part 10 bagian Satu (Kesurupan Masal)

4.6K 280 22
                                    

Riuh !

Keadaan menjadi kacau balau malam itu, teriakan dari orang-orang yang panik terus bersahut sahutan.

Sedangkan kami bertiga diam berdiri mematung di tengah kekacauan yang sedang terjadi. Suara erangan dan mata melotot serta mulut yang terus meracau dari salah seorang yang kami kenal, membuat pandangan kami tertuju pada orang yang sedang kesurupan tersebut. 

"Yur, iku lak Mbak Milah" (Yu, itu kan Mbak Milah) Kata Siti dengan bibir bergetar sambil menunjuk pada Mbak Milah yang sedang kesurupan, di sisinya Mas Huri suaminya terlihat kuwalahan menahan tenaga Mbak Mila.

Keadaan yang kacau menjadi ricuh beberapa orang terlihat bersitegang, karena berbeda pendapat. Entah apa yang sedang mereka debatkan yang jelas beberapa orang yang sering terlihat di balai desa itu nampak saling memaki satu sama lain.

"Mbak ayo moleh ae." (Mbak ayo pulang saja.) Rengek Yerin malam itu, ia sangat ketakutan dengan kekacauan yang sedang terjadi saat itu.

"Loh, loh. Iku cak Parman lapo melayu merene" (Loh, loh. Itu Cak Parman ngapain lari kesini) Teriak Siti panik, saat melihat cak Parman berlari ke arah kami dari tengah kerumunan banyak orang.

Saat itu yang kuingat cak Parman berlari ke arah kami dengan mata merah, kesadarannya sudah hilang ia kesurupan.

Sebelum cak Parman mendekat pada kami, dengan cepat kudorong tubuh Yerin yang tadinya memeluk-ku dengan erat ke arah Siti.

Naluriku berkata jika cak Parman akan melukai kami berdua, benar dugaanku ketika cak Parman benar-benar tidak mengenali kami bertiga, dan ketika laki-laki bertubuh kurus berkulit gelap itu hendak menerkamku, aku sudah menghindar ke samping. Setelah menghindar kakiku refleks menendang punggung cak Parman dengan kuat, mengakibatkan ia jatuh terjungkal menuruni anak tangga dengan badan berguling-guling.

Siti dan Yerin segera bergegas berlari ke arah panggung, "Yur, ndang melayu" Teriak Siti lantang. Di samping panggung juga ada anak tangga yang terletak di sana, kami berharap bisa keluar dari situasi yang semakin kacau ini.

Kami bertiga berlari dengan tergesa, mirip seperti narapidana yang kabur dari sel tahanan.

Siti yang berlari lebih dahulu memimpin mencari celah untuk kami berlari, beberapa kali ia terlihat mendorong orang yang juga sedang di landa kepanikan seperti kami, aku sepemikiran dengannya saat itu. Karena malam itu kekacauan yang sedang terjadi berubah menjadi ajang kericuhan antar warga dusun, dan bukan saatnya bagi kami memikirkan untuk menolong orang lain saat itu. 

Siti dan Yerin lebih dahulu menuruni tangga, sebelum aku menuruni tangga sempat kulihat beberapa orang yang masih dalam keadaan sadar saling adu pukul, terbesit di benakku jika mereka sama tidak warasnya dengan yang sedang kesurupan.

Kami bertiga terus berlari menjauhi gunungan, nafasku terengah-engah sedangkan Yerin dan Siti berlari begitu cepat di depanku saat itu.

"Mandek sek !" Teriakku pada Yerin dan Siti, kakiku terasa lemas untuk berlari keringat sudah membasahi baju yang kukenakan.

"Jan koyok nek film-film yo iku mau?" (seperti di film-film yah tadi itu) Kata Siti saat menghampiriku, yang duduk lemas di buk depan rumah warga.

"Cak Warso Karo Dulali, isone gasak'an ilo jan Podo gak warase karo seng kesurupan." (Cak Warso dan Dulali bisa-bisanya adu pukul tadi, sama tidak warasnya dengan yang kesurupan) Timpal Yerin kemudian.

"Sit iku onok wong dodol pangsit tuku ayo, aku luwe" (Sit itu ada yang jual pangsit ayo beli, aku lapar) Kataku tidak memper dulikan ocehannya yang sedang membahas orang-orang di gunungan tadi.

KAFAN HITAM SUSANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang