Part 5 : Pengakuan Rayyan?

191 30 17
                                    

"Alisha? Icha? Icha, who?" Kirana misuh-misuh di hadapan cermin besar itu. Menatap kesal pada pantulan citra dirinya sendiri. Sambil terus membasuh darah yang mengucur dari hidungnya, Kirana terus bergumam tidak berhenti.

"Calon istri? Dulu? Terus kenapa sekarang kerja di sini? Kenapa harus ketemu? Sengaja apa nggak, tuh?!" Bibir Kirana melengkung ke bawah. Membentuk ekspresi yang nelangsa. 

"Mana cantik banget lagi." Semakin keras ia mengibas-ngibaskan air yang keluar dari keran, hingga cipratannya mencar tak beraturan.

"Duuh! Pusing ...." Kirana memijit pelipisnya pelan. Merasakan ada yang menjalar menyakiti bagian dalam kepalanya di sana. Nyeri. Membuat kepala itu pusing bukan main.

Selesai membersihkan darahnya, Kirana kembali ke ruangan. Ia melihat ada sosok yang sudah duduk di tempatnya. Siapa? Alisha. Iya, itu Alisha. Tersenyum manis melihat Kirana datang lalu berdiri menyambut.

"Mbak Kirana ... dari mana saja? Eh, itu hidungnya kenapa?" Hangat Alisha menyapa. Ekspresi khawatirnya melihat Kirana yang menyumpal hidung dengan tissue begitu kentara. Hanya saja sambutan dari Kirana tidak ramah sama sekali. Wajah ayunya tertekuk begitu kusut.

'SKSD banget lo!' Akhirnya senyum palsu itu keluar juga dari bibirnya. Terlihat dipaksakan, namun Alisha tidak keberatan. Senyum tulusnya masih ada di sana.

"Gak usah panggil Mbak. Setua itu kah gue?" Kirana langsung duduk begitu saja di tempatnya. Jutek dan rasa kesal itu tak bisa disembunyikan sama sekali dari sosok ekspresif ini.

"Eh, iya maaf, Mbak. Eh, Kirana. Biar sopan aja sih maksudnya, Mbak. Eh, Kirana." Alisha tak enak. Ia jadi gugup. Alisha hanya berusaha untuk menempatkan diri sebaik mungkin di tempat baru ini.

"Iya, tapi kayaknya kita seumuran deh, malah kayaknya tuaan elo." Dingin Kirana berucap. Kirana bahkan tak menatap Alisha sama sekali. Ia hanya sibuk membereskan meja kerjanya yang sebenarnya sudah rapi.

"Ada apa, ya?"

"Emmm, anu, tadi Mas Rendy suruh saya koordinasi sama Mbak Kirana soal proyek ke Kalimantan. Kabarnya, saya ikut juga dalam tim Kirana."

"Hah? Serius lo?"

"Iya, barusan pas Kirana keluar, Mas Rendy bilang gitu ke saya."

Alisha melanjutkan, "Jadi, kapan kita berangkat, Mbak? Eh, Kirana."

"Bilang Rendy gih, lo harus pesen tiket sekarang. Lusa kita berangkat."

"Oke, Mbak. Eh ...."

"Stop panggil gue Mbak!"

"Maaf, ya, saya kebiasaan." Alisha tersenyum canggung. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Saya permisi dulu, ya, assalamu'alaikum." Senyum manis itu tersungging di wajah ayunya yang meneduhkan.

"Wa'alaikumussalam," lirih jawaban itu terdengar dari bibir tipis si pemilik wajah timur tengah.

Ada riak tak tega dalam hati Kirana. Ia dapat merasakan bahwa Alisha adalah sosok yang tulus. Juga sempurna. 'Ah, pantes aja Rayyan mau sama dia. Emang cantik, sih.' Batin Kirana berucap mengakui pesona Alisha yang luar biasa.

Di sisi lain, semakin terlihat pesona itu, semakin terasa Rayyan menjauh dari pandangannya.

***

Rendy memimpin rapat. Sebagai redaktur pelaksana, kini ia menugaskan tim Kirana untuk melakukan reportase ke Kalimantan Timur. Kabarnya, bekas tambang yang menganga itu menimbulkan banyak korban jiwa.

GMN membutuhkan informasi untuk membongkar kasus pertambangan yang tidak bertanggung jawab tersebut. Karena ternyata, bekas lahan eksplorasi--yang sebetulnya eksploitasi-- itu menganga begitu saja. Ditinggalkan, tanpa pernah direklamasi.

Diari Kirana Kejora [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang