"H-halo kak?"
"Halo dek? Kenapa sayang?" jawab seorang di sebrang sana dengan suara bariton khas miliknya
"Kakak dimana? Bisa jemput adek sekarang gak?"
"Kamu dimana?" tanya nya langsung to the point, seolah tau apa yang sedang terjadi kepada si penelfon
"Di rumah"
"Tunggu di kamar ya, kakak jemput kamu sekarang"
"Hati-hati ya kak"
"Iya sayang"
Tut, telefon di matikan sepihak. Sedikit lega, karena akhirnya ada seorang yang akan menjemput adek. Dirinya sudah tidak tau harus bagaimana. Keadaannya sangat kacau. Bahkan dirinya sekarang berada di pojokan kamar memeluk kedua lutut dan membenamkan wajah manisnya. Menangis sesegukan sendiri. Setelah bertengkar entah kemana kedua orang tua itu pergi.
20 menit kemudian, adek sudah siap dengan koper yang berisi pakaiannya. 2 tas besar yang berisi foto foto keluarganya yang masih harmonis dulu juga beberapa barang kesukaan. Satu tas lagi berisi celengan sapi dan beberapa lembar uang. Adek, memutuskan akan keluar dari rumah yang di anggapnya seperti neraka ini. Percuma rasanya memiliki rumah besar dengan fasilitas yang lengkap serta maid yang bekerja di dalamnya jika hampir setiap hari saat kedua orang tuanya pulang untuk bertengkar. Suara keduanya yang menggelegar di rumah besar ini tanpa sungkan saling meneriaki, satu sama lain. Mereka sama aja, sama sama egois.
Adek duduk manis di kursi balkon, menunggu jemputan. Sampai akhirnya hujan gerimis turun namun belum datang juga jemputan itu. Dirinya sudah sangat muak berada lama lama di ruangan ini. Otaknya terus memutar memori saat ayah dan bundanya bertengkar. Membuatnya sangat sedih dan sakit kepala.
"Kemana?" monolog adek
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Shop
Short StoryBerada di satu kota ajaib. Kota yang tidak begitu besar dengan penduduk yang tidak banyak. Kota yang menyimpan sejuta kebahagiaan. Kota itu seperti sebuah kotak berisi keajaiban di dalamnya. Selamat datang di "Magic Shop"