29. Black diary(1)

4.3K 219 7
                                    

Happy reading ❤️
Stay enjoy and relax!
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK 🌟
...

Aku dulu jauh dari kata sakit. Bukan sakit fisik, tapi hati. Aku hidup dengan harta yang melimpah ruah. Namun, aku bukanlah orang yang cepat puas sebelum melakukan sesuatu yang lebih. Aku berdoa kepada-nya agar aku bisa merasakan kehidupan gelap orang-orang di sekitarku. Maksudnya itu hidup yang penuh rintangan, karena aku adalah orang yang menyukai rintangan.

Pada suatu saat, aku memilih berjuang sendiri untuk hidupku. Tapi, itu membawa dampak buruk untuk diriku. Sampai disaat aku memimpin sesuatu yang ditakuti dunia, aku merasa diriku sudah benar-benar menjalani kehidupan gelap yang penuh rintangan. Tapi, saat aku bertemu dengannya, dia yang menjadi alasan ku tersenyum, tertawa, bahkan menangis disaat bersamaan. Mungkin aneh, padahal aku tidak memiliki hubungan khusus dengannya selain sebagai sahabat. Ah, lebih tepatnya mantan sahabat. Itu semua berlalu begitu saja saat aku merubah nya menjadi sebuah kenangan buruk. Aku yang membuat kenangan buruk itu, dan aku menyesal.

Aku selalu nyaman dengannya, aku sedih saat ia tak mengabariku, aku sakit ketika ia membenciku, aku takut ia pergi dariku. Sampai sekarang, aku sadar kalau aku tidak menyayanginya sebagai sabahat. Aku bukan hanya menyayanginya, tapi mencintainya. Sungguh. Dan saat itu juga aku sadar, aku tidak benar-benar berteman dengan gelapnya kehidupan. Tapi, aku berteman dengan gelapnya percintaan. Hatiku kabur dalam urusan percintaan, hatiku tak sadar ketika aku mencintai, tapi hatiku sakit ketika ia pergi. Jika aku bisa membalik waktu, aku hanya ingin menjadi gadis remaja biasa yang hidup dengan tenang. Aku bukannya tidak tenang dalam menjalani hidupku yang sekarang, aku senang. Aku senang dalam menjalani kehidupanku. Apalagi ketika aku menembakkan peluru itu pada dada musuhku, aku senang, hatiku tenang. Aku tak pernah menyangka jika jati diriku yang sebenarnya lebih bisa dikatakan seperti psikopat. Aku bersikap dingin mulai saat itu, aku sulit bergaul. Tapi, ketika dengannya, es yang ada dalam tubuhku seperti mencair. Saat ia memberiku pelukan, hatiku menghangat.

Saat dia membentak, aku sakit. Cukup singkat saja, aku menyayanginya, mencintainya. Tapi aku tak mau mengakuinya, aku takut jika itu hanya perasaan biasa yang kebetulan muncul saat aku bersamanya. Dan pada akhirnya, kehidupan gelap yang bisa ku simpulkan sekarang adalah kehidupan gelap percintaan. Aku hanya berharap, gelapnya awal kisah cintaku akan berakhir terang seperti lampu. Aku berharap, ia mau mengerti diriku. Aku berharap, ia tak membenci diriku, aku berharap bisa terus bersamanya sampai aku berada dititik terendah ku.

Titik dimana aku hanya bisa melihatnya dari jauh, tanpa bisa menyentuhnya. Titik dimana aku hanya bisa memberikan senyum padanya, tanpa mengucap sepatah kata. Titik dimana aku berharap ia membantuku, dengan aku yang hanya menggumamkan kata 'aku mencintaimu'. Titik dimana aku sudah tidak bisa melihatnya untuk dimasa depan, jika pada akhirnya aku berakhir di masa sekarang. Aku hanya berharap, tak ada yang menyakitinya. Aku berjanji, siapapun yang menyakitinya, akan ku balas dengan rasa sakit yang lebih.

Biarkan aku berjuang sendirian, aku tak akan sakit. Aku kuat jika harus memperjuangkan dirinya. Biarkan aku merasakan jatuh cinta dan sakit hati secara bersamaan. Kata ayahku, aku adalah orang hebat dan kuat, karena mengalahkan banyak lawan. Berarti, hatiku juga kuat jika hanya untuk menerima rasa sakit. Biarkan aku menggunakan kesempatan ini untuk mencintainya, walaupun akhirnya aku dan dirinya tak bisa bersama. Tapi, mencintai tak harus memiliki bukan? Andai aku menyadari perasaanku sejak lama, aku tak perlu berjuang disaat dia menjauh. Namun, sepertinya takdir tak menginginkan perjuangan ku yang lancar, ia menginginkan perjuangan dengan rintangan. Baiklah, aku menerimanya.

Tapi, aku masih sedikit ragu. Apakah ia marah jika aku mencintainya? Apakah ia senang jika aku mencintainya? Ataukah ia semakin membenciku ketika ia mengetahui jika aku mencintainya? Huft, aku hanya bisa berharap ia memiliki perasaan yang sama sepertiku. Katakan jika aku alay, atau apa. Tapi, aku baru merasakan yang namanya cinta, aku tidak terlalu paham dengan makna kata cinta itu. Aku terlalu sibuk dengan dunia gelap ku sampai-sampai aku lupa jika ada hati kosong yang harus ku isi dengan satu nama. Dan sekarang, aku sudah mengisi hati kosong itu. Nama yang tak akan pernah keluar dari hatiku, yang akan tersimpan jauh dibenakku, dan akan selalu ku ingat sampai akhir hidupku. Dia, Rafael Nadline.

Pria yang berhasil mengguncang hatiku dengan perilakunya. Aku bukan orang yang baperan, karena walaupun dia mengatakan kata yang romantis untukku, aku tahu apakah ia mengatakan itu dengan serius atau hanya sebuah candaan untuk membuat hatiku terguncang. Dan dia mengatakan semuanya dengan tulus, tapi sayangnya aku mengecewakan dirinya. Aku selalu minta maaf padanya, tapi ia tak mau memaafkan ku. Apakah aku harus menjauhinya baru ia memaafkan ku? Jika begitu, akan ku lakukan. Aku mencintainya, karena itu aku tak mau menyakitinya. Cukup aku yang tersakiti, ini cukup disembuhkan dengan melihat senyumnya. Percayalah, aku akan tetap mencintainya. Walau aku hanya dianggap angin lalu olehnya.

^Meilly Syahna^
Will I continue later:)

Mei menutup diary hitamnya dengan perasaan resah yang terus menghantuinya. Ia menatap gelang pemberiannya yang Rael kembalikan. Ia tersenyum miris mengingat bagaimana wajah pria itu ketika melempar gelang pemberiannya. Sebenci itukah Rael padanya? Bisakah ia berharap ada secuil kesempatan untuk dirinya mengulang semuanya. Jika tidak bisa kembali menjadi sahabat, setidaknya Rael tidak mendiami dan menjauhinya. Tapi, sekuat mungkin ia menahan rasa sesak di dadanya. Ia kuat, ia bisa, rintangan tentang percintaan memang banyak lika-likunya, tapi ia percaya jika ia terus melaju, ia akan mendapatkan jalanan lurus yang akan membawanya menuju cinta sejatinya.

"Maaf," hanya kata itu yang bisa Mei ucapkan. Memang pria itu tak dapat mendengarnya, Mei hanya berharap agar angin mengerti dengan keadaannya dan menyampaikan pesan maafnya untuk Rael yang mungkin sekarang sedang tertidur.

"Maaf, karena gue cinta sama lo. Maaf, seharusnya gue gak cinta, gak sayang, karena pada akhirnya kita gak bisa bersama." Mei menutup matanya, bertepatan dengan sebulir cairan bening yang turun membasahi pipinya. Ia bingung, kenapa ia bisa sesedih ini ketika mengingat hal yang bersangkutan dengan Rael. Padahal ia dan Rael belum mengenal lama. Tapi, ia merasa ada ikatan kuat. Entahlah, biarkan takdir yang menjawab semuanya.

...
Hai, aku kembali. Ini part khusus tentang diary Mei. Mungkin next aku bakalan up seperti biasa, dan lebih oke lagi. Semoga sih, lagi banyak tugas jadi gak bisa mikir full untuk cerita. Tapi aku usahakan untuk membuat kalian nyaman.

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK 🌟

See you next chapter ❤️

Gelap(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang