[14] Yang Tak Terlihat Bukan Berarti Tak Berwujud

46 4 0
                                    

Kau cukup indah sebelum aku pandang
Kau cukup bisa dipahami sebelum di mengerti
Kau cukup besar sebelum di ukur
Kau cukup meyakinkan sebelum dipertanyakan
Kau cukup melebihi segala sesuatu yang terlampaui
Terimakasih, telah menjadi pengganti dari segala yang terjadi

Bandung, 8 April 2020
ANGKASA

Kami benar-benar memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan pulang, berharap hujan cepat reda dan kita bisa cepat sampai tujuan.

Di pertengahan jalan "Kruukk.. kruukk.."

"Suara apa Cha?"

Ini sungguh memalukan, aku memang termasuk orang yang tidak bisa menyembunyikan rasa lapar. Berhubung sedari pagi belum ada sedikitpun asupan makanan yang aku makan. Alhasil sekarang dia meronta-ronta untuk di isi seperti tak ada lagi toleransi. Ditambah sejak tadi pagi aku sudah banyak gerak gerik dan lari-lari bersama si Jalu, itu cukup menguras otot dan pikiranku, kemudian sekarang kami harus basah kuyup kebasahan.

"Kakek.. Puput laper" Aku hanya bisa lirih dalam hati.

Cakra "kok muka kamu pucet banget si Cha. Kamu kedinginan ya?" Ujar Cakra khawatir.

"Gapapa kok, aku cuman laper aja" aku berkata jujur karena ini satu-satunya jalan agar dia bisa sedikit mengerti posisi ku.

"Kamu laper? Tadi emang belum sarapan?"

"Tadi pagi kan aku langsung bantuin kakek di peternakan, terus"

"Ya udah, aku pergi bentar" gegas Cakra mengambil sebuah keputusan.

"Ih ih ngapain?"

"Katanya laper. Aku mau cari makanan dulu Cha bentar, mungkin ada yang bisa dimakan."

"Ga usah, kita pulang aja sekarang, yuk!"

"Gak bisa Cha, ini masalah serius, kamu bisa sakit kalau ga makan, lagian masih agak jauh juga perjalanannya." Wajah Cakra bertambah cemas diselingi butiran-butiran hujan yang membasahi rambutnya. "Sekarang pokoknya kamu neduh dulu" sembari mengedarkan pandangannya "disana aja tuh Cha, di bawah pohon itu, kamu neduh dulu sambil nunggu aku cari makanan sebentar. Yah?"

"Ta.. tap**"

"Jangan bantah, aku bakal naik kuda aku selama nyari makanan, sementara itu kamu sama si Jalu disini. Jangan berniat dinaiki atau menyusul. Dan jangan kemana-mana!" Perintah Cakra yang terus memberikan amanat agar aku mau menuruti apa yang diinginkannya.

Belum sempat aku menjawab atau mengucapkan sesuatu agar dia bisa berhati-hati, dia lebih dulu pergi sambil mengikatkan tali kekang si Jalu di bawah pohon.

Aku menghembuskan napas pelan, berharap Cakra bisa baik-baik saja. Dan aku bisa bertahan lebih lama menunggunya.

Aku mulai meneduh, berharap dia pulang membawa sesuatu yang bisa kita makan.

Dua menit berlalu, dia pun belum kunjung datang. Hutan ini sepertinya semakin gelap saja. Aku hanya bisa duduk terdiam memperhatikan si Jalu yang gagah dan tampannya mengingatkan ku pada ayah. Eh kok ayah.

Aku tidak tahu apa yang terjadi jika ibu, ayah dan kakak tahu soal kejadian ku di hari ini, si Jalu hampir saja membuatku tiada. Kalau saja ayah tahu, mungkin ayah akan memecat si Jalu dari kuda keluarga semesta.

"Ya ampun" kekosongan di perutku membuat aku mengkhayal tak karuan. Hal ini disebabkan Cakra yang belum juga kembali. Dia jadi harus meninggalkan aku sendirian di hutan belantara dalam keadaan hujan.

Sesekali aku pun melihat keadaan di sekeliling ku, berharap aku tidak menemukan sesuatu yang aneh. Seperti harimau misalnya, burung hantu, atau hantu beneran.

Story' Of AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang