[18] Membaca yang Terdengar

54 2 0
                                    

Ada yang tidak bisa kita pahami namun orang lain mengerti
Ada yang tidak bisa kita dengar namun orang lain ketahui
Ada yang tidak bisa kita lihat namun orang lain membacanya
Ada yang tidak bisa kita rasa namun orang lain merasakannya
Semua hal itu bukan masalah kepekaan, bukan masalah ketidaktahuan, bukan pula masalah kebodohan.
Setiap orang memiliki caranya tersendiri dalam memaknai setiap deretan kehidupan

Bandung, 14 April 2020
Angkasa

Yang aku ingat, aku baru seharian di rumah sakit. Rasanya sungguh membosankan, melihat dinding-dinding yang putih, pakaian dokter dan suster yang serba memutih sampai semua peralatan yang ada di ruangan ini pun mengikuti warna yang senada.

Dan aku, yang hanya bisa diam, makan dan melakukan semua aktivitas di atas kasur tanpa banyak melakukan pergerakan. Sesekali dokter dan suster datang untuk mengecek keadaan ku.

Aku mengambil napas panjang lelah. Ini sudah pukul delapan malam lebih empat puluh lima menit. Dan tak ada yang berbeda semenjak tadi sore, sepertinya semuanya sudah lelah karena bergantian menjaga ku.

Di ruang rawat ini hanya ada kak Kerta yang sedang menulis sesuatu di sofa dekat jendela, ntah lah. Mungkin kakak akan menerbitkan buku barunya. Dan juga ada ibu yang sedang membereskan baju salin ku di lemari. Aku heran, baju yang ibu ambil sebanyak itu. "Apa aku akan lama ada disini?"

"Hey!"

Seseorang mengagetkan ku dari samping. Tak pernah salah lagi itu adalah kak Elang. "Kok diem aja? Biasanya cerewet. Bosen ya" Ucapnya jelas seperti tahu saja apa yang ada dipikiran ku.

"Puput mau pulang kak. Besok Puput udah boleh pulang kan?" Rengek ku memaksa.

"Boleh dong" jawab kak Elang tanpa ragu.

"Seriusan kak?" Aku memang sudah menduganya jika ini akan cepat berakhir

"Elaaaaang" tegur ibu menekan dengan tatapannya yang tajam.

"Ya serius dong, kamu boleh pulang, kalau dokter nya udah boleh nyuruh pulang, kalau kamu udah sepenuhnya sehat, udah fresh lagi, udah bisa bawel lagi" jawab kakak memutarbalikkan sebuah pernyataan.

Hal itu justru menambah kekesalan "Its Kaka!"

"Bener kan, bu?" Jelas kak Elang pada ibu.

"Apa yang dibilang kakak kamu itu memang sayang, makanya kamu cepet-cepet pulih, biar kita semua bisa kumpul lagi deh di rumah"
Jawab ibu tersenyum lebar menyetujui pernyataannya kak Elang.

"Nah, sekarang waktunya tuan putri minum obat dulu. Tuh liat sekarang udah jam berapa?"

Aku hanya menatap kakak kesal, tidak mau merespon apa-apa yang dikatakannya. Termasuk disaat dia menyuruh ku meminum obat.

"Katanya mau pulang, kalau minum obat aja masih susah, itu artinya kamu harus mau lebih lama lagi ada disini" kata kakak seperti menakut-nakuti ku agar aku mau menurut.

"Perkataan kakak memang benar, aku ga bisa pulang lebih cepat jika aku masih susah minum obat. Bagaimana pun aku harus tetap memaksakannya, agar semua bisa cepat terlewatkan" batin ku mulai menyerah pada keadaan.

"Iyah oke, kakak kuh yang bawel" Aku tersenyum paksa padanya tanda bahwa aku mau menuruti apa katanya.

"Ya sudah, kakak bantuin. Tangan kamu kan masih sakit"

Setelah selesai meminum banyak obat yang terdiri dari beberapa jenis dan bentuk yang berbeda, namun efek samping yang ditimbulkan dari obat tersebut belum bereaksi apa-apa. Aku masih membuka mata ku dengan lebar.

Story' Of AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang