15

17.4K 1.2K 75
                                    

"Ibu kamu sudah bangun Nar?" tanya bibinya begitu ia memasuki area dapur.

"Sudah Bi, tadi Nara lihat lagi ngobrol sama ... Mas Danar." Seketika nyeri dalam hatinya muncul kala menyebut nama itu.

"Nara bantu Bi." Kini Nara mengambil alih pekerjaan bibinya yang sedang mengaduk bubur kacang hijau dalam panci di atas kompor. Sedangkan bibinya beralih menyiapkan masakan lain untuk sarapan mereka pagi ini.

"Ibu kamu tuh, dari kemarin minta diantar ke Jakarta buat ketemu kamu. Tapi dia juga mengeluh gak enak badan, masuk angin. Jadi Bibi dan Paman gak jadi berangkat kemarin dan baru bisa antar hari ini. Makanya Bibi sama Paman kamu menginap disini semalam. Rencananya pagi ini kita berangkat. Eh, kebetulan kamu sudah datang Nar," tutur Wiwi.

Nara tersenyum simpul, untung saja ia datang kesini lebih dulu. Ia tidak bisa membayangkan kalau Ibunya datang ke rumahnya dan mendapati kekacauan dalam rumah tangganya.

Nara mengambil mangkuk dan menaruhnya diatas nampan, menuang bubur kacang hijau yang baru saja matang ke dalamnya. Asap masih mengepul dari bubur itu saat Nara membawanya masuk ke kamar sang Ibu. Nara menghela napas lega karena sudah tidak ada Danar disana.

"Bu," Nara menyentuh lengan ibunya yang tidak tertutup selimut, terasa dingin di tangannya, sama seperti semalam. Nara menarik kursi ke sisi tempat tidur ibunya lalu menduduki kursi itu. Nampan berisi semangkuk bubur kacang hijau panas itu ia letakkan di pangkuannya, sebelah tangannya masih berusaha membangunkan ibunya. "Bu, bangun Bu. Sarapan dulu."

"Bu!" Seketika jantung Nara berdegup menggila, saat merasakan dingin pada wajah sang Ibu. Nara sontak berdiri untuk lebih leluasa mencari tahu keadaan sang ibu, melupakan bubur panas yang ada di pangkuannya. "Aarghhhh!" Panas bukan main ia rasakan pada sekujur kaki kanannya yang tersiram mangkuk berisi bubur yang jatuh itu.

Namun, Nara tak menghiraukan kakinya yang terasa perih, ketika teriakan kerasnya masih tidak kunjung membuat ibunya terbangun. "Ibu! Ibu bangun Bu! Bu, dengar Nara kan, Bu!" Nara panik seraya mengguncang tubuh ibunya dengan kuat.

Nara terus menyangkal pikiran negatif yang berseliweran di kepalanya. Ibunya baik-baik saja, kalimat itu terus ia rapalkan dalam hati. "Ibu bangun!" Teriak Nara yang semakin frustasi melihat Ibunya yang masih tak mau membuka mata.

"IBU!!!" Nara berteriak sekencang-kencangnya. Hingga para penghuni rumah mendatanginya.

"Kenapa sayang?" Danar yang pertama kali menghampirinya.

Nara memilih tak menjawab lalu beralih pada Paman dan Bibinya yang baru saja datang. "Bi, itu ibu gak mau bangun Bi. Tolong Bi." Nara mulai menangis.

Paman dan Bibinya mulai memeriksa keadaan ibunya itu. Nara tak hentinya menangis, tubuhnya terasa begitu lemas dan mungkin sudah terjatuh ke lantai kalau saja Danar tidak menahannya sejak tadi.

Nara berteriak keras ketika sang paman mengatakan kalau ibunya telah tiada. "Nggak Paman nggak! Gak mungkin!" Nara kembali mengguncang tubuh ibunya. "Bangun Ibu! Bangun! Ibu gak boleh pergi Bu! Nara gak izinkan Ibu pergi! Bangun Bu! Tolong Bu, bangun!"

***

Nara menangis meraung-raung, tidak terima harus ditinggalkan ibunya secepat ini. Nara datang kesini, bukan untuk mengurus kematian ibunya. Bukan untuk melihat senyum terakhir sang Ibu. Bukan.

"Nak, tidak boleh seperti ini Nak. Kasihan Ibu kamu, kalau kamu begini." Bibinya membujuk Nara, mencoba kuat walau ia juga sama hancurnya dengan Nara.

"Ibu gak boleh tinggalkan Nara Bi. Gak boleh Bi. Nara sama siapa nanti Bi. Nara sama siapa lagi!" balas Nara sambil terus menangis.

Baby Between Us ✅ (Available On KaryaKarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang