12. "Say it, please."

106 15 7
                                    

Disinilah Shiya sekarang. Gadis itu tengah memasang wajah datar dengan kedua tangan menyilang di dada. Ia duduk di pos depan sekolah, di gerbang tepatnya sembari menunggu Jeno yang pergi entah kemana. Masih jelas sekali di bayangannya bagaimana Jeno menarik tangannya tadi dan menyuruh dirinya untuk menunggu.

Sekitar 10 menit, Shiya semakin menautkan kedua alisnya begitu melihat Jeno datang dengan kedua tangannya memegang kemudi sepeda. Remaja tampan yang merupakan teman SDnya itu tersenyum bodoh di mata Shiya. Senyum yang tak berubah bahkan setelah 8 tahun berlalu.

"Buat apa sepeda?"

"Ride it with you of course."

"With me?"

"Iya, sama kamu naik sepeda ini."

"Are you crazy?"

"Bawel nya kamu gak berubah ya dari dulu, tetep aja ternyata."

"Heh maksud kamu apa!?"

"Gapapa, udah ayo naik, pegel ini tangan aku megangin sepedanya."

Shiya melangkah cepat dengan kaki yang sedikit ia hentakkan kala mendekat pada Jeno. Ia lantas sedikit mencubit lengan kanan anak sulung Suho Danadyaksa itu tanpa segan.

"Auw auw, apasih yatuhan sakit tau!"

"Ya lagian kamu punya otak gak dipake. Ini tuh sepeda cowok, logika aja ya, aku duduk dimananya bego!?"

Melihat Shiya mengomel seperti tadi, Jeno justru tersenyum menanggapi. Wajah lucu gadis itu membuat atensi Jeno sepenuhnya teralihkan. Bagaimana Shiya mengoceh, menunjuk dirinya dan mengatainya, serta bagaimana angin mempermainkan rambut Shiya yang tergerai bebas. Rambut Shiya hitam legam, membuat kulit putihnya semakin jelas di mata Jeno. Dan lagi, meskipun berdarah asli Indonesia, mata coklat Shiya tampak begitu jelas dibawah cahaya mentari.

Satu hal, gadis itu sempurna dengan caranya sendiri di mata Jeno.

[Now playing : Al Ghazali ft. Chelsea - Kesayanganku]

Jeno pun memegang alih sepeda dengan hanya menggunakan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya, ia gunakan untuk menarik lengan kiri Shiya membuat gadis itu tersentak dan menjadi sangat dekat dengannya sekarang. Tak ada jarak lagi antara Shiya dan Jeno. Wajah mereka begitu dekat dengan Shiya yang tampak terkejut bukan main. Tak ada satupun dari mereka yang bersuara selama beberapa saat. Menikmati bagaimana waktu memberikan celah bagi mereka untuk sekedar melepas rindu tak beralasan selama beberapa tahun.

"J-jen.."

Jeno justru semakin mendekat pada wajah Shiya. Menatap wajah gadis itu lekat tanpa berkedip, "Biarin kayak gini dulu, Ya. I miss you so much."

Bohong jika Shiya menolak. Gadis itu jelas juga begitu menunggu saat dimana semesta memberikan kesempatan itu. Kesempatan dimana mereka diberikan waktu untuk saling tatap dengan tatapan yang sama seperti dulu. Tatapan polos yang sempat mereka kenal dan tak lekang dimakan waktu.

Saling tatap begitu, Jeno dan Shiya seolah dilempar pada masa lalu mereka selama beberapa saat. Wajah Shiya kecil, wajah Jeno kecil, serta keangkuhan yang selalu saja menyertai keduanya. Semuanya masih sama.

Beralih dari lengan Shiya, tangan kanan Jeno membelai lembut wajah sang gadis. Ditepikan olehnya helaian rambut yang tampak menghalangi wajah cantik Shiya karena angin. Entah bagaimana Shiya justru menikmati belaian lembut dari Jeno pada wajahnya. Membuatnya tersadar, bahwa mereka bukan lagi Jeno dan Shiya kecil. Iya, Shiya sadar, saat ini mereka dalam versi yang berbeda.

DIPELUK WAKTU // NCT x (G)IDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang