Bab 9

45.1K 5.3K 141
                                    

Nih, aku update. Kurang baik apalagi aku? Padahal target 300 likes untuk setiap bab belum tercapai, kan? Hehehe.

Teman-temanku semua, aku harap, kalian yang baca ini sedang dalam keadaan sehat semuanya. Kalaupun sedang sakit, semoga sakit itu bisa jadi penggugur dosa dan semoga bisa cepat sembuh, ya. Tetap jaga kesehatan. Turuti perintah pemerintah untuk #dirumahaja, nggak perlu bepergian kalau nggak penting banget. Karena kita nggak tahu orang di luar sana yang kita temui sehat atau enggak, atau saat kita sedang sakit terus memaksakan diri keluar, takutnya menulari orang lain juga. Kita sedang melawan pandemi berbahaya. Bukan lagi waktunya untuk dijadikan bahan gurauan, karena itu nggak lucu sama sekali. Di antara kita semua, pasti ada yang punya keluarga, saudara, kerabat, sahabat, teman, atau tetangga yang bekerja di bidang kesehatan. Setidaknya, pikirkan nasib dan perasaan mereka juga. Mereka ada yang nggak bisa pulang, karena takut bawa penyakit pas pulang dan ketemu keluarganya. Dengan banyaknya orang yang masih tetap berkeliaran di luar, bukan nggak mungkin pasien bakal terus bertambah. Dan hal itu pasti bikin mereka semakin dituntut untuk bekerja makin keras, padahal APD sekarang serba kekurangan. Kalau punya rejeki berlebih, boleh banget disalurkan untuk mereka bisa dapat APD yang lebih baik.

Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya, jangan lupa terus berdoa, berdzikir, bersyukur karena kita masih diberikan sehat. Daripada mengeluh bosan di rumah terus, lebih baik kita bersyukur. Belum tentu ada lain kali kita bisa berkumpul bareng keluarga. Lebaran hari raya pun nggak bisa kita dapat sebanyak ini, kan? Belum lagi, kalau kerja pengin cepetan pulang, cepetan libur. Begitu dapat waktu lebih luang kayak gini, bersyukurlah walau memang ada banyak kegiatan yang terhambat. Tapi setidaknya, kita ikhtiar supaya kita nggak ikut-ikutan sakit seperti mereka yang sudah positif.

Happy reading, Guys! ❤❤❤


*
*
*





Aku tahu, semua rahasia pasti lama kelamaan akan terbongkar juga. Sepandai apapun kita menjaga rahasia itu agar orang lain tidak pernah mengetahuinya.

Yang tidak kusangka, adalah ketika Tante Emi datang lagi pada malam harinya. Tak ada senyum cerah seperti yang biasanya beliau umbar kepadaku. Hanya ada senyum keterpaksaan dan raut wajah yang tidak kumengerti.

Setelah menyuguhkan secangkir teh dan kudapan, aku duduk di kursi lain di samping beliau. Kini kami ada di dalam rumah, karena sudah malam dan tidak sopan rasanya menjamu tamu yang datang malam hari hanya di teras saja. Lagipula, pasti ada hal penting yang ingin dikatakan Tante Emi, mengingat kunjungan beliau terkesan mendadak seperti ini.

"Anak kamu ... dimana, Lita?"

Aku menatap beliau, mencari jawaban dari apa yang kucari. Kemudian bergeleng kecil.

"Udah tidur, Tante."

Tante Emi mendekat dan menggenggam tangan kananku. Raut wajahnya tak lagi menyembunyikan sendu yang sejak tadi bisa kulihat seperti sedang disembunyikan. Ada riak yang tertahan di kedua indah matanya.

"Tante harap kamu mau jujur sama Tante. Anak itu ... siapa bapaknya, Lita?" tanyanya dengan suara bergetar. Aku ikut meremas tangannya, lalu bergeleng kecil. "Tante nggak akan marahin kamu kalau jujur. Tante cuma mau tahu. Anak kamu ... mirip banget sama Ardan pas masih kecil, Lita. Kamu nggak lagi menyembunyikan apa-apa kan, Nak?"

"Kenapa Tante tanyanya kayak gitu? Risang anak aku, Tante. Bukan anak Ardan," ujarku dengan tertawa kecil.

"Bapaknya siapa, Lita?"

Aku kembali bergeleng dan tertawa kecil. Rasa takut itu kembali membuatku menggigil. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhku. Cepat-cepat kutarik tanganku dan genggaman beliau dan menyesap teh milikku.

Beautiful SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang