Mumpung lagi santuy, yuk, kita lanjut cerita ini. Arumnya tetep besok. Tinggal 2 part lagi, kok 🐤
*
*
*Ardan tidur telungkup dengan memeluk guling, lengkap dengan bibir melongo dan suara ngorok yang terdengar. Aku mengarahkan kipas angin ke punggungnya yang polos. Seperti perkiraanku, ia bergerak untuk menutupi tubuhnya dengan selimut. Tapi aku menyibak selimutnya hingga tubuhnya terekspos sempurna.
"Senja!" teriaknya setelah membuka mata. "Dingin banget!"
"Ya makanya ayo bangun! Udah jam berapa ini, katanya mau jemput anak di sekolah."
"Ya banguninnya jangan gitu. Dingin banget ini bokong aku dikipasin gitu nanti masuk angin gimana?"
Aku berdecak malas. Melempar handuk padanya yang langsung digunakan untuk menutupi tubuh bagian bawahnya.
Salahnya sendiri, aku sudah bilang kalau dia harus segera mandi tadi. Tapi malah tidur lagi.
Keenakan sih dia ini. Hari ini tokoku tutup, tapi konter masih buka. Kasihanlah pekerjaku yang tiga hari kemarin full kerja di dapur untuk membuat pesanan dalam jumlah banyak. Meski toko baru bisa buka besok lusa, karena tidak bisa aku mengerjakan semuanya sendirian mulai sore nanti. Jadi lebih baik dimulai besok saja membuat semuanya.
Tapi hari ini justru dijadikan ajang 'berduaan' versi Ardan yang membuatku mandi dua kali pagi ini. Makin pegal pula pinggangku setelah digarap olehnya. Sementara dirinya malah enak-enak tidur lagi.
Begini tidak sukanya aku pada Ardan. Dia memang menuruti apa yang aku perintahkan. Tapi ya itu, jawabannya pasti selalu 'nanti dulu'. Kalau ada Mama, dia pasti sudah ditendang pantatnya.
"Dingin banget, Ja, mandi jam segini," rengeknya di depan kamar mandi, sementara aku di dapur sedang menikmati selembar roti tawar diolesi Nutella.
"Salah siapa?"
"Nggak ada yang salah, dong. Apa salahnya aku ngajakin gituan sama kamu? Udah berapa hari libur kita? Mana dari pagi hujan, enak banget suasananya," kilahnya masih belum mau masuk ke dalam kamar mandi.
"Ya udah kalau nggak ada yang salah. Itu mau kamu sendiri, kan?"
"Memangnya kamu nggak mau? Orang sama-sama dapat— iya! Iya! Mandi, nih!"
Aku baru saja pura-pura melempar gelas kosong padanya, saat Ardan langsung masuk ke kamar mandi dengan menggerutu. Ia keluar tidak lama kemudian sambil menggigil. Berlalu cepat ke dalam kamar sebelum kemudian kembali keluar membawa selimut dan seprei ke keranjang kotor.
"Bau iler kamu," ujarnya santai.
"Yang kerjaannya melukin guling siapa?"
"Aku."
"Coba cium itu guling baunya udah kayak apa? Awas aja nuduh-nuduh bau aku, ya!"
Ardan cuma cengengesan tidak jelas, kemudian kembali ke kamar karena dia belum berpakaian. Tapi setelah beberapa saat, dia tidak juga keluar. Pasti ada yang tidak beres.
Dan benar saja, Ardan sudah kembali terlelap hanya dengan boxer dan kaus oblong sambil memeluk guling kesayangannya. Kasur bahkan belum dikasih seprei dan dia sudah enak-enak tidur di atasnya.
"Astagfirullah! Ardan!"
Aku menarik boxernya, mencubit pelan bokongnya dan ia langsung terbangun dengan kaget.
"Ja! Ya ampun kamu mesum banget!"
"Mesum gigi lo ompong! Disuruh jemput anak malam molor lagi! Bilangin Mama, nih!" ancamku padanya. Ardan ini sangat takut kalau sudah kuancam akan mengadukan pada Mama. Soalnya Mama kalau kesal itu tidak berhenti bicara dan tangannya tidak segan-segan mencubit atau menjewer Ardan. Hal yang sangat ia benci, karena katanya kharismanya bisa turun setelah diperlakukan begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Sin
RomanceCOMPLETED! Deskripsi cerita langsung ada di halaman pertama. Mulai dipublikasi pada 21 Januari 2020