[ e i g h t ]

1.5K 129 0
                                    

"And, here we are. Tempat persembunyian favoritku, tempatku berkeluh kesah, tempatku bersembunyi dari dunia luar, tempatku berpikir, tempat yang menjadi segala-galanya saat orang tuaku meninggal," kata Renasha riang. Mereka berdua sampai di tepi hutan, tepatnya di bawah sebuah pohon besar di tepi hutan. Di batang pohon itu terjulur tangga kayu yang sudah dipaku agar menempel permanen. Di atas pohon itu, terlihat rumah—seperti rumah pohon.

Hanya satu kata. Wow.

Renasha mulai mengambil ancang-ancang untuk naik ketika dia melihat Ravin yang hanya memerhatikannya saja. "Ayo, kenapa? Kau tidak bisa memanjat?"

"Bisa, tentu saja bisa," Ravin berdeham. "Yah, kau duluan saja. Nanti aku menyusul."

"Kau ingin ke mana?"

"Menjagamu agar tidak jatuh."

Renasha merona, malu. Dia pura-pura mencibir, "Jangan remehkan aku, ya! Aku sudah berkali-kali memanjat pohon ini dan tidak pernah sekali pun jatuh! Huh." Lalu dia cepat-cepat menaiki tangga menuju rumah pohon.

Ravin terkekeh. Dia sebenarnya tidak benar-benar bisa memanjat. Di istana, mana diajarkan cara memanjat pohon yang benar? Di istana, memanjat pohon sama saja seperti orang tidak berpendidikan. Seperti orang utan. Tapi, melihat Renasha memanjat pohon dengan begitu anggunnya, membuat Ravin mau tak mau berpikir kalau peraturan istana itu hanya mengada-ada saja, tidak bisa bersenang-senang.

"Hey, King, ayo naik! Aku sudah sampai!" seru Renasha dari atas sana. Ravin mendongak. Baiklah. Ini akan menjadi pengalaman pertama yang menyenangkan.

Ravin memanjat dengan hati-hati, karena baru pertama kali dia memanjat seperti ini. Tapi akhirnya dia bisa sampai di atas, dengan bantuan Renasha yang menarik tangannya.

Di atas, di dalam rumah pohon, lebih wow lagi ternyata. Rumah pohon ini luas, walaupun kelihatannya kecil. Penataan barang-barang yang sesuai membuat rumah pohon ini terlihat luas dan nyaman untuk ditempati.

Di sebelah kanan, terdapat sebuah matras gulung dengan tumpukan selimut di atasnya. Di pojok kiri, ada sebuah lemari kaca kecil yang menyimpan berbagai macam makanan tahan lama. Di sebelah lemari kaca kecil, ada rak buku kecil yang menyimpan beberapa buku, tapi sepertinya buku-buku ini sudah pernah dilihat olehnya.

Yah, hanya itu saja barang-barang yang terdapat di rumah pohon Renasha. Sedikit, tapi nyaman. Apalagi dengan makanan di lemari kaca dan buku di rak. Dan matras gulung itu, sepertinya sangat nyaman untuk diduduki.

Rasanya rumah pohon ini jauh lebih nyaman ketimbang kamarnya di istana.

Yah, apa pun yang berkaitan dengan Renasha selalu bisa membuatnya nyaman.

"Rumah pohon ini kunamakan Pondok. Yah, memang sangat pasaran, tapi hanya itu yang terpikir olehku saat melihat rumah pohon ini pertama kali. Dan maaf, aku hanya punya ini saja di sini. Kuharap kau nyaman. Dan jangan sungkan untuk mengambil makanan ataupun membaca buku. Makanan itu baru aku masukkan ke sana kemarin, dan makanan itu tahan lama," jelas Renasha. "Atau kau berubah pikiran?"

"Tidak," jawab Ravin cepat-cepat. "Aku lebih suka di sini."

Renasha menghela napas. "Aku heran, King. Kenapa kau tidak mau kembali ke istana? Setidaknya, kau bisa meminta izin untuk liburan dulu. Atau, kembali bekerja dan mencari istri."

Ravin terkekeh. "Aku sudah mengajukan surat izinku kemarin lusa. Sekarang, aku hanya tinggal menikmati hari-hari liburanku saja. Dan istri? Oh, tidak. Aku tidak ingin mencari istri dalam waktu dekat ini. Aku ingin menikmati kebebasanku dulu. Lagi pula, belum ada calon yang pas di hatiku."

Renasha terkekeh. "Yah, kalau begitu, aku tinggal dulu, ya? Aku akan kembali secepatnya."

"Iya. Hati-hati, Renasha."

when she met the highnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang