[3] Hari untuk Acha

117 7 0
                                    

Pagi ini ada sesuatu yang mengganjal hati dan pikiran ku
Tentang semua yang tidak aku ketahui
Entahlah, kenapa dia berbicara seperti itu
Aku jadi tidak bisa berhenti memikirkannya
Aku seperti mencari jalan keluar dari sebuah masalah yang sama sekali tidak aku mengerti

"Sudahlah" pikirku.

"Teka-teki kakak akan ku lanjutkan nanti saja. Sekarang waktunya sarapan, aku tidak bisa berpikir dengan perut ku yang keroncongan," begitu saja ucap ku pada diriku sendiri sambil pergi ke dalam rumah menuju dapur.

Disana ku lihat ada seorang bidadari cantik sedang memasak masakannya. Oh ia, kenapa hanya ada seorang bidadari cantik saja. Kemana kakak ku yang pendiam dan humoris itu.

"Selamat pagi ibuku yang cantik" sapa ku pada ibu.

"Pagi juga sayang, kamu mau sarapan?" Ibu bertanya padaku dengan senyumannya yang sumbringah.

"Ibu, masak apa Bu? Mau aku bantu? Tapi jika nanti masakannya ada yang kurang dan nanti ayah atau kakak mengomentari masakannya, ibu yang tanggung jawab ya, hehe" Usilku pada ibu.

Aku memang tidak pandai memasak, namun bukan berarti aku tidak bisa. Aku hanya bisa memasak untukku sendiri. Karena jika untuk diberikan kepada orang lain, aku tidakk jamin rasanya akan seperti apa.

"Oh ia, Kak Kerta kemana Bu? Kok ga keliatan?" tanyaku pada ibu sambil membantu memasuki bumbu-bumbu ke dalam masakannya.

"Kamu seperti tidak tau bagaimana kakak mu yang satu itu, coba saja kalau kamu bisa ajak dia keluar kamar dan mengajaknya sarapan pagi bersama kita" Ucap ibu yang tidak tahu sedang meremehkan atau malah menantangku.

"Ih! ibu, siapa berani. Eh, maksudnya siapa takut? Lihat aja ya, kalau Puput berhasil mengajak kak Kerta keluar kamar, akan ku kelitiki ibu sampai..." Ucapan ku terpotong saat melihat tatapan ibu seperti sedang mengancam.

"Sampai apa? Kamu berani pada Ibu mu ini? Hmmm?" Tanya tegas ibu.

Sambil menelan ludah "Ya... mana mungkin aku berani, ibu kan Ratu di rumah ini, hehe. Nanti aku kena semprot ayah yang agak bawel itu"
Jawabku nyengir memperlihatkan gigi yang seputih iklan pasta gigi di televisi.

"Ya sudah, tunjukkan pada ibumu ini" kata
Ibu menantangku dengan tegas. Tangannya menggibas hendak mengusirku dari dapur.

Saat itu juga aku langsung berbalik arah menuju kamarnya kak Kerta, biasanya aku jarang melakukan hal ini, tapi karena ini tantangan dari ibu, aku tidak mungkin menolaknya.

Sambil komat-kamit dalam hati, aku berharap kak Kerta mau keluar kamar.

"Kreeeek"

Dengan perlahan pintu kamar kakak aku buka, tapi nyatanya, tetap saja menyisakan bunyi.

Tak banyak yang ku pikirkan, aku langsung saja memberikan sambutan pagi.

"Selamat pagi kakak kuh tersaaaa..." Aku mengedarkan pandanganku pada seluruh sisi ruangan kamar kakak.

"Loh kakak mana? Kok gak ada" kata ku heran, dari titik aku berdiri, tepatnya di lawang pintu kamar. Masih belum juga ku temukan dia.

Sampai suara menyahut di pojok kamar dekat jendela yang menghadap keluar taman.

"Pagi Put, ada yang bisa kakak bantu?" Dari arah suaranya, terlihat jelas Kak Kerta yang sedang terduduk diam membaca buku, sebuah buku yang sama sekali tidak kelihatan  judulnya.

"Emm" belum sempat di jawab. Kakak langsung menasehati ku.

"Dek, kalau mau ke kamar orang, baik itu saudara kamu sendiri atau orang lain, usahakan ketuk pintu dulu, kalau udah diizinkan masuk, kamu baru boleh masuk, paham?" Kata kakak memberikan penegasan. Belum apa-apa, kak Kerta sudah mengomel. Apalagi jika aku meminta dia untuk sarapan bersama.

Story' Of AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang