6

133 6 0
                                    

Emir POV

Oke, tugas kali ini aku harus satu tim bersama dengan...ugh, siapa namanya tadi? Qitella? Qi.... Oh, ya, Qilla! Kuberitahu kalian semua, sekolahku memang mengharuskan setiap siswanya untuk mengerjakan tugas akhir semester dengan siswa yang berbeda kelas. Entah itu laki-laki atau perempuan sebagai pasangan dalam satu timnya.

"Mir!" Panggilan dari seseorang itu membuat lamunanku kabur.

"Whut?" Aku membalikan badan ke belakang dan meninggikan sebelah alisku.

"Ada ajakan untuk bertanding bola dari kelas 11 Mia 4, kelasnya Rendy. Kebetulan jugakan setelah ini kelas kita ada pelajaran olahraga," Tutur Martin sang seksi olahraga kelasku.

"Oh, oke, persiapkan tenaga ekstramu untuk menyerang dengan sportif dan jangan lupa beritahu yang lain!" Martin hanya mengangguk sebelum pergi dari bangkunya ke arah pojok ruangan kelas yang didominasi dengan gerombolan laki-laki kelasku.

Karena sedari tadi guru seni tidak masuk ke kelasku dan beberapa menit lagi sudah bel untuk pelajaran selanjutnya, jadi kuputuskan untuk pergi ke arah loker untuk mengammbil baju olahraga lalu setelahnya berganti pakaian di ruang ganti khusus siswa. Setelah menaruh seragam putih abuku ke dalam loker aku memutuskan untuk berjalan ke ruang olahraga. Hanya ada beberapa siswa dan siswi yang sedang duduk di pinggir lapangan. Perlu kujelaskan bahwa sekolahku memiliki 6 ruangan khusus, diantaranya adalah ruangan olahraga yang sedang kami pakai untuk pelajaran olahraga, digedung ini terbagi menjadi beberapa lapangan, ruang kedua yaitu ruang seni, selanjutnya ada ruang musik, lab fisika, lab kimia, dan lab biologi yang ketiga lab itu berada dilantai atas. Huh, aku sampai lupa jika aku sedang berdiri mendengarkan penjelasan dari Pak Alif, guru olahraga kelasku. Saat ini Pak Alif sedang menginstruksikan tentang caranya untuk bermain bola basket. Satu persatu nama kami dipanggil olehnya dan sekarang giliranku. Setelah mendribble beberapa kali, akhirnya aku memutuskan untuk melakukan shooting ke arah ring basket. Setelah kami semua selesai melakukan permainan basket Pak Alif membolehkan kami beristirahat. Seperti janjiku kepada Martin, kami akan melakukan tanding bola dengan kelas 11 Mia 4.

"Mir, oper bolanya ke arahku!" pinta salah satu teman satu timku.

Aku menendang bola yang sekarang berada dikakiku, sayangnya bola itu malah mengenai seorang perempuan yang berdiri diarah kursi penonton, dan dia sekarang tengah tergeletak tak sadarkan diri!

"Lanjutkan permainannya! Aku kesana dulu!" aku segera berlari ke arah gadis itu.

Oh, oke, gadis itu tengah ditonton oleh siwa siswi sekolahku. Aku menembus kerumunan itu dan langsung menggendongnya menuju uks. Selama aku tadi menggendongnya berpasang-pasang mata melihat kami. Ada tatapan iri, kagum, dan sebagainya. Kalian harus tahu tentang ini! Aku dinyatakan sebagai 'Prince charming' sekolah ini. Aku membaringkan gadis ini diatas matras uks, setelah sampai diuks. Lalu, mengambil minyak kayu putih dan mendekatkannya dibawah hidung gadis ini. 'Cantik!' Hush! Apa-apaan kau ini, Mir!

"Uhm..." perlahan sepasang matanya terbuka dan ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling lalu memandangku penuh tanya.

"Uh, maaf tadi aku tak sengaja mengarahkan bola ke kepalamu," jujur, aku merasa bersalah.

"Hah? Oh, oke, tak apa. Lagi pula aku tidak luka," senyumnya mengiringi setelah berucap tadi.

"Kau bilang kau tidak apa-apa? Kau tahu, kau tadi pingsan!" aku tak habis pikir bagaimana gadis ini bilang kalau dia tidak apa-apa.

"Oh, ya..." sepertinya ia sedang berpikir.

"Ehm?" aku menautkan alisku.

"Oh, ya, apa kau Emir? Emir Mahira? Sebelumnya terimakasih atas bantuanmu yang mengantarkanku ke uks," jangan bilang kalau dia..... Qilla!

"Ya, aku Emir! Apa kau tak tahu aku?" bukankah aku prince charming sekolah? Mengapa masih ada siswi yang tak tahu aku?

Ia hanya menggeleng lemah, "Maaf aku tak tahu, oh ya, aku Qilla, kita akan menjadi satu kelompok nanti!" sudah kuduga.

"Jangan banyak bergerak! Kau belum pulih benar, wajahmu masih pucat," kepanikanku meninggi setelah Qilla mengubah posisi tidurnya.

"Kau ini! Aku sudah bilang jangan banyak bergerak!" aku membantunya untuk mengubah posisi tidur kembali menjadi posisi duduk, ia hanya tertawa meringis.

"Aku hanya ingin kembali ke kelasku saja," ia memainkan jari-jari lentiknya.

"Oh, ayo aku antar, aku tak mau kau tiba-tiba pingsan lagi dan tak ada yang membawamu ke uks sepertiku," aku membantunya untuk berdiri.

Aku memapahnya berjalan dari samping kirinya. Oke, kelas 11 berada di lantai 2.

Sesampainya didepan pintu kelasnya, aku melepaskan tanganku terhadap lengannya, "Makasih, Mir! See ya!" aku hanya mengangguk sambil tersenyum kecil lalu kembali ke arah ruang ganti.

UnbreakableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang