Baru saja aku turun dari motor, Nindy memanggil namaku keras. Ia mengajakku pergi ke rumah Mbak Sri yang tadi subuh meninggal, karena masih menunggu sanak saudara di luar kota, maka pemakamannya di tunda sampai sore hari.
Nindy mengajakku untuk melayat sekaligus membantu menyiapkan tahlilan di rumah Mbak Sri.
Setelah berganti baju, dengan di temani oleh Nindy kami berdua bergegas ke rumah Mbak Sri.
Rumah Mbak Sri nampak ramai oleh pelayat, beberapa orang sedang berbincang ringan di depan rumah.
Nindy terus mengekor di belakangku, setelah menaruh beras dan gula yang kami bawa, serta mengucapkan bela sungkawa pada keluarga.
Kami berdua duduk di antara para pelayat.
Selentingan kabar yang kudengar dari para pelayat, Mbak Sri tiba-tiba meninggal padahal kemarin masih sempat bercengkerama dengan para tetangga."Yur, Nindy, rene" (Yur, Nindy kesini) Panggil Wulan, seraya melambaikan tangan ke arah kami.
Beruntung sekali ada Wulan di sini pikirku, jadi kami berdua tak harus mendengar obrolan tentang Mbak Sri dari ibu-ibu di sini.Kami berdua mengikuti Wulan menuju halaman belalang rumah Mbak Sri, bukannya membantu untuk menyiapkan keperluan atas meninggalnya Mbak Sri. Kami malah ngerumpi bersama untuk mendengar cerita Wulan.
Wulan mulai menikmati kue yang di bawa Nindy dari dapur rumah Mbak Sri tadi, tubuh Wulan tidak gendut. Tapi lebih tepatnya berisi makanya badanya sedikit melebar ke samping.
Buak ..
Belum sempat Wulan menelan gigitan terakhir kue di tangannya, Wulan tersedak karena Nindy yang berdiri bersandar di belakangnya memukul keras punggung Wulan.
Entah apa maksud kelakuan Nindy dengan memukul Wulan saat ini, yang jelas saat ini Wulan sedang terbatuk.
"Koen iki di penakno dadek kurang ajar ! Ndang cerito" (kamu ini di enakin malah kurang ajar ! Buruan cerita) Seru Nindy sambil melotot, lalu mendorong Wulan dari belakang.
"Sabar po'o Nin" (Sabar kenapa Nin) Kataku menyela.
Buak ..
Lagi-lagi Nindy memukul punggung Wulan yang sedang meminum air teh, untuk meringankan tenggorokannya, gelas yang Wulan pegang tumpah karena pukulan Nindy.
"Remek boyokku Nin" (Remuk punggungku Nin) Kata Wulan memelas, bukanya rasa belas kasihan yang ia terima Nindy kembali memukul punggung Wulan ketiga kalinya.
"Ndang, timbang koen nyusul Mbak Sri" (Buruan, ketimbang kamu menyusul Mbak Sri) Ancam Nindy pada Wulan.
"Mambengi iku pas moleh teko puskesmas pocong ireng teko nang omah," (Semalam sepulang dari puskesmas pocong hitam datang ke rumah) Wulan mulai bercerita, "terus njalok di dus'i mak kanti 'Mak kanti aku gurung di dusi, tolong samean dusi aku Mak' suarane iku jelas nek ngarep omah Yur" (terus minta di mandiin Mak Kanti 'Mak Kanti aku belum di mandiin, tolong mandiin aku' suaranya itu jelas di depan rumah Yur) Cerita Wulan sambil memandangku, Mak Kanti ibu Wulan sering di panggil warga untuk membantu memandikan mayat perempuan.
Lebih Jelasnya seperti ini penuturan dari cerita Wulan.
***
Pukul 11 Malam, wulan pulang dari puskesmas. Biasanya Wulan selalu membawa kunci serep rumahnya, namun malam ini ia lupa membawa kunci serepnya.
Berkali-kali Wulan mengetuk pintu rumahnya, pukul 11 tadi malam adalah hari yang sial bagi Wulan.
Jika malam kemarin ia terbiasa pulang larut malam, berbeda dengan malam ini, Wulan nampak panik karena dari tadi ia mengetuk pintu dengan keras tak juga ada jawaban dari dalam rumahnya, bahkan bapak dan adik laki-lakinya pun tak menampakkan diri pada Wulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFAN HITAM SUSAN
HorrorCerita ini Mengandung Bahasa yang kurang pantas, bagi pembaca yang kurang berkenan di mohon tidak melanjutkan membaca.