Part 19

2.9K 237 23
                                    

[YERIN]

Malam kami lewati dengan penuh ketegangan, serta ketakutan. Saat pagi hari Siti masih tidur beserta dengkurannya.

Andri dan Dika juga masih terlelap di kursi ruang depan, tangan Yerin yang tadinya memeluk tubuhku kini sudah beralih tempat. Kebiasaan Yerin saat tidur adalah sering berganti-ganti posisi dengan sendirinya. Bahkan selimut yang tadinya menutupi badannya kini sudah melorot jauh di bawah kakinya.

Semalaman aku tidak bisa tidur, baru saat sinar mentari menembus celah fentilasi udara baru aku merasakan ketenangan.

Biasanya jika pagi buta begini, ibuku sudah berbenja sayuran di depan rumah. Tapi saat teror pocong dan wabah pagebluk datang ke desa, suasana desa berubah terbalik. Seperti kampung mati, karena saat itu jarang sekali di temukan warga desa yang berkeliaran.

Kebanyakan warga memilih mengungsi ke tempat lain, bahkan ada juga yang pergi begitu saja entah kemana. Hanya tinggal beberapa orang yang masih bertahan di desa, mungkin alasannya karena tidak ada tempat tujuan lainnya.

"Mbak aku luwe!" (Mbak aku lapar!) Kata Yerin lirih saat aku membersihkan sisa muntahan semalam.

"Hurung masak, gak ono opo-opo seng di masak." (Belum masak, tidak ada apapun yang bisa di masak.) Jawabku.

Akhirnya kami berdua pergi membeli nasi bungkus. Bukan hanya aku saja yang sangat letih, bahkan wajah Yerin yang dulunya selalu ceria saat itu nampak murung dan hampir tanpa semangat.

"Ngene iki Dika kok gak ngejak nang Malang, yo Mbak" (Saat ini Dika kok tidak mengajak ke Malang, yah Mbak) ucap Yerin di sela-sela perjalanan kami.

"Lha emange, opo'o?" (Emang kenapa?) Tanyaku heran padanya.

"Kok Dika ngejak aku Nang malang lak suweneng tah, aku Mbak!" (Kalo Dika mengajak aku ke Malang kan seneng banget, aku Mbak!)

"Cocotmu, iku lak karepmu dewe!" (Mulutmu, itu kan kemauanmu sendiri!) Jawabku setengah mengolok.

"Karepku ngunu, tapi dekne ndak peka!" (Inginku begitu, tapi dianya nggak peka!) Kata Yerin sambil tersenyum.

Karena warung di desa kami semuanya tutup jadi kami memutuskan untuk membeli ke warung langganan Yerin, yang terletak di pasar.

Sampai di pasar Yerin langsung memesan 5 Bungkus nasi campur, karena saking akrabnya dengan ibu pemilik warung kami berdua mendapatkan teh hangat gratis sambil menunggu pesanan siap.

Kemudian datang segerombolan gadis yang juga datang ke warung, satu gadis yang mengenakan hijab hijau memesan makanan. Ternyata mereka mengenal Yerin, tidak heran jika banyak yang mengenal Yerin karena pribadinya yang supel dan suka bergaul.

Tapi saat itu, bukan sambutan ramah yang Yerin dapatkan dari ke-empat gadis tersebut. Salah satu dari mereka bernama Anita, tetangga desa, Anita dengan sengaja menyenggol bahu Yerin keras sambil menyeletuk. "Eh sory, gak sengojo" (eh maaf, tidak sengaja) dengan nada sinis.

Yerin terlihat santai, ia tidak menghiraukan Anita. Bahkan Yerin nampak cuek saat itu. Lalu di luar ketiga gadis yang lainya terlihat bisik-bisik dengan yang lain, sampai akhirnya salah satu dari mereka berkata. "Nek jenenge L****! Mosok mikir, masio lanangane uwong yo di gasak" (kalo dasarnya L****! Masa mikir, meskipun lakinya orang juga bakalan di embat)

Karena tidak paham dengan yang mereka bicarakan, dan aku sendiri tidak merasa mengambil laki orang jadi aku tetap santai sambil melihat gawaiku.

Tapi, tiba-tiba Yerin tersenyum menyeringai. Lesung pipi serta gigi gingsulnya terlihat manis, kemudian ia berkata pada Ibu pemilik warung. "Buk, sepurane yo" (Buk, maaf yah)

KAFAN HITAM SUSANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang