Qilla POV
"Dia emang orangnya gitu, Qil. Kalo kita belum deket sama dia, ya dia cuek gitu. Tapi kalo udah deket asik kok anaknya." Monica jelasin sifatnya dia ke gue. Abis gue bingung sama anak itu, nanti cuek, nanti care. Iya, anak itu Emir.
Gue sama Emir udah hampir dua minggu satu kelas plus satu meja bareng. Ya sifatnya kayak gitu. Gue aja bingung, apalagi kalian yang baca, ye ga? Jadi dari kejadian pas di Forest Café itu Emir tetep aja berubah-ubah. Oh ya, ternyata temennya Emir juga ada yang gue kenal, malah dari sd.
"Heh, lo jangan bengong mikirin Emir napa! Nih, ada gue didepan lo juga. Jangan bilang lo su-"
"No! Big no! Otak lo geser ya?" potong gue sebelum Mon selesai kelarin kalimatnya.
"Oh ya? Kalo lo sampe suka sama Emir, lo harus traktir gue es krim ya!" lagian emangnya gue bisa suka sama orang cuek gitu? Huh, i never would to loving him.
"Ouch, i never fall in love with him. Okay?" gue menghembuskan nafas.
"Are you sure, dude? I think someday you will fall in love with him, ye ga Do, Sha?" disini juga -kantin- ada Aldo sama Marsha. Aldo sama Marsha itu temen SD gue dan temen SMPnya Emir. Dunia sempit ternyata.
"Yes, double yes, triple yes with Mon," Marsha mulai alay.
"Iya tuh, Qil. Hati-hati lo sama Emir. Diem-diem dia menghanyutkan. Nanti kalo sampe jadian gitu jajanin kita ya!" oh, man.
"Never, never, and never in forever." gue mulai makan roti yang dari tadi terbengkalai gara-gara mereka bertiga.
"Kita liat aja, ya ga, Mon, Do?" Marsha sok ngajak cheers sama Aldo plus Mon.
"Yo man!" dan dengan ketidak asiknya mereka sok cheers ria dihadapan gue.
"Whatever." lagian mana mungkin gue suka sama Emir. Kalo gue sempet bilang dia ganteng ya emang itu fak- oh apa ini? Kalo bilang dia ganteng emangnya itu menandakan gue suka sama dia? Engga kan? Jadi sah aja kalo gue bilang fisiknya menarik.
Gue jelasin deh dia kayak gimana. Emir Mahira Salim. Postur tubuh tinggi, kulit lebih putih dari cowok kebanyakan, kalo gue bilang sih dia kurus gitu, idungnya...manchay hahah, rambut sering diberantakin kayak ga punya sisir, baju seragam sedikit berantakan, bawa tas cuma disatu bahu aja, kancing baju seragam kedua dari atas sering dibuka dan memperlihatkan kaos putih polosnya, dan tingginya gue di dia itu sampe pertengahan telinganya. Enak kayaknya kalo dipeluk dia. Eh.
"Tuh kan, lo bengong. Pasti mikirin..." penuturan Aldo yang setengah membuyarkan lamunan gue.
"EMIR!" Aldo ngelanjutin penuturannya bareng Mon sama Marsha.
"I don't care." ucap gue tak acuh.
"Eh, pulang sekolah kita hang out yo!" gue yang lagi minum jus jeruk langsung nengok ke arah Marsha.
"Boleh tuh, gue ikut deh." Mon langsung nyetujuin dan dibarengin sama anggukannya Aldo.
"Lo gimana Qil? Mau ga?" Marsha nanya ke gue sambil minum es teh manisnya.
"Ikut deh, ikut."
"Oke, nanti kita ketemu didepan koridor aja."
Emir POV
Banyak banget deh ini materi buat makalah akhir semester. Mana kemaren gue sama Qilla belum ngerjain. Matilah.
"Qil!" gue manggil Qilla yang lagi asik nyalin rumus fisika di papan tulis.
"Hmm?" gila nih anak, serius banget.
"Pulang sekolah kita kerjain tugas." gue menyesapkan setiap penekanan disetiap kata yang gue ucap tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbreakable
FanfictionGue dan lo ga bakal terpisah. Meskipun lo dengan yang lain. Meskipun lo udah ga ingin perasaan itu hadir lagi. Tapi itu semua percuma! Gue tau lo masih memendam rasa itu dan gue harap lo kembali bersama gue menjadi satu-satunya untuk selamanya.