Arya menarik nafas dalam dalam, berjalan menyusuri lorong koridor sekolah dengan hati patah sepatah patahnya. Langkah kakinya sangat lemas, bahkan dia berjalan dengan tatapan kosong yang sangat di artikan bahwa dia sangat kecewa.
Orang orang di sekitarnya sesekali menyambutnya sebagai ketua osis dan memberikan senyuman indah seperti biasanya, namun Arya tidak memperdulikannya. Baru kali ini Arya bersikap dingin, biasanya Arya adalah orang yang paling humble dan friendly pada siapapun. Setelah mendengarkan insiden yang terjadi di kantin dari bambang teman sebangkunya yang membuat hatinya terasa gusar.
Arya berjalan menuruni anak tangga untuk pergi ke lapang utama, berencana duduk di tepian kursi lapang dan menghirup udara segar sambil menenangkan hatinya karena menurutnya hal itu akan membuatnya sedikit lebih tenang juga bisa melupakan Ayu dalam pikirannya.
Baju seragamnya masih setia rapih di kenakan di tubuh tingginya, tapi tidak dengan wajahnya yang terlihat murung tak seperti biasanya. Arya duduk di tepian lapang utama dengan helaan nafas yang terus saja terdengar di telinganya sendiri.
Brugg
"Maaf.." Suara lembut itu terhiasi lebih indah ketika Arya menatap seorang gadis cantik yang mengikat rambutnya dengan balutan baju basket. Vivina tersenyum ke arah Arya sambil masih memeluk bola berwarna orange kesayangannya setelah ia berhasil kembali menangkapnya setelah bola itu terlempar tak tentu arah. Vivina tak sengaja melempar bola bundar itu ke arah Arya dan membuat Arya buyar dalam lamunannya.
Arya mengangguk pelan dan kembali menghela nafas. Bahkan gadis secantik Vivina pun sama sekali tak membuahkan hiburan untuk ketua osis tampan itu. Vivina kembali tersenyum dan berbalik pergi melanjutkan permainan basketnya dengan penuh emosi siang itu.
Dari jauh tubuh Vivina terlihat begitu indah, tinggi dan di balut berat badan yang pas membuat lekuk tubuhnya terlihat lebih menarik. Rambutnya yang sengaja di ikat dan wajahnya yang fokus memasukan bola basket ke dalam ring dengan hati marah membuatnya terlihat lebih manis dan lucu.
"kalo main basket harus emosi gitu ya?"
Arya berada di samping Vivina dengan tangan yang terlihat masuk ke dalam saku celana seragamnya. Vivina menoleh dengan keringat yang masih bercucuran dan membuat wajahnya sedikit lagi akan beradu dengan ketua osis itu jika dia sedikit lebih maju. Vivina memundurkan langkahnya dan melemparkan bola basketnya dengan asal dan duduk dengan sengaja di tengah tengah lapangan utama basket kala itu.
Arya tersenyum dan ikut duduk di samping gadis cantik itu, mereka berdua duduk saling bersampingan membuat vivina menoleh ke arah Arya.
"Ngapain ketua osis panas panasan disini?"
"ga boleh?"
"boleh sih, tapi bukannya biasanya ada di perpus ya?"
Arya tersenyum sambil menundukan kepalanya, lengannya masih setia melingkar di kakinya panjangnya yang ia tekuk.
"ternyata asik juga ya panas panasan gini.." Jawabnya mengalihkan pembicaraan.
"jadi malu nih sama ketos yang nongkrongnya di tempat ber AC.."
"bisa aja"
"pasti lebih enak di perpus dong, sejuk" Vivina menampilkan gigi putihnya dengan manis.
"cuman badan aja yang jadi sejuk, hati gue engga.."
Arya melirik Vivina dan tersenyum kecil, emosi Vivina perlahan memudar ketika seseorang sudah sedikit membuatnya merasa tidak sendirian. "bisa bucin juga ya anak pinter.." ujar vivina sambil mengipas ngipaskan lengannya ke arah lehernya karena sedikit terasa panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksa, Ayu & Arya
Novela JuvenilBayangin kalo kalian jadi pemeran utamanya! Mana yang bakal kalian pilih? Namanya Aksa pradipa 1. Nakal dan berantakan 2. Bintang dan juaranya baku hantam di sekolah. 3. Semua anak sekolah takut sama Aksa, bukan cuman karena jago baku hantam tapi...