Kang Seulgi

3.5K 417 18
                                    

Mata monolid itu tak hentinya melayangkan tatapan tajam pada lelaki tua di hadapannya, bagaimana bisa ia merelakan anaknya menjadi seorang jalang dengan bayaran ayahnya akan mendapat rumah yang lebih baik; dibanding dengan gubuk yang mereka tinggali serta seorang perawan muda dari Jepang yang dijadikan sebagai istri.
Cih, menjijikkan bagi Seulgi, memang semua otak lelaki itu sama, selangkangan yang sempit dan rapat.

Tak lama, pria Jepang gagah bertandang ke rumahnya berniat menjemput dirinya dan membayar lunas ke ayahnya.

Di sinilah Seulgi malam ini, di sebuah kamar yang ditata seperti sepasang pengantin baru, demi Tuhan rasanya ia ingin mati saja sekarang ia takut.

Kenapa ayahnya hanya menusuk ibunya mati saat itu, kenapa tidak dirinya juga?

Pergulatan panas namun menjijikkan bagi Seulgi itu berakhir subuh hari. Air matanya keluar tanpa sepatah isakan dari mulutnya. Kenapa hidupnya harus tersiksa seperti ini?

Bahkan istri sang tuan menatapnya penuh kebencian tadi. Tentu saja Seulgi pantas diberi itu, istri mana yang ikhlas jika suaminya berbagi ranjang dan kemaluan dengan perempuan lain.

Ia sendirian di rumah ini diwaktu pagi dan siang hari, kadang bahkan ia ikut membantu tugas pelayan di rumah ini karena mati kebosanan, sang Jenderal hanya ingin Seulgi fokus dengan pembuatan anak mereka, tak ingin Seulgi kenapa-napa.
Dan dimalamnya, ia akan diramaikan oleh desahan dan erangannya sendiri dengan sang Jenderal.

Hari demi hari, sampai dimana minggu kedua di bulan kedua ia menjadi jalang pribadi sang Jenderal, ia menemukan bahwa dirinya menunjukkan tanda-tanda perempuan hamil.

Setelah memastikannya selama seminggu, akhirnya ia berani mengatakan itu pada sang Jenderal. Senang bukan main yang Seulgi lihat pada si Jenderal sampai-sampai bibir Seulgi menerima lumatan lembut dari pria gagah itu.

Matanya tak sengaja melirik pada istri sang Jenderal, mereka jarang berinteraksi. Mata bulat perempuan cantik itu hanya datar, tak mengekspresikan apapun. Diam dan tenang, seperti biasanya Seulgi lihat.

Perutnya yang semakin membesar membuat perhatian sang Jenderal bertambah padanya, walau masih kalah jauh jika dibandingkan untuk sang istri. Hanya dengan seorang pelayan yang dikerjakan khusus untuk Seulgi selama masa kehamilannya dan berbagai kebutuhan ibu hamil, itu cukup membuktikan perhatian sang Jenderal.

Memasuki bulan keempat kehamilannya bahkan sang Jenderal belum pernah mengusap perutnya itu. Ya Seulgi tau bahwa, Hiyoshi sibuk, tapi tak bisakah ia menyapa sebentar makhluk hasil dari benihnya itu.

Seulgi makin sering mengurung dirinya di kamar pribadinya, ia hanya takut bertemu dengan istri sang tuan yang terus melayangkan tatapan tajam pada dirinya terutama perutnya, seperti ingin mematikan janinnya.

Di bulan kelima, Hiyoshi akhirnya lebih sering dirumah. Menumpahkan banyak perhatian pada sang istri dan calon buah hati dari gundiknya. Bahkan terkadang, Seulgi akan terbangun dengan Hiyoshi di sampingnya, tangannya bertengger di perut buncitnya.
Dirinya dan Hiyoshi tak melakukan hubungan badan lagi sejak Seulgi hamil.
Dan sejak saat itu, Seulgi kembali mendengar desahan sang nyonya rumah.
Entah kenapa itu menjijikkan bagi Seulgi, kemaluan lelaki itu seperti tak kenal lelah, tusuk sana-sini.

Seulgi terkejut dengan kedatangan Joohyun; si nyonya cantik dengan membawa sebuah gaun menawan, "Hadiah untuk perut besarmu yang memasuki bulan keenam." Setelah berucap seperti itu, ia pergi begitu saja. Meninggalkan Seulgi yang masih mencerna kejadian tadi.

Sejak saat itu, perlahan Seulgi merasakan Joohyun tak sedingin di awal, mungkin karena anak ini akan segera keluar makanya perempuan itu bersikap baik padanya, pikir Seulgi.

Dengan di bantu si mbok Dewi, pelayan yang dipekerjakan khusus untuk dirinya, Seulgi belajar banyak hal tentang Nusantara. Bahkan, ia telah mengetahui berbagai umpatan dalam bahasa negeri ini.

Hiyoshi kembali sibuk dengan urusan peperangan, memasuki umur tua kehamilan Seulgi. Dan sekarang perhatian itu digantikan oleh Joohyun, diawali dengan Joohyun yang memintanya menyanyikan sebuah lagu, sampai dimana banyak malam mereka habiskan berdua, dengan Seulgi melantunkan berbagai lagu asal ; Joohyun dan janinnya sebagai pendengar sejati. Terus melakukan itu sambil menunggu hari bersalin Seulgi datang.

"Bagaimana bisa kau bernyanyi dengan sangat merdu, sedangkan desahanmu seperti teriakan orang ketakutan?" Tanya Joohyun tiba-tiba, entah ia ingin memuji atau mengolok Seulgi.

"Aku tak akan mendesah dengan indah untuk lelaki seperti suamimu." Entah keberanian darimana Seulgi mengucapkan kalimat itu, "Mian, tapi kadang desahanmu pun juga sama terdengar sepertiku."

Setelahnya wajah Joohyun tercetak seringai menakutkan, "Sepertinya kita satu sepemikiran." Setelahnya Joohyun keluar karena suaminya telah pulang.

SeulgiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang