Part 12 : Sebuah Pilihan

215 28 29
                                    

Ada yang terdiam di balik tembok ruangan sepetak yang terasa panas. Teriknya matahari memanaskan tembok itu, sehingga ketika punggung menempel padanya, ada rambatan hangat yang menjalar.

Hanya saja bukan hanya tubuh yang panas, melainkan juga hati.

Lamunannya tiba-tiba saja terhempas, pada masa di mana hatinya jatuh untuk pertama kali pada gadis itu.

"Yan, gue mau ke sana dulu, ya. Lo duluan aja ke tempat liputan."

"Ke mana, sih? Udah, deh, kerja ya kerja aja!" Langkah Rayyan, Alia, dan Edo tiba-tiba saja terhenti.

"Sebentar, Yan." Lalu gadis itu berlari, menyebrangi jalan yang cukup padat. Melihat ke kanan dan ke kiri, lalu menyesuaikan tubuhnya dengan gerakan mobil-mobil yang bergerak cepat.

Rayyan dari tempatnya masih memperhatikan. Melihat dengan seksama diiringi sedikit rasa kesal saat Kirana berlari menuju ke seberang.

Begitu sampai di seberang jalan, Kirana terlihat membungkuk. Membuka sesuatu dari ranselnya lalu mengeluarkan sebungkus makanan ringan.

Rayyan menyipitkan matanya. Berusaha melihat sosok yang ditemui Kirana.

Kucing.

Ternyata hanya seekor kucing kecil yang ada di pinggir jalan. Kirana berhenti untuk memberikan kucing itu makan. Rayyan sampai heran, mengapa bisa mata Kirana melihat kucing sekecil itu di seberang jalan?

Tak lama kemudian Kirana kembali. Heran melihat Rayyan masih di sana.

"Kok, belum pada jalan? Kirain udah duluan."

"Ngasih apaan ke kucing? Racun, ya? Kasihan nanti mati."

"Dih, masa gue bunuh anak kucing? Gue kasih ini tadi." Kirana mengeluarkan sebungkus makanan. Ternyata itu makanan khusus untuk kucing dengan merk ternama terpampang di sana.

"Lo sengaja bawa itu ke mana-mana?" Kirana mengangguk. Lalu melenggang pergi bersama Alia, meninggalkan langkah Rayyan yang melambat.

Laki-laki itu melihatnya dari belakang. Menatap sosok Kirana dengan mata yang menganalisa. Ada yang terasa berbeda dalam hati Rayyan kala itu, namun entah apa ... Rayyan masih meraba-raba perasaan hatinya.

Ah ... ternyata baru saja laki-laki itu sadari, bahwa hatinya telah jatuh pada Kirana karena hal yang sangat sederhana. Melihat Kirana yang apa adanya, dengan hati yang istimewa.

Ada setetes air mata yang mengalir di atas pipinya yang cekung. Segera ia hapus ketika menyadari air itu telah keluar dari matanya. Karena ini adalah air mata pertama menangisi seorang perempuan selain ibunya.

Memalukan.

Rayyan mengutuk dirinya sendiri dalam hati, karena telah ceroboh menjatuhkan pilihan pada sosok yang ia pikir mempermainkannya selama ini.

Walau jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Rayyan merasa ada sesuatu yang salah. Ada yang disembunyikan Kirana dari dirinya. Namun bagaimanapun jua hati telah patah. Bahkan hancur berserakan. Rasa kecewa itu sudah tak tertahankan.

Segera ia meraih benda pipih itu, lalu menghubungi sosok menyejukkan yang selama ini menjadi obat bagi hatinya yang gundah.

"Assalamu'alaikum Buk," ucap Rayyan sambil menengadahkan kepalanya di senderan tembok itu.

"Pripun kabare?" Lembut tutur katanya pada sosok di seberang telepon sana.

"Wa'alaikumussalam, Le ... Ibuk sehat, alhamdulillah. Ya Allah, kangen banget ibuk sama kamu." Terdengar suara antusiasnya yang bergetar. Wanita paruh baya itu menahan tangis rindu pada anak semata wayangnya yang selama ini begitu berbakti.

Diari Kirana Kejora [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang