Part 24

4.4K 266 88
                                    


Tekanan udara di dalam rumah menurun dan semakin memupuk rasa ketakutan.

Keringat dingin terus bermunculan dari raut wajah Yerin malam itu, hanya orang yang tidak waras yang mengikuti Siti saat itu. Namun rasa penasaran di balik ketakutan mendorongnya untuk mencari tahu lebih dalam lagi tentang sosok pocong hitam yang di gunakan untuk meneror warga.

Tidak wajar jika tiba-tiba desa yang tadinya aman, kini berbalik menjadi desa yang amat menyeramkan dengan datangnya teror pocong hitam . Lalu di susul dengan munculnya pagebluk.

"Haa, Aaaa ..." Suara bocah berkepala plontos sambil menunjuk-nunjuk ke arah ruang tengah yang terlihat gelap.

Yerin menatap heran pada bocah tersebut, karena masih belum paham dengan apa yang di ucapkan bocah itu maka gadis tersebut menoleh ke arah ruang tengah.

Suhu semakin udara semakin terasa dingin, samar-samar terdengar suara langkah kaki basah di arah ruang tengah rumah pak kades.

Suara langkah kaki tersebut terdengar tengah mondar-mandir di seputaran area ruang tengah yang terhalang oleh dinding tembok. Namun saat Yerin kembali menoleh ke arah bocah yang tadinya masih berdiri di sisinya, kini sudah duduk meringkuk di ujung ruangan sambil menutupi bagian kepalanya seolah ia sedang merasakan ketakutan dengan datangnya sesuatu yang tidak kasat mata.

Degub jantung Yerin semakin terpacu lebih cepat, tiba-tiba ia merasakan ada semacam hawa mencekam yang sedang mengancamnya.

Pelan, Yerin mulai melangkahkan kakinya menuju ruang tengah di depannya saat itu. Namun baru beberapa langkah saja kakinya kembali tertahan, kedua matanya menatap tajam ke arah lantai rumah saat itu.

Banyak sekali tetesan darah yang di lihat Yerin saat itu, setelah ia berjongkok dan menyentuh cairan berwarna merah pekat dengan ujung jari untuk memastikannya.

Amis! Itulah yang tercium dari tetesan cairan merah yang ternyata adalah darah. Sejenak Yerin tertegun, karena tadi saat dia memasuki rumah bersama Siti darah itu belum ada dan darah itu masih basah. Apa lagi darah tersebut terasa aneh, tidak seperti darah pada umumnya jika masih baru keluar lewat lubang luka di kulit.

Terasa sangat anyir! Yerin sadar jika darah tersebut bersumber dari luka lama atau lebih tepatnya luka borok yang sudah membusuk.

Pada akhirnya Yerin kembali di buat merasa ketakutan kembali. Dari balik jendela luar, sosok pocong hitam tengah memperhatikan dirinya dari balik jendela.

Wajah hitam dengan kulit yang terkelupas sebagian membuat wajah pocong tersebut tidak bisa ia kenali lagi, di tambah lagi beberapa darah terlihat masih menetes melalui lubang mata serta lewat luka-luka yang membusuk di wajah pocong tersebut.

Bukanya tidak bisa berteriak memanggil Siti atau lari dari tempatnya saat itu berada. Namun Yerin sengaja memaksa dirinya untuk tetap tenang sambil mengamati wajah pocong tersebut, meski hatinya di buat ngilu dengan apa yang dia lihat tersebut.

Sementara di ruangan lain.
Siti masih memperhatikan  sosok pria yang sedang menggeliat menahan kesakitan, perut buncit dari pria paruh baya yang dia kenal sebagai pak kades tersebut seperti ingin meledak lalu memuntahkan isi dalam perutnya.

Sambil menutup hidung Siti mendekati ranjang tempat pak kades berada. Mata Siti terus memperhatikan tubuh yang terus menggeliat kesakitan tersebut dari ujung kaki sampai kepala.

"Oh, kenek santet." Gumam Siti dengan tenangnya, gadis tersebut seolah tidak merasa jijik ataupun takut.

Setahu Siti pak kades mempunyai anak perempuan yang masih gadis yang bernama Ani dan istrinya Bu Riamah. Pikirnya bertanya-tanya, kemana perginya dua perempuan di rumah itu, kenapa pak Kades di biarkan sendirian dengan kondisi yang sangat memperihatinkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KAFAN HITAM SUSANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang