4. Dampak

15.7K 2.1K 89
                                    

"Maass, dasinyaaa."

"Gak usaaah."

Jawaban itu Dinda dapati dari sosok yang sudah melajukan mobilnya sampai gerbang. Bagus. Sekarang ia yang terlambat. Ya, terlambat membeli sayuran untuk makan malam. Pasalnya, Nio menyita waktunya selama setengah jam lebih untuk membantunya siap-siap. Lagipula, sudah tahu terlambat, tapi mandinya lama sekali. Dan entah makan malam nanti mereka mau makan apa.

Dinda menghela napas mencoba bersabar. Nampaknya saat berbuka puasa, ia hanya akan minum air mineral saja.

***

Nio memasuki gedung perusahaannya. Penampilannya kali ini tidak serapih kemarin. Dasinya sudah jelas ketinggalan dan ia tidak sempat mengambilnya. Kancing kemeja teratasnya bahkan masih terbuka. Rambutnya juga tidak sempat tersisir dan hanya ia rapihkan dengan jemari.

Tapi sungguh, kesuluruhan penampilannya hari ini malah membuat para karyawati gigit jari. Ketampanannya malah semakin menjadi-jadi. Meski penampilannya asal-asalan, netra birunya tetap nampak bersinar. Wangi maskulin itu tetap tercium ketika ia berjalan melewati kerumunan. Intinya, mau bagaimana pun penampilannya, Nio tetap nampak sempurna.

"Selamat pagi, Pak."

"Saya tahu ini sudah siang, Selena."

Wanita berpakaian kantor press body itu terkekeh pelan mendengar nada jengah dari sang atasan. Ia pun berjalan di sisi pria yang merangkul pinggangnya menuju sebuah ruangan sembari membawa tablet berisi agenda hari ini. Selena sang sekretaris tersenyum dan mulai bicara saat Nio sudah duduk setelah pria itu memberi kecupan ringan di pipinya.

Perlakuan Nio yang seperti itu sudah kelewat biasa, dan Selena pun tak keberatan sama sekali meski tahu bahwa Nio tidak hanya seperti itu dengan dirinya. Lagipula, siapa yang dapat menolak perlakuan manis dari CEO tampan luar biasa itu?

"Karena bapak kesiangan, rapat jadi diundur."

"Oke."

"Jadi jam sepuluh. Itu berarti sepuluh menit lagi! Ruangan untuk meeting sudah saya siapkan."

Nio mengguk mengerti.

"Jam makan siang, Bapak ada pertemuan dengan Nona Patricia, model yang jadi brand ambassador salah satu produk kita."

"Itu kan pertemuan pribadi, kenapa ada di jadwal pekerjaan saya?"

"Bapak nyuruh saya tulis itu, katanya takut lupa."

Nio memberi tampang seakan bertanya, benarkah? Yang kemudian diberi anggukan pasti oleh Selena. Benar kan, sekarang saja Nio sudah lupa!

"Oke. Terus?"

Selena pun mengingatkan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Nio menyahuti atau sesekali mengangguk dan menggeleng sambil membaca beberapa laporan pekerjaan di mejanya. Ia juga menandatangani beberapa berkas yang proposalnya ia setujui.

Usai membacakan jadwal Nio, sekretaris cantik itu keluar dari ruangan. Nio membuka komputernya sembari mengingat kejadian di rumah ketika asistennya mengomelinya sepanjang kereta. Iya, dia diomeli oleh asisten rumah tanggannya sendiri, padahal mereka bahkan baru bertemu kemarin. Sekarang Nio merasa kalau wanita itu tidak sepenurut yang ia lihat di awal pertemuan.  Dan ngomong-ngomong tentang diomeli, tadi pagi Nio dikatai ceroboh, teledor, dan bahkan dinasehati agar tidak pulang mendekati pagi supaya tidak kesiangan lagi.

Nio bersumpah bahkan nenek dan ibunya tidak secerewet Adinda. Tapi anehnya lagi, Nio hanya diam mendengarkan. Seperti omelan itu adalah alunan musik yang belum pernah ia dengar. Nio rasa benar kata Alex. Ya, dirinya pasti sudah gila. Semalam pun, rencananya ingin mencari pelampiasan wanita lain agar isi pikirannya tak dipenuhi dengan asisten rumah tangganya itu, tapi Nio tetap saja masih memikirkannya.

Mistake [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang