32. Stevan Holland?

4.8K 231 10
                                    

Happy reading ❤️
Stay enjoy and relax!
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK 🌟
...

Hari minggu seperti biasa, Rael hanya akan rebahan sampai ia benar-benar ingin bangun. Jika tidak ada yang penting, tak perlu beranjak dari tempat tidur. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB, tapi sepertinya Rael enggan untuk berpisah dari ranjangnya. Dirinya yang juga hanya menggunakan boxer tanpa baju, memperlihatkan six pack ditubuh berototnya.

"Raeeel! Bangun!" teriak Alia dari luar kamar namun tak digubris oleh Rael karena pria itu asik berjalan-jalan dengan gadis cantik didalam mimpinya.

Alia yang merasa kesal pun akhirnya membuka pintu itu, dan ternyata tidak dikunci. Alia menghampiri sang anak yang masih tertidur, bisa ia lihat wajah Rael yang senyum-senyum sendiri dengan keadaan mata terpejam. Wanita berkepala tiga itu sudah berpikir yang iya-iya terhadap Rael.

"Bangun! Jangan mimpi mulu, nanti aja kalo udah nikah!!" teriak Alia tepat digendang telinga Rael membuat sang empu terkejut dan langsung melompat ke sisi ranjang.

"Ck. Apa-apaan sih mah? Masih lagi juga," protes Rael kemudian menarik kembali selimutnya untuk melanjutkan mimpinya.

"Enak aja. Mimpi apa kamu sampai senyum-senyum sendiri?" Alia menatap Rael dengan tatapan curiga sedangkan yang ditatap hanya nyengir kuda.

Berbeda dengan Mei, hari ini ia akan menemani sang ibu belanja. Sungguh, belanja adalah hal yang memuakkan bagi Mei. Dan kali ini, ibunya mengajaknya untuk belanja bulanan. Sudah dipastikan, ia hanya akan memainkan ponsel karena gabut menunggu.

"Kamu nanti bawain keranjangnya, kamu Ting ikutin mama dibelakang." Mei hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti, padahal ia sama sekali tak mendengar apa yang Amira katakan.

"Denger gak? Ini juga demi kebaikan kamu dimasa depan nanti kalo udah punya suami dan anak."

"Apaan sih mah. Masih kelas sebelas juga udah mikirin suami anak," gerutu Mei karena merasa tidak setuju dengan penuturan Amira yang blak-blakan.

¥¥¥

Mei menghempaskan tubuhnya di sofa, selama dua jam ia menemani Amira belanja. Ia mengira ibunya akan belanja banyak, tapi ternyata hanya membeli minyak dan beras. Untung ibu, coba tidak sudah dipastikan tewas. Terlebih lagi Mei yang harus mendorong troli belanja membuat lengannya pegal-pegal.

"Mei, jangan pergi-pergi ya! Papa mau ketemu sama klien." ucap Dava yang tiba-tiba datang ke ruang keluarga dengan kemeja hitam yang pas ditubuh kekar sang ayah.

"Hari minggu?"

"Cuma mau bicara untuk rapat besok. Inget, jangan pergi. Gak ada yang nemenin mama," Mei hanya mengangguk, kemudian beralih menyalakan televisi untuk mencari konten yang menarik perhatiannya.

Berbeda dengan Dava yang saat ini sudah berada didalam mobil. Baru kali ini ia akan bertemu klien diluar jam kerja. Beruntunglah karena hari ini ia tak memiliki kesibukan, jadi bisa pergi. Dava melajukan mobilnya membelah kota Jakarta yang sangat padat, keramaian yang menyebabkan kemacetan sudah dianggap wajar. Bagaimana tidak, kota metropolitan yang dikelilingi gedung-gedung menjulang tinggi dengan berbagai kendaraan beroda dua sampai roda empat yang berlalu lalang dijalan raya memenuhi kepadatan. Tapi, Jakarta sudah termasuk kota yang maju. Hanya saja semua gedung-gedung yang ada dengan kurangnya pohon meninggalkan polusi.

Gelap(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang