"Waktu saya ke masjid, banyak ibu-ibu kaget ngelihat saya."
"Pasti kaget karena lihat muka Mas yang babak belur."
"Ya enggak lah!" Nio nampaknya tak terima. "Mereka kaget karena baru lihat orang seganteng saya di komplek ini. Tapi pak RT emang sampe nanya kenapa saya babak belur, kirain dia, saya abis dibegal."
Dinda terkekeh sambil terus berkutat di dapur memasak makan malam untuk Nio. Sedangkan Nio duduk di kursi bar memperhatikannya sedari tadi.
"Balik lagi ke ibu-ibu tadi."
Tawa Dinda kembali terdengar. Nampaknya Nio memang sangat-sangat ingin menceritakan ibu-ibu komplek yang mengaguminya.
"Banyak banget yang lihatin saya. Sampe saya ngerasa bisa jadi santapan makan malem mereka. Terus ada yang berani nyapa, katanya, ini perjaka ganteng dari mana? Kok baru kelihatan?"
"Mas ke masjid niatnya mau shalat atau tebar pesona?"
"Ya shalat lah. Kalau pesona saya memang berteberan tanpa saya tebar."
Huwek. Dinda ingin pura-pura muntah. Tapi Nio memang sedang membicarakan kenyataan. Dan ada satu lagi pertanyaan Dinda.
"Memangnya Mas masih perjaka?"
"Uhuk."
Nio yang tadi sedang meneguk minuman kalengnya sampai terbatuk-batuk.
"Minum yang bener, Mas," peringat Dinda, tanpa mau repot berbalik menatap Nio.
"Kamu juga uhuk, kalau tanya yang bener aja. Jangan nyindir gitu!"
"Nyindir? Berarti Mas memang sering jajan di luar yah." Dinda tak bertanya kali ini. Ia berkata dengan gamblang. Nio juga hanya diam, semakin meyakinkan Dinda kalau tebakannya benar.
"Tobat, Mas!" ucap Dinda, sambil membalik tubuhnya menghadap pria di sana.
"Ini lagi berusaha."
"Sebenernya saya gak berhak menghakimi. Tapi ini kan demi kebaikan Mas juga. Selain karena penyakit, itu juga dosa besar, zina."
"Saya udah tahu."
Dinda berbalik melihat masakannya sambil meladeni Nio bicara. "Kalau udah tahu, kenapa tetep dilakuin?"
"Enak."
Dinda tak mendengar itu karena Nio hanya berbisik, lalu meneguk minumannya lagi tanpa membuang pandangannya dari wanita di sana. Ia paling suka saat melihat Dinda memakai apron dan berkutat di dapur. Terlihat sangat sexy, sungguh. Dinda tidak perlu memakai dress terbuka. Hanya berpenampilan seperti itu saja sudah membuat Nio panas dingin.
Nio bergerak turun dari duduknya. Mata elangnya tak lepas dari manusia yang sibuk membumbui masakan di sana. Ia melangkah mendekat dan semakin dekat. Saat sudah berdiri hanya dengan jarak sejengkal, tangannya terulur memeluk dari belakang. Ia sandarkan kepalanya di atas pundak wanitanya yang sibuk. Nio memeluknya erat, menarik napas panjang menghirup aromanya. Memabukkan. Nio benar-benar ingin memilikinya untuk dirinya seorang.
"Mas."
"Hm?"
"Mas!"
"Hmm?"
"Mas mau saya lempar pakai spatula?! Jangan lihatin saya kaya gitu!"
Astaga. Nio tersadar. Apa tadi ia hanya berkhayal? Tidak mungkin. Gila. Pikirannya benar-benar sudah tak bisa ia kontrol. Hanya dengan menatapi Dinda khayalannya terasa seperti nyata.
Nio tidak memeluk wanita itu. Ia masih duduk di tempatnya sedangkan Dinda berdiri di tempatnya dengan wajah marah.
"Awas kalau saya lihat Mas ngeliatin saya kaya gitu lagi!" ancamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake [SELESAI]
Storie d'amoreCERITA LENGKAP!!! Romance Young Adult "Kalau saya gak punya sedikit pun peluang bahkan meski saya sudah berubah. Apa saya harus memiliki kamu dengan cara paksa, Adinda?" *** Setiap manusia pernah melakukan kesalahan. Terkadang sangat fatal sampai ra...