02 | Canon in D

545 112 0
                                    



Halus.

Aku tersenyum mendengar lantunan melodi halus yang dimainkan pianis kecil di atas podium saat ini.

Jari-jari kecilnya, bermain dengan apik, menekan satu-satu tuts piano, mengikutin lembaran kertas yang diletakan tak jauh dari tuts piano.

Dibelakang anak itu, terdapat seorang wanita dengan paras yang cantik. Aku bahkan sempat berpikir jika ia seorang malaikat, karena parasnya yang aku akui sangat luar biasa.

Ok, mungkin aku terdengar sedikit berlebihan, ya ? hahaha.

Musik yang dimainkan, hampir saja berakhir. Aku tahu sudah sejauh mana anak itu bermain, karena dulu aku paling sering mengandalkan lagu ini di setiap tugas mata pelajaran seni musik.

Prok prok prok

Aku bertepuk tangan saat anak itu berhasil menyelesaikan lagunya. Bukan hanya aku yang tertawa, tapi beberapa orang dewasa yang ikut menonton pertunjukan anak itu.

Kami pun bangkit berdiri, tanpa menghentikan tepukan tangan kami. Kami melakukannya sebagai rasa kagum dan pujian untuk pianis kecil itu.

Hhhh

Jika melihatnya, aku jadi teringat saat-saat dulu.




***




"Yak Do Kyungsoo !"

Dari arah anak tangga, gadis muda berpakaian seragam SMA, nampak berlari dengan senyum riang. Ia berlari dari sosok yang lebih dewasa darinya, dan sosok itu justru memasang raut wajah sebal.

"Kyungsoo ! kesini kamu !"

"Eomma ! Appa ! tolong aku," teriak Kyungsoo, masih dengan acara melarikan diri dari predator di belakangnya.

Kedua orang dewasa yang duduk di meja makan, tersenyum simpul melihat aktifnya putri bungsu mereka. Namun, seulas senyum itu tak bertahan lama, karena detik berikutnya, justru raut wajah terkejut yang mereka pasang.

"Aduhh Kyungsoo, hati-hati dong," pekik ibu Kyungsoo. Wanita dewasa itu bangkit dari kursinya, bersamaan dengan sang suami, mereka berlari menuju putri mereka yang sudah tersungkur di atas lantai.

"Soo ! Kyungsoo ! kamu tidak apa-apa, kan ?" tanya sang kakak. Suaranya begitu terdengar khawatir, wajahnya pun seiras dengan nada suaranya.

Gadis yang menjadi pusat perhatian itu, terkekeh lalu menggeleng pelan. "Hehehe, maaf, kakiku terlipat tadi. Jadinya jatuh deh."

Tak lama setelahnya, Kyungsoo merintih karena mendapat jitakan halus dari sang ayah. Ia mendongak, menatap sebal sosok yang juga menatapnya sebal.

"Aish, anak ini masih saja ceroboh. Lain kali jangan lari-lari seperti itu. Lagian kalian kenapa sih sampai kejar-kejaran seperti itu ?" tanya sang kepala keluarga itu.

Kyungsoo terkekeh, kemudian melirik wajah kakaknya yang sudah menunjukan gurat wajah sebal. "Begini appa, aku tadi tidak sengaja lihat meja kakak. Eh ada surat cinta, isinya untuk—"

"Kyungsoo, diam ! aishh menyebalkan."

"Huaa appa ! tolong !"

Sang kepala keluarga yang menjadi pemimpin di rumah itu, menggeleng pelan seraya memijat pelipisnya. Seperti biasa, kedua buah hatinya meributkan hal-hal yang tidak begitu pantas untuk diributkan.

Goodbye, YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang