Bab 3

50.5K 5.1K 97
                                    

Hello!
Balik lagi setelah cuti lama mengerjakan cerita ini.

*
*
*

"Bunda, nanti malam aku mau makan sama telur gulung lagi ya, Bunda?"

Risang mengajukan permintaan yang sama sekali tidak sulit sebenarnya. Telur gulung adalah kesukaannya. Risang pertama kali mencobanya saat kami melewati sekolah dasar di dekat rumah kami dan ada penjualnya di sana. Sejak saat itu, Risang jadi sering memintanya dan menjadi santapan menyenangkan untuk kami berdua.

Yang sulit adalah waktu yang tidak banyak kumiliki. Aku harus bekerja shift siang hari ini, dan baru bisa kembali ke rumah pukul sembilan malam. Di jam seperti itu, Risang sudah harus tidur tanpa harus menungguku.

"Sayang, Bunda kan hari ini kerja siang, Nak," kataku sambil menyisir rambutnya yang lembut. Persis seperti rambut lelaki itu.

Risang menundukkan kepalanya. Ia memainkan robot kecilnya tanpa mengatakan apapun lagi. Aku tahu, dia pasti kecewa. Hal seremeh itupun tidak dengan mudah ia dapatkan.

"Nanti minta bikinin sama Mbak Sari aja, ya?" tawarku yang dijawab gelengan kepalanya.

"Mbak Sari nggak bisa gulungnya, Bun. Jadinya telur dadar terus," ujarnya lirih.

"Apa mau Bunda bikinin buat bekal ke sekolah? Nanti Bunda tungguin sekolahnya, deh."

Risang langsung mengangkat kepalanya. Menatapku dengan mata berbinar mengagumkan.

"Beneran, Bunda?"

"Iya. Mau?"

"Mau, Bunda! Mau banget!"

Aku terkekeh melihat ekspresi riangnya. Lalu bergegas membuatkan telur gulung permintaannya dengan cepat. Waktu sudah semakin siang, Risang harus datang ke sekolahnya tepat waktu. Aku selalu mengajarkannya untuk menjadi orang yang disiplin. Sekolah tidak boleh telat, pulang sekolah langsung pulang ke rumah, makan di jam yang sudah ditentukan, tidurpun begitu. Ia menurutinya tanpa banyak membantah. Hanya sesekali mengeluh karena masih ingin bermain saat aku menyuruhnya untuk bergegas tidur.

Sebenarnya, kalau aku mendapat shift siang, aku akan di rumah dan tidur setidaknya sampai Risang pulang. Lalu mulai bersiap untuk pergi bekerja. Hal itu kulakukan agar tidak mengantuk aaat bekerja. Meski sebagai beauty assistant kami bekerja di mall ataupun supermarket hanya menumpang, tapi kami tetap harus mengikuti peraturan yang ditetapkan di sana. Salah satunya tidak boleh makan dan minum selain air mineral. Bisa dibayangkan bagaimana aku harus menahan lapar dan kantuk yang seringkali datang.

"Emangnya Bunda nggak bobo?"

Risang menggandeng tanganku erat, senyumnya tidak lepas dari wajahnya sejak tadi.

"Nggak apa, kan biar bisa nemenin Risang sekolah hari ini."

"Nanti ngantuk dong, Bunda?"

"Nanti istirahatnya Bunda minum kopi, deh."

Risang tersenyum geli mendengar penuturanku. Ia melangkah riang. Lalu menyapa teman-temannya yang sudah lebih dulu sampai di sekolah. Menyapa guru-gurunya dan masuk ke dalam kelas setelah melambaikan tangannya padaku.

Seperti biasa, saat aku menunggu Risang sekolah. Aku akan duduk bersama ibu-ibu yang lain di bangku-bangku taman yang ada. Kebanyakan dari mereka membentuk kelompok sendiri. Sedangkan aku duduk sendiri. Bukan karena aku tidak mau menyapa mereka, tapi mereka lebih sering menggosip saat berkumpul seperti itu. Dan bagian paling menyedihkannya adalah, ketika aku tahu, kalau akulah salah satu bahan gosip paling diminati oleh ibu-ibu itu.

Aku tahu, mungkin karena akulah satu-satunya orang tua tunggal yang dimiliki anak-anak yang bersekolah di sini. Maksudku, yang keberadaan ayah Risang yang tidak pernah mereka ketahui, menjadikanku bulan-bulanan acara gosip mereka.

Beautiful SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang