[13] Yang Hilang kan Berganti

63 5 3
                                    

Selalu ada waktu untuk merasakan kehilangan
Selalu ada tempat untuk merasakan kekecewaan
Selalu ada ruang untuk merasakan kesedihan
Selalu dan akan tetap seperti itu
Sampai waktunya ada
Tiba dengan tak sengaja di temui atau kita sendiri yang menghampiri

Bandung, 4 April 2020
Angkasa

Masih di belantara hutan, dengan seorang pria mirip kak Kerta ditemani kuda ayah dan kuda nya.

"Permisi? Kamu baik?" Tanya Pria itu mengangkat satu alisnya.

Pertanyaan dia hanya di anggukki saja oleh ku.

"Kamu masih kaget ya?" Ucap dia sedikit menahan tawa. Aku hanya membalasnya tersenyum tipis.

"Jadi mau turun? Atau tetap disitu?" Tawar nya sekali lagi.

"turun" ujar ku pelan masih sedikit menegang.

Dia masih mengulurkan tangannya untuk membantuku turun dari kuda. Dan kali ini aku tidak mungkin menolaknya. Disaat aku sendiri masih takut dan gugup. Aku benar-benar lupa bagaimana cara turun.

Akhirnya ini kali pertama aku menerima bantuan dari seorang pria yang statusnya sama sekali bukan dari anggota keluarga.

"Yap! Seperti itu" Dia berhasil membantu aku turun.

"Makasih" ungkap ku canggung tanpa melihat sedikitpun sorotan matanya.

"Untuk?" Tanya pria itu heran.

"Untuk... membantu ku turun, membantu menghentikan kudanya juga" kata ku sedikit menekan mencari-cari sebuah alasan.

"Udahlah. Aku kan bilang, jika aku hanya perantara saja"

"Tapi beneran, aku gatau kalau ga ada kamu, mungkin kalau ga ada yang bantu aku secara tepat waktu, mungkin sekarang aku udaaah..." sekarang aku malah berkata secara panjang lebar, ntah apa mulut ini sepertinya ingin nyerocos begitu saja tanpa rem.

"Udah, udah. Jangan di bahas lagi. Oke? Aku gamau bikin kamu teringat-ingat lagi cuman gara-gara mau ngucapin terimakasih." Lagi-lagi dia tersenyum tipis dengan lagaknya yang begitu tenang.

Aku lagi-lagi mengambil napas lebih dalam, dan sepertinya kata-katanya memang benar. Aku tak usah mengingat-mengingatnya lagi.

"Tapi, ngomong-ngomong. Kok bisa kamu bisa tau aku mau masuk ke hutan tadi?" Jujur, semuanya masih membuat aku bingung, tentang kehadirannya secara tiba-tiba.

"Kamu, emangnya lebih ingin tau jawaban semua itu daripada kamu ingin pulang? Kasian tau, paman Sem, pasti udah khawatir banget sama kamu" katanya mengingatkan ku. Namun setelah dia mengatakan nama kakek, dia justru membuat pertanyaan ku lebih banyak dari sebelumnya.

"Oh Iyah, kakek." Aku mendongak mencemaskan kakek juga, dia pasti sangat khawatir karena aku belum pulang "Tapi beneran aku mau tau juga" masih rengek ku padanya.

"Ya udah, oke! Tapi kita harus cepat-cepat keluar dulu dari sini. Ini masih hutan asri, kamu juga gamau kan kita menemukan yang aneh-aneh disekitar sini?"

Aku menatap tajam saat dia mengatakan soal hal aneh yang masih abstrak di pikiranku itu, "Apa? Aneh? Apanya yang aneh?" Tanya ku mulai panik.

"Em em, enggak enggak. Ga ada apa-apa kok"

"Hmm... Iyah yah, lalu caranya kita bisa pulang? Jangan sampe kamu nyuruh aku buat naik si Jalu lagi?" Jangankan untuk menunggangi nya, menatap matanya saja aku takut. Dia lebih seperti maut yang yang akan menjemput ketimbang seekor kuda yang akan mengantarkan ku pulang.

Story' Of AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang