7 | Minggu

462 95 13
                                    



Detak jarum jam, menemani Park Chanyeol yang tengah duduk menunduk di depan ranjang dimana Kyungsoo tertidur.

Hela nafasnya terdengar begitu lelah. Lelah menunggu Kyungsoo yang masih tak sadarkan diri, meskipun sudah satu jam berlalu.

Dokter berkata kondisi Kyungsoo tidak lah buruk, hanya pingsan karena kedinginan juga kelelahan. Ia percaya begitu saja, karena memang dirinya tidaklah mengerti perihal kondisi kesehatan manusia bagaimana.

Namun, mendekati satu jam lewat satu menit dirinya menunggu, Chanyeol kembali dibuat bertanya-tanya. Apa yang membuatnya seperti itu selain Kyungsoo. Gadis Do yang kerap hadir di sekitarnya itu, berhasil membuatnya kembali kepikiran tentang perdebatan—Chanyeol menganggapnya seperti itu—di rumah susun tempatnya tinggal.

"Apa menyendiri itu menyenangkan ?"

Tidak ! menyendiri sangat tidak menyenangkan untuknya. Tapi ditemani oleh banyak orang, yang suatu waktu meninggalkannya dan kembali sendirian, jauh lebih tidak menyenangkan. Bahkan mendekati mimpi buruk yang tak ingin ia ulangi.

"Kalau begitu ikutlah ! Kamu bertanya apa konsep manusia seperti itu, kan ? kalau kamu mau tahu jawabannya, coba ikut dengan kami. Aku yakin kamu hanya mencoba menghindar dengan menggunakan jawaban seperti itu."

Kenapa Kyungsoo begitu kekeuh mengajaknya ? kenapa gadis itu sampai rela datang ke rumah susun yang jauh berbeda dari lingkungan tempat asalnya hanya untuk mengajak dirinya pergi bersama ?

Dan lihat sekarang, berkat kekekeuhannya, Kyungsoo berakhir di ranjang rumah sakit setelah pingsan di halte bus. Chanyeol tak dapat menampik perasaan bersalah, ia akui dirinya salah, karena dirinya tidak memastikan gadis bermata bulat itu pulang, benar-benar pulang.

Jika saja ia bisa sedikit menahan emosinya, mungkin dirinya tidak perlu berada di ruangan ini, menunggu Kyungsoo sadar dan terpaksa meninggalkan pekerjaannya.

"Chanyeol ? kamu disini ?"

Seperti mendengar suara letusan petasan, Chanyeol mendongak terkejut. Namun, sepersekian detik berikutnya, wajahnya kembali berekspresi datar.

"Hhh kamu yang bawa aku kesini, yah ?" tanya si bungsu Do lagi. Ia bangkit berdiri, mencoba menahan rasa pening di kepalanya akibat sadar dari acara pingsannya.

Kyungsoo tidak meringis, ia menahan ekspresinya agar Chanyeol tidak tahu. Namun, sayangnya Chanyeol jauh lebih pintar dibanding dugaannya. Pemuda jangkung itu semakin mendekat, merengkuh bahunya lembut, lalu membantunya duduk bersandar pada kepala ranjang.

Kyungsoo masih dalam mode terkejut, meskipun Chanyeol sudah kembali duduk di kursinya. Kelopak matanya mengerjap beberapa kali, sampai akhirnya semu merah muncul di pipinya—dan tentu saja terlambat.

"Bisa kamu hubungi orangtuamu sekarang ? aku tidak bisa lama-lama disini, aku harus ... aku harus pulang dan beristirahat," ucap Chanyeol. Di akhir kalimatnya, ia berbohong. Chanyeol tidak ingin satu orangpun teman sekelasnya tahu jika dirinya adalah pekerja kasar. Tidak jika dari mulutnya langsung. Jika teman-temannya tahu dari orang lain, Chanyeol tidak peduli.

Ia tidak ingin mengemis rasa simpati.

"A—ah iya, aku akan telphone kakak-ku. Maaf ya sudah merepotkanmu," jawab Kyungsoo. "Boleh tolong ambilkan tas-ku ?" pinta Kyungsoo sesadarnya ia dimana letak tasnya.

Chanyeol mengangguk, ia mengulurkan tangannya ke bawah, kemudian mengangkat tas sekolah milik Kyungsoo ke si empunya.

"Chan, kamu sudah bisa pulang kok. Terima kasih yah sudah menolongku," ucap Kyungsoo. Ia bahkan belum mengaktifkan ponselnya, tapi sudah lebih dulu mengizinkan Chanyeol pulang.

Goodbye, YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang