[31] luka

20 0 0
                                    

"Luka ini terus ada selama aku mampu untuk mengingatnya"

Angkasa🌻

Seseorang sedang mengelus-elus pipiku dengan lembut "Put? Putri... bangun yuk... makan dulu"

Karena ada suara seseorang yang terdengar di telingaku, akupun terbangun tak sengaja. Saat ku kira itu kak Kerta. Tapi nyatanya ia adalah Putra yang masih menjaga ku.

"Maaf ya aku bangunin, tapi ini waktunya kamu minum obat" Putra meminta maaf tanda takut menganggu ku yang sedang istirahat.

"Hmm? Iya... ini jam berapa?" Tanyaku masih lemas.

"Jam dua siang... kamu lama banget tidurnya. Pasti Kamu capek banget ya?"

Aku juga tidak tahu kenapa, karena setahuku aku tidak melakukan apapun sedari tadi. Yang sedikit aku ingat setelah selesai sarapan pagi tadi, aku kembali kambuh sampai mengeluarkan banyak darah.

"Kakak sama ayah?" Tanyaku menanyakan kehadiran mereka lagi pada Putra.

"Kakak sama ayah kamu belum pulang, mungkin lagi di jalan"

Pasti mereka semua masih sibuk mencari donor untukku. Aku jadi merasa bersalah, karena di hari libur pun aku jadi tidak bisa bertemu mereka.

"Mau cari apa Put?" Tanya Putra saat tanganku meraba-raba di atas meja.

"Cermin Puput mana?"

"Buat apa cermin?"

Untuk apa guna cermin selain untuk berkaca. Dia selalu menanyakan hal yang sudah tahu apa jawabannya.

"Ya Puput mau liat wajah Puput" jawabku berhasil mengambil cermin tersebut, namun Putra menahannya sebelum aku melihat wajahku sendiri di kaca.

"Ets... jangan dulu" tahan ia terlihat sedang mengkhawatirkan sesuatu.

"Loh kenapa? Bentar aja" desakku memaksa.

"Kamu makan dulu Put" balas Putra membulatkan matanya.

Akhirnya kita saling berebut cermin tanpa ada salah satu yang mengalah.

"Putri? Lepas ga?!" Seru Putra menarik lebih kuat.

"Putra? Ngalah ga?" Ujarku meniru ucapannya.

Dan sampai saatnya, kaca itu tidak aku dapatkan dan juga tidak dia dapatkan. Cermin itu lepas dan terjatuh.

"Preeekk" Pecah.

"Kamu kenapa si Ra? Aku kan cuman pinjam bentar. Kok ga boleh, cerminnya sekarang jadi pecah kan" keluhku kecewa.

"Maaf yah... nanti aku beresin serpihan kaca nya. Kamu masih mau nurut sama aku, kan?"

Karena hanya masalah cermin, aku dengannya menjadi berdebat. Terlanjur kesal karena ulahnya, aku membuang muka dan tak ingin bicara apapun padanya.

"Put? Kamu marah? Kan aku udah minta maaf"

"Putri? Jangan ngambekan gitu dong" kata ia masih berusaha membujukku.

Namun aku tetap tidak ingin menjawab pertanyaannya.

"Kalau kamu kayak gini terus, ayah sama kakak kamu bakal sedih banget loh"

Mendengar hal itu, hatiku jadi luluh dan beralih menoleh kearah nya.

"Makan dulu ya? Udah siang"

"Ya udah Iyah... tapi aku maunya makan di taman"

"Hmm. Oke deh, asal jangan ngambek lagi" Jawab Putra membuat aku tersenyum senang.

"Jadi? Aku udah di maafin?" Tanya Putra.

Story' Of AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang