki menjuntai ke bawah. "Entahlah, Jim. Perasaanku yang ini ... aku tidak bisa mengendalikan ataupun menjabarkannya."
"Let it flow, Ren. Jangan kau apa-apakan perasaanmu itu. Tapi, kau juga harus segera mengambil keputusan. Tell him, or forget him."
Renasha mendesah. "Kau lebih baik diam saja, Jim. Kepalaku makin pusing mendengar nasihat tidak bermutumu itu."
Jimmy terbahak.
Renasha tidak sadar, kalau di bawah sana, seorang pria sedang menguping pembicaraannya sambil tersenyum miring.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
when she met the highness
RomanceRenasha Rowman hanyalah seorang gadis desa yang mencoba peruntungan dengan mencuri ke dalam istana yang sedang ramai karena ada pesta dansa. Sedangkan Ravin Malcolm hanyalah seorang pemuda yang mencoba peruntungan untuk bisa kabur dari suasana mono...