♡Part 9♡

36 21 2
                                    

Juna melihat kesibukkan ayahnya mempersiapkan acara. Ia kasihan melihat ayahnya itu bekerja sendirian. Meskipun ada paman dan bibinya yang membantu, tetap saja hampir semua dilakukan oleh ayahnya.

"Mandi Juna. Mau sampai kapan kau bengong disitu?"

Juna hanya menyengir saat ayahnya itu menegurnya. "Ini Juna juga mau mandi. Ayah juga cepat mandi sana, tidak mungkinkan tamu sudah datang ayah masih berpenampilan seperti itu?"

"Hahaha...," tawa ayahnya khas orangtua. "Sudahlah, kau duluan sana. Masih ada beberapa yang harus ayah kerjakan."

Beginilah hidup seorang Adit tanpa istrinya, semua dilakukan sendiri.

Juna hannya mengangguk dan mulai menaiki tangga menuju kamarnya.

○○○○


"Astaga, Joyaa? Kenapa tidur lagi?"

Wanita paruh baya ini menarik selimut yang digunakan oleh Joya hingga jatuh sebagian.

"Ini sudah mau jam 7, nanti kita terlambat ke acara Om Adit," ucap Bu Weni, mamanya Joya.

"Joya 'kan lagi sakit, jadi istirahat saja ya?." Kaki Joya mencari letak selimutnya untuk dipakai kembali.

Plaakk

"Tidak ada orang sakit yang minum es kepal milo tadi sore," ucap Bu Weni setelah menampar pantan anaknya itu hingga membuat Joya cepat membuka matanya. "Cepat bangun, tidak baik juga tidur jam begini."

"Iya, Ma. Ini Joya sudah bangun."

"Ckck! Bangun itu sudah berdiri bukan masih rebahan seperti itu. Mau badan kamu ditelan kasur?"

Kalimat terakhir itu adalah sugesti dari mamanya Joya saat Joya masih kecil untuk anaknya agar tidak sering rebahan. Joya percaya saja sampai sekarang jika kasur bisa memakan orang.

Mamanya Joya senang-senang saja karena anaknya ini memang jarang malas-malasan dengan tidur. Palingan baca buku atau nonton tv saat Joya gabut. Ah, atau tidak pergi ke apartement Juna untuk bermain bersama.

"Sudah sholat maghrib 'kan?"

"Joya kedatangan tamu, Ma."

"Yaudah cepat ganti baju."

○○○○

Acaranya sudah berlangsung 30 menit lalu. Sekitar 32 orang yang datang di acara ini.

"Juna," panggil Bu Weni. Juna yang akan mengambil kue menengok kesampingnya saat seseorang memanggilnya.

"Eh, Tante." Juna langsung saja salim melihat mamanya Joya ini. "Mau sesuatu, Tan? Nanti Juna ambilkan."

Wanita paruhbaya itu menggeleng. "Tante hanya mencari Joya, anak itu belum menghabiskan makanannya, ini," ucapnya sambil menunjukkan piring makanan yang masih terisi penuh. "Anak itu seperti anak berumur 5 tahun yang lari-larian kalau di kasih makan."

Juna hanya terkekeh menanggapi ucapan tante Weni. "Mungkin Joya diruangan musik." Juna menunjuk pintu dilantai dua apartementnya. "Mau Juna antarkan?"

"Boleh, boleh. Tante juga sedang sibuk membantu bibimu. Terimakasih ya Juna," ucapnya setelah memberikan piring tersebut.

Tanpa basa-basi lagi, Juna langsung menuju kesana.

Sesampainya, Juna mengetuk pintu tersebut dan memanggil Joya. Tak ada jawaban daru dalam, Juna malah mendengar suara alunan piano yang dimainkan.

Alunan piano yang sangat familiar ditelinganya, namun sudah tidak ia dengar selama 3 tahun terakhir ini. Autumn in my heart - Reason oleh Yiruma.

Dadanya mulai sesak mendengar itu. Alunan yang penuh kenangan dari seorang wanita terkuat yang pernah ia kenal, Mamanya. Lagu kesukaan mamanya dan juga dirinya.

Juna menjadi ragu untuk masuk. Ia belum siap mendengar alunan musik itu lagi. Tapi bagaimanapun ia harus bisa melawannya.

3 menit menenangkan diri, akhirnya Juna sudah membuka pintu tersebut.

Joya yang duduk berhadapan dengan sebuah piano sambil memainkannya kini terhenti saat mendengar pintu yang terbuka. Ia melihat Juna dengan aura yang sendu mendekatinya.

Joya baru sadar jika ia telah salah memainkan musik. Ia tau bagaimana kisah lagu ini dengan Juna.

"A-aku... itu," ucapnya gagap. Joya bingung harus bagaimana sekarang. "Maaf sudah sembarangan memainkan pianomu."

Juna yang masih sedikit sedih kini merasa hatinya lega karena Joya. Entahlah ia tidak bisa untuk sedih terlalu lama.

"Tidak apa-apa, ini juga 'kan ruanganmu."

Joya ingat ketika Juna pindah di apartementnya, mamanya Juna itu sangat senang mengajari Joya dan Juna untuk bermain piano. Dan akhirnya ruangan ini dijadikan tempat khusus Joya dan Juna untuk berlatih dulu.

Juna terdiam saat mengatakan hal tersebut. Begitupun Joya, ia merasa mulai asing karena lama tidak datang keruangan ini. Mungkin sekitar 3 tahun lalu saat hubungannya dengan Juna mulai memburuk.

Mereka yang hanya terdiam dengan suasana canggung membuat Juna mencoba mengalihkan pembicaraan. "Ohiya, ini makanan dari mamamu. Katanya kau belum makan dari tadi."

"Ah, iya. Tapi aku belum lapar. Nanti saja," ucap Joya seadanya.

"Tapi 'kan kau masih sakit. Makan dulu."

"Nanti saja."

"Makan Joya."

"Dasar bawel."

"Yasudah nanti saja," putus Juna untuk mengalah. Tentu saja karena ia akan kalah jika berdebat hal tak penting dengan Joya. Juna meletakkan makanan tersebut dimeja kemudian mendekat kearah Joya.

"Masih ingat lagu yang kau bawakan saat tampil di depan kelas 7 SMP lalu?"

Joya menatap bingung Juna yang tiba-tiba bertanya seperti itu. Tapi tetap mengangguk karena ia tidak lupa. Lagu yang berhasil ia bawa pertama kali didepan umum.

"Mau memainkannya lagi?" Tanya Juna hati-hati. Ia tidak berharap Joya menurutinya karena melihat kelakuan Joya selama ini yang tidak menyukai dirinya. Tetapi, ternyata Juna salah. Ia malah melihat gadis itu tersenyum dengan lebar sambil mengangguk dengan semangat.

Joya kini mulai memainkan 'Canon in D' yang ia bawa pertama kalinya. Ia semangat karena lagu ini adalah favoritnya jadi saat Juna memintanya tentu saja ia setuju.

Keduanya terlarut dalam alunan musik dengan pikiran kembali ke masa-masa saat mereka berlatih lagu ini. Masa yang diisi oleh kata belajar dan bermain tanpa melibatkan apa-apa.

"Ah, masa kecil yang indah," batin keduanya.





BERSAMBUNG
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"CANON IN D" itu lagu yang ada di Piano Tiles😅😅

Oke jangan lupa Vote+Commentnya
💜💜💜

JOY & JUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang