GOL 11

7.6K 705 43
                                    

"See you Baby, jumpa nanti ya." Fardi menutup sambungan teleponnya dan menaruh ponselnya di meja rias. Fardi sedang menata rambut Sabila agar tampak cantik malam ini. Setelah tadi Fardi memberikan conditioner dan juga pewangi rambut, lelaki itu dengan sigap beroperasi menggunakan mesin curly iron rambut di kepala Sabila. Fardi ingin memberikan aksen gelombang-gelombang kecil pada rambut coklat emas Sabila. Kegiatan lelaki itu terhenti saat ponselnya berbunyi dan ternyata sang kekasih lah yang menghubunginya.

"Ciiieee...." Sorak Sabila pada Fardi, "Diem-diem punya pacar juga yey." Ledeknya setelah mendengar nada mesra dari percakapan Fardi sebelumnya.

"Iya dung..." jawabnya sambil terkekeh, "Baik bener itu cewek, mau aja punya pacar kayak eike. Mau gue nikahin tahun ini, tapi financial gue lagi nggak bagus. Sial banget." Curhatnya pada Sabila, tangannya dengan lihai membenarkan tataan rambut Sabila yang sedikit terurai.

"Bentar, pacar lo cewek, Mas?" tanya Sabila sedikit terkejut, pertanyaan yang sebenarnya tidak sopan juga sih. Ya sebagai mana fitrahnya seorang lelaki, pasangannya yang perempuan. Sabila merutuki mulut lancangnya.

"Hahaha..." alih-alih tersinggung, Fardi tertawa lebar mendengar pertanyaan Sabila, "Ya iyalah. Walau gue letoy gini, selera gue tetap gundukan toket montok ya, bukan toket rata." Ujar Fardi berkelakar.

"Ya ampun sorry ya mas." sesal Sabila, Ia jadi tidak enak sendiri setelah mendengar pengakuan manajernya itu.

"No need sorry, elo bukan satu-satunya orang yang shock tahu kalau pacar gue cewek, Cuma karena gue kayak banci, orang-orang pada ngira gue suka laki. Sumpah nggak sama sekali."

"Nggak bahkan dari dulu-dulu pun?" sekali lagi Sabila bertanya emmastikan.

"Nggak, ngaak. Gue nggak bisa bohongi diri sendiri kalau ketertarikan gue itu sama cewek. Gue letoy gini gara-gara tuntutan pekerjaan juga sih sebenarnya. Jadi MUA dan penata rambut di salon. Jaman gue sama Barbara, euuhh macho benar gue." Cerita Fardi panjang lebar lalu membuat finishing touch pada tataan rambut Sabil. Bibirnya menukik ke atas, tersenyum puas melihat karyanya.

"Cantik nggak?" tanya Fardi pada Sabila di hadapan cermin besar kamar Sabila, rambut Sabila kini sudah bergelombang cantik.

"Cantik banget mas, benar-benar deh tangan dan bakat lo. Diberkati Tuhan, benaran deh."

"Makasih," ujar Fardi santai.

"Mas, sorry benar pertanyaan gue barusan. Gue benar-benar nggak enak, padahal kita kenal juga hitungan jam."

"Pelajaran penting yang harus lo kutip tau nggak sih, janga gampang nge-judge orang lain dari tampak luarnya. Kita sebenarnya itu nggak tahu gimana sih dia yang sebenarnya, apa yang menjadikan dia begitu dan sebagainya. Kemana pun kita pergi, pelajaran tentang saling menghargai orang lain dan nggak sembarang nge-judge orang itu penting banget."

Rasa bersalah semakin mendominasi perasaan Sabila, namun begitu Ia mendapatkan pelajaran penting yang terkadang Ia sendiri suka silap dan juga terlanjur abai. Nggak seharusnya Ia bertanyaan privasi orang lain seperti tadi, apalagi mereka tidak cukup dekat walau Fardi adalah manajernya. Lelaki itu adalah manusia biasa yang mempunyai privasi dan juga kebebasan berprilaku, sama sepertinya. Selama tidak mengganggu hak orang lain, seharusnya Sabila harus lebih sopan dan pengertian.

"My bad mas, sorry ya sekali lagi."

"Hahaha.." Fardi malah meledakkan tawanya, "Apa sih, dah ah. Minta maaf mulu lo kayak lebaran aja." Ledek lelaki itu.

Jam menunjukkan pukul 8 malam, sebentar lagi Haidar akan datang menjemput mereka. Sabila dan Fardi janjian akan berangkat bersama Haidar. CEO muda itu bisa dipastikan teler hingga lemas tidak tahu dunia lagi nanti setelah berada di party. Sebagai pencinta minuman beralkohol, Haidar tidak akan melewatkan kesempatan untuk tidak meneguknya nanti. Mau tak mau, Sabila nanti akan menjadi sopir Haidar saat pulang, maka dari itu mereka berangkat bersama.

Glory of Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang