01. Friendship

16.4K 474 4
                                    

Happy reading❤️
...

"Lo seriusan mau pindah sekolah?" tanya seorang gadis berkuncir kuda, jangan lupakan kacamata minus yang ia gunakan. Bukannya terkesan seperti nerd, tapi terkesan imut dan menggemaskan.

"Iya, lo kudet amat lagian. Gue udah ngasih tau dari kemarin lo masih gak percaya," sahut gadis dengan rambut yang digerai indah dengan warna coklat tua.

"Lo tega ninggalin gue disini? Nanti kalo ada yang gangguin gue gimana?"

"Aya ku sayang, lo kan pemberani. Lo jago silat, jago karate, jago taekwondo, jago gombal. Terus lo takut sama yang gangguin lo?" balas gadis itu lagi sambil menatap perempuan yang sudah menjadi sahabatnya sejak masuk SMA.

"Ya, lo tau sendirikan. Kakak kelas itu gimana? Berlaku seenaknya sekaan dia yang punya dunia,"

"Nih ya, didunia ini. Kita memang diharuskan menghargai orang yang lebih tua, bukan takut sama yang lebih tua. Mau setinggi apapun derajat seseorang, kalo dia gak bisa menghargai, jangan dihargai. Lo inget motto kita pas pertama kali masuk SMA?" tanya gadis itu pada sahabatnya--Ayralina Putri.

"Berani injak kaki saya, saya injak balik kepala anda. Ingat! Kita cuma beda umur, bukan beda nyali. Dalam sejarah, tidak ada yang namanya manusia takut pada manusia." ucap dua gadis itu bersamaan kemudian saling melempar senyum.

"Makasih ya Mei. Kalo gak ada lo, mungkin gue gak jadi seperti ini. Lo ngajarin banyak hal sama gue, gue bersyukur bisa punya sahabat kayak lo," ucap Aya kemudian memeluk sahabatnya yang bernama Meilly Syahna.

"Makasih juga, karena lo udah mau jadi teman curhat gue, tempat dimana gue menumpahkan segala keluh kesah gue tentang kehidupan pribadi gue. Awal gue ketemu lo, gue kira lo itu anak yang sombong secara lo kan anak dari keluarga terpandang, sedangkan gue---"

"Sstt, derajat kita dimata Tuhan itu sama. Hanya orang lain yang menilainya berbeda, tapi dimata gue lo itu perempuan tangguh yang berhasil menutupi kekurangannya dengan kelebihan." ucap Mei kemudian mengusap pipi Aya yang sudah basah karena menangis.

Ia mengerti tentang kehidupan Aya, kehidupan yang dipenuhi masalah. Entah itu masalah keluarga atau pun masalah sekolahnya. Memang jika dibandingkan dari segi ekonomi, kehidupan Mei lebih beruntung karena ayahnya yang merupakan pengusaha ternama. Sedangkan Aya, ayahnya hanyalah seorang pekerja bangunan.

"Jangan nangis, lo jelek kalo nangis. Gue yakin, seiring berjalannya waktu kehidupan lo bakalan berubah drastis. Lo tau kan? Roda kehidupan itu berputar. Ada saat dimana yang dibawah akan naik keatas, dan yang diatas akan turun kebawah. Tuhan itu adil," ucap Mei sambil tersenyum manis, mencoba memberi pengertian yang mungkin akan disimpan Aya dalam memori ingatannya.

"Tapi Tuhan gak adil sama kehidupan gue. Gue diciptakan untuk selalu menerima keuntungan, dan itu membuat gue semakin merasa bersalah sama orang-orang yang lebih rendah dibawah gue." tambahnya didalam hati.

"Lo harus janji bakalan pulang kesini kalo libur!" ucap Aya sambil mengacungkan jari kelingkingnya dan diterima dengan baik oleh Mei.

"Promise,"

"Mei!" panggil wanita paruh baya membuat kedua gadis yang tengah berpelukan itu tersentak kaget kemudian melepaskan pelukannya.

"Kenapa mah?" tanya Mei pada wanita paruh baya tersebut yang merupakan ibunya--Amira.

"Kamu udah susun baju-baju? Dua jam lagi kita berangkat ke Jakarta," ucap Amira lagi kemudian berjalan ke arah dapur.

"Udah kok mah. Tinggal dimasukin ke mobil doang," balas Mei sedikit teriak karena takut jika tak kedengaran, apalagi jarak antara dapur dan ruang tamu agak jauh.

Mei beralih menatap Aya yang menatap lantai dengan tatapan sendu. Ia tahu, gadis didepannya sedang banyak pikiran jadi sebelum ia pergi, apa salahnya meluangkan sedikit waktu untuk menenangkan sahabatnya.

"Sekarang, gue anterin lo main deh. Hitung-hitung juga sebagai salam perpisahan," ucap Mei membuyarkan lamunan Aya.

"Mah, aku sama Aya pergi dulu ya," ucap Mei dan langsung menarik tangan Aya untuk keluar dari Mansion keluarga Mei yang sebentar lagi hanya akan menyisakan kenangan.

"Iya," balas Amira.

"Kita mau kemana sih?" tanya Aya saat sudah berada didalam mobil.

"Ikut aja, jangan ngebacot!" ucap Mei tanpa mengalihkan pandangannya pada jalanan membuat Aya mengerucutkan bibirnya sebal. Mei memiliki dua kepribadian, terkadang cerewet dan terkadang juga dingin.

"Kita kemana non?" tanya Pak Supir yang memang ditugaskan untuk mengantar jemput Mei kemanapun dia pergi.

"Ke Mall pak," ucap Mei sambil tersenyum.

Diam-diam Aya tersenyum lirih menatap Mei, hidupnya dipenuhi dengan kebahagiaan dan kecukupan. Bahkan, Mei sangat dimanja oleh kedua orangtuanya sampai-sampai Mei tak diperbolehkan untuk menggunakan mobil, karena takut kenapa-napa. Selalu ada rasa iri yang tumbuh dibenaknya ketika memperhatikan bagaimana cara hidup seorang Meilly Syahna.

Kalau orang lain, pasti sudah membandingkan dirinya dengan Mei itu layaknya bumi dan bintang. Sangat jauh berbeda. Tapi, ia mencoba untuk tidak mempedulikan ucapan dari orang-orang. Ia juga sebisa mungkin menghapus ambisinya untuk mendapatkan apa yang Mei miliki. Ia tidak terlalu bodoh untuk menghancurkan pertemanan demi sebuah kekayaan. Yang ia syukuri saat ini adalah, Mei selalu menemaninya dikala senang dan susah tanpa meminta imbalan. Sangat tulus.

...

Assalamualaikum, aku posting part nya malam ini juga karena tangan terlanjur gatal pengen publish. So, jangan lupa tinggalkan jejak dan komentar.

See you next chapter ❤️❤️





Gelap(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang