Dingin.
Itu yang Nara rasakan saat ini. Padahal seingatnya kamarnya cenderung panas, sehingga ia selalu merasa gerah meski kipas angin sudah menyala. Nara malas sekali untuk membuka matanya meski ia merasakan sinar matahari menyeruak masuk melalui jendela. Gaya gravitasi kasur yang ia tiduri saat ini sangatlah kuat, sehingga bergelung di balik selimut adalah pilihan terbaiknya untuk saat ini.
Lagipula tubuhnya terasa lelah sekali, tulang-tulangnya terasa remuk redam. Mungkin efek lembur semalam, pikirnya. Seharusnya minimarket tempatnya bekerja tutup jam sepuluh malam. Namun, semalam ia dan teman-teman satu shift-nya terpaksa mengikuti peraturan perusahaan untuk menutup toko tepat saat bunyi kembang api dan terompet bersahutan tanda tahun berganti.
Saat dingin terasa semakin menusuk tulangnya, Nara berpikir ada yang salah pada dirinya. Ia seperti tidak berpakaian. Membuka matanya, lalu meraba tubuhnya sendiri, benar saja hanya selimut tebal yang menutupi tubuh polosnya. Dan selimut ini? Selimut ini bukan miliknya. Melihat ke sekeliling Nara baru sadar kalau ia tidur bukan di kamarnya.
Hotel?
Tubuh Nara bergetar seketika, saat menyadari apa yang terjadi padanya. Tidur dengan tubuh telanjang di sebuah hotel? Nara juga baru menyadari ada yang tidak biasa pada inti tubuhnya, terasa agak perih dan seperti ada sesuatu yang sudah mengering. Kembali memeriksa keadaan tubuhnya, Nara mendapati banyak kissmark menghiasi tubuhnya, juga bercak darah pada miliknya dan sprei yang ia tiduri.
Tubuh Nara bergetar bersamaan dengan napasnya yang memburu. Nara menangis. Merapatkan kembali selimutnya, ia masih tak paham mengapa ia bisa ada di tempat ini. Dan, semalam ia tidur dengan siapa? Nara benar-benar tidak mengerti apa yang telah terjadi.
Lembaran uang nominal seratus ribuan tergeletak di atas nakas di sisi lampu tidur serta sebuah kartu nama. Nara menangis semakin keras. Ia tidak tahu menyerahkan tubuhnya pada siapa, lalu ia malah dikira perempuan bayaran. Nara menangis tersedu memikirkan nasibnya, kurang dari satu Minggu lagi pernikahannya akan dilangsungkan. Tapi apa yang akan ia berikan untuk suaminya nanti sudah di ambil oleh orang yang hanya meninggalkan kartu namanya saja.
Brakkkkk
Nara tersentak saat pintu kamar hotel itu dibuka secara kasar. "Radi!" pekik Nara melihat calon suaminya datang.
Namun, ekspresi Radi begitu seram. Kilatan amarah begitu jelas terpancar dari matanya. Rahangnya mengeras melihat penampilan calon istrinya di kamar hotel itu. Berjalan cepat Radi menghampiri Nara yang wajahnya pucat melihat kedatangan Radi.
Plakkkk
"Pelacur!" umpat Radi di depan wajah Nara, tepat setelah satu tamparan darinya mendarat di pipi kiri Nara.
Nara menggeleng, wajahnya yang basah karena air mata tidak menyurutkan emosi yang menguasai Radi.
"Kamu keterlaluan Nara!" Napas Radi semakin memburu melihat beberapa kiss mark menghiasi pundak mulus wanita yang menjadi kekasihnya selama dua tahun terkahir itu. Melirik ke arah nakas, emosi Radi semakin menjadi. Uang yang ada disana menjadi bukti baginya bahwa wanita yang ia puja-puja ini nyatanya hanyalah seorang pelacur.
"Jalang! Sialan! Pelacur!" Radi terus mengumpati Nara yang tengah menangis itu.
"Aku ... aku bisa jelaskan Radi. Ini nggak seperti yang kamu lihat. Aku pun nggak tau kenapa bisa berada disini." Nara menjelaskan.
"Akting kamu selama ini jago sekali Nara. Kamu seperti kucing rumahan yang lemah lembut di hadapanku, tapi nyatanya kamu hanyalah kucing liar yang menjajakan diri kamu! Brengsek! Bisa-bisanya aku tertipu jalang seperti kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Between Us ✅ (Available On KaryaKarsa)
RomansaPuspita Naraya, merayakan malam pergantian tahun baru dengan cara berbeda, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun siapa sangka malam itu membawa petaka bagi Nara. Gagal menikah hingga meninggalnya sang Ayah di hari pertama memasuki awal tahun...