Seorang lelaki.
Namanya Nakamoto Yuta.
Lahir dengan berat badan pada umumnya, sehat dan saat ia keluar tangisnya memenuhi ruangan bersalin tersebut.
Hiyoshi memberikan pelayanan terbaik untuk kelahiran anaknya itu."Apa rasanya?" Tanya Joohyun saat bayi itu telah di dekapan ibunya dan tidur dengan tenang.
"Apa?" Seulgi bertanya balik, karena bingung.
"Melahirkan."
"Lebih menyakitkan dari saat aku disetubuhi suamimu," Seulgi tersenyum miring, "Tapi saat melahirkan tubuhku terasa seperti lebih kuat, bisa menanggung sakit itu."
Sebulan penuh Hiyoshi mencurahkan perhatiannya pada Yuta, tak terlewat seharipun. Sampai, bulan berikutnya ia kembali di sibukkan dengan masalah perang.
Seulgi bahkan Joohyun bersyukur akhirnya bayi menggemaskan itu tidak disentuh oleh kedua telapak tangan kasar ayahnya, cukup mereka berdua saja merasa tak nyaman dengan sentuhan telapak tangan kasar itu; karena terlalu sering memegang senjata.
Joohyun juga lebih sering di sisi Seulgi, menemaninya mengurus bayi itu atau lebih tepatnya hanya mengawasi saja, ia belum sepandai itu merawat seorang bayi.
"Kenapa ia harus mewarisi hampir semua aspek ayahnya?" Joohyun mendengus sebal, tak ada pipi gembul Seulgi atau bibir tipisnya padahal Joohyun lebih berharap agar yang keluar adalah anak perempuan.
"Tentu saja ia akan lebih mendominasi, hampir setiap malam ia menembakkan benihnya padaku." Jawab Seulgi, tangannya masih sibuk memandikan anak lelakinya.
Sesekali Joohyun ikut membantu karena rasa penasarannya.Sedangkan si Mbok memang masih membantu Seulgi, tapi jika ada kehadiran Joohyun, majikannya utamanya itu akan menyuruh ia beristirahat saja, membiarkan ia dan Seulgi serta Yuta bersama.
"Semoga ia tak se-menyebalkan ayahnya."
"Aku harap juga begitu, Joohyun." Tak ada lagi pembatas antara mereka, Joohyun sendiri yang menghancurkan itu. Tak ada embel-embel 'unnie', Joohyun sendiri yang menuntut.
"Apa rasanya?" Kembali pertanyaan sama pada hari ia melahirkan dilayangkan oleh Joohyun.
"Apa?"
"Menyusui dan disusui." Mata bulat Joohyun masih menatapi Yuta yang sedang menyusu pada Seulgi. Joohyun penasaran.
"Kau harusnya tahu apa rasanya menyusui, Joohyun." Jawab Seulgi, "Tak mungkin suamimu melewatkan untuk tak menyentuh sejengkal tubuhmu."
"Aneh, sakit, rasanya tidak nyaman." Jawab Joohyun setelah mengingat bagaimana rasanya. "Tapi ini berbeda Seulgi, kau menyusui seorang bayi polos yang tak mungkin berhasrat, dan aku menyusui si lelaki berhasrat itu."
Seulgi terkekeh mendengar jawaban Joohyun. Tubuhnya menyamankan dirinya setelah menaruh Yuta di sebelahnya yang telah tertidur, menyandarkan punggungnya pada kepala kasur.
"Seperti ada yang mengalir dari pucuk payudaramu, kadang ia menghisapnya cukup kuat, dan ia tak menggigit atau lebih tepatnya belum." Jelas Seulgi.Joohyun menganggukkan kepalanya patuh, sedangkan Seulgi yang melihatnya merasa gemas. "Lalu, apa rasanya disusui? "
"Seharusnya kau mengingatnya Joohyun."
"Ya!" Bentak Joohyun, "Bahkan bayimu saat sudah besar tak akan bisa mengingat rasanya meminum susumu."Joohyun mendelik kesal, ia tak tahu bahwa gundiknya ini menyebalkan juga.
"Shhh!" Seulgi menaruh telunjuknya di depan bibirnya sambil melirik Yuta di sebelahnya. "Baiklah, apa kau mau merasakannya?" Bisiknya, wajah Seulgi berubah seperti menggoda Joohyun.
Mata bulat Joohyun semakin melebar mendengar tawaran Seulgi. "A-apa?" Tanyanya gugup.
"Menyusui atau disusui?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seulgi
FanfictionJoohyun turun dari ranjang, namun tertahan keluar atas pertanyaan Seulgi, "Joohyun, apa yang kau lakukan?" "Mencicipi manisnya dirimu lagi." Wanita itu tertawa kecil melihat reaksi terkejut Seulgi, kemudian meninggalkan gundiknya itu.