[5] Hitam dan Menghilang

59 4 0
                                    

Aku tak pernah berharap mimpi buruk datang dengan atau tanpa alasan.
Tapi, jika itu sudah terjadi.
Maka bantu bangunkan aku di tengah ketakutan ini..
Sungguh.. aku tak bisa sendiri.
Aku ingin lari dan terlepas dari semua jeratan yang mengikat ku.
Aku ingin tersadar dan membuka mata kembali dengan harapan semua persoalan yang menyakitkan itu hilang.

Angkasa

Setelah kejadian itu, antara ibu, kak Kerta dan kak Elang, aku sungguh tidak ingat kejadian apa yang menimpa ku.

Aku mulai membuka mata yang rasanya berat sekali untuk bisa berkedip secara normal. Sepertinya kini aku sudah terlentang di kasur ku dengan memakai pakaian hangat dan selimut yang tebal. Aku melihat sekeliling ku dan melihat ada kak Kerta juga di samping kanan.

"I-bu" Panggilku gugup. Aku tidak melihatnya di kamar ku. Kemana ibu ku?

Mendengar suara ku yang lemas, tiba-tiba kedua kakak ku langsung sigap mendekati dengan wajah mereka yang terlihat begitu cemas tambah haru.

"Buu... Puput Bangun" teriak Kak Kerta memanggil-manggil ibu untuk segera datang.

Kak Kerta mencium tangan ku.
Dan kak Elang langsung menanyakan bagaimana perasaan ku.

"Kamu baik-baik aja? Gimana perasaan kamu sekarang? Lebih baik, kan?"

Jawaban ku sedikit menyinggung saat kakak bertanya seperti itu.

"Aku akan baik-baik aja kalau kak Kerta, kak Elang dan ibu tidak bertengkar lagi" ini adalah ucapan yang ingin ku katakan sebelum aku tidak sadarkan diri tadi.

Ibu datang membawa segelas susu cokelat dan segera menghampiri ku juga.

"Kamu gapapa nak? Kamu pasti kecapekan dan kedinginan. Setelah ini kamu harus makan, minum susu dan minum obatnya ya" sapa ibu mengusap-usap lembut keningku.

Ibu hanya fokus bahwa aku sakit karena dua hal itu, padahal sebenarnya aku lebih merasa sakit karena melihat mereka bertiga bertengkar.

"Bu... Puput ga sakit karena kecapekan atau kedinginan. Puput mau kak Kerta dan Kak Elang gak usah bertengkar gara-gara Puput. Dan ibu, jangan memarahi mereka lagi ya Bu?"Pintaku dengan tulus sambil memegang erat tangan ibu.

Kak Kerta dan kak Elang pun terlihat keduanya menundukkan pandangannya tanda menyesal.

Selang itu, kak Kerta menoleh kak Elang dan mengatakan sesuatu. "Kak, maafin Kerta ya, tadi Kerta ajak main Puput sampe kehujanan. Kerta gatau kalau akhirnya bakal seperti ini. Maaf juga tadi sempat berkata dengan nada tinggi di depan kakak"

Kak Kerta mengulurkan tangannya tepat dihadapn ku ada kak Elang tanda meminta maaf dan menyesal.

"Kamu ga salah ko, maafkan kakak juga tadi yang tiba-tiba marah tanpa mendengarkan alasan, kalau kakak bisa sabar sedikit saja dan membiarkan kalian mengganti pakaian tanpa harus berargumen dan memperpanjang masalah, mungkin Ade kamu juga gak akan memikirkan masalah ini hingga dia pingsan. Faktor pertama dia bisa sakit bukan hanya kedinginan atau kecapekan, tapi juga tidak boleh tertekan." Membalas uluran tangan kak Kerta lalu mereka berdua bersalaman menandakan mereka sudah baik-baik saja.

Aku pun lebih lega dan menampilkan senyuman terbaik tanda merasa bangga.

"Maafin kita ya tuan Putri" Ucap kak Kerta dan kak Elang sambil memeluk hangat ku.

"Aduh... ibu juga mau ikutan" Sambung Ibu yang tidak ingin melewatkan moment ini "Ibu marah bukan berarti ibu benci sama kalian, ibu itu marah karena ibu sayang sama kalian, ibu gak mau kalian bertengkar seperti layaknya orang dewasa. Lain kali, jika ada masalah apapun, selesaikan secara baik-baik. Ibu sayang kalian"

Inilah kehangatan yang sesungguhnya, malah lebih hangat daripada sinarnya mentari. Bukan hanya nyaman, tapi juga ada cinta yang tertanam.

"Eh-eh ada apa ini?" Seseorang datang lagi tanpa disangka-sangka.

Wah... tiba-tiba ayah datang lebih cepat dari biasanya.

"Kok ayah ga di ajak berpelukan? Ayah kan juga mau" gurau ayah yang terlihat jealous melihat kedekatan kita.

Ayah ikut menghampiri kami "Uuh... ayah bau matahari, ayah mandi dulu sana" ujar ku meledeknya.

"Ini kan hujan" sambat ayah. Dan semua orang di kamarku pun tertawa.

"Hmm... tadi sepertinya ada ibu ratu yang bilang kalau ada tuan putri yang sedang sakit, wah... sepertinya ibu ratu bohong ya, ini kelihatannya dia masih ketawa-ketiwi. Gapapa kan nak?" Ayah menggodaku balik dengan cara mencubit hidungku.

"Ayah! Mana mungkin Puput sakit, jika ada dua Hero di samping kanan dan kiri yang selalu siap menjaga Puput" Jelas ku pada ayah.

"Ya sudah. Kamu sama ibu dulu ya, ayah mau bicara sebentar dengan dua pahlawan kamu ini. Oke?"

"Siap! laksanakan ayah" hormat ku pada ayah.

Setelah itu aku makan disuapi ibu. Aku tidak tahu apa yang dibicarakan ketiga pria tampan itu di ruang yang lain.

🌻🌻🌻

Story' Of AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang