Part 7 : Desiran Tak Diharapkan

187 31 7
                                    


"Yan, bantuin gue dong, ini berat tahu bawanya!" Kirana merajuk. Menarik-narik koper juga menggendong ransel besar di pundaknya.

Rayyan dan Edo berjalan duluan di depan. Sementara Alisha mengiringi langkah Kirana yang kepayahan.

"Berat, ya, Na? Sini, Icha bantu." Dengan lembut Alisha menawarkan bantuan pada gadis keturunan timur tengah itu. Namun, hanya delikan mata tajam dari Kirana yang Alisha dapatkan.

"Gak. Gue kuat, kok." Padahal napasnya sudah terengah-engah.

Alisha hanya mengulum senyum. Gemas dengan Kirana yang masih saja bersikap jutek padanya.

"Rayyan ... tunggu gue doong!" Kirana mempercepat langkah. Sedikit meninggalkan Alisha yang masih menatapnya. Menyusuri bandara yang luas itu menuju terminal satu.

"Yan, ini kan berat. Masa gak mau bantuin cewek, sih?"

"Denger ya, di Kalimantan sana perjalanan bakalan lebih berat. Lo tanggung sendiri tasnya, karena kita semua udah pegang bawaan masing-masing." Rayyan kembali berjalan. Meninggalkan Kirana yang bibirnya maju mencucu.

Pesawat pun tiba. Kirana, Rayyan, Alisha dan Edo memasuki burung besi raksasa itu. Kirana sengaja berdiri tepat di belakang Rayyan, mengikuti langkah dengan seksama. Oh ... ada maksud, tentunya.

Apalagi kalau bukan duduk di sebelah Rayyan selama perjalanan menuju Kalimantan sana. Melancarkan aksi pendekatan lagi, lagi, dan lagi.

Rayyan melambatkan langkah, menyocokkan nomer kursi dengan tiket yang dimilikinya. Lalu langkahnya terhenti tepat di tengah badan pesawat. Tubuhnya yang tinggi itu masuk, menyelinap di antara kursi-kursi yang berjajar berhimpitan.

Mata Kirana berbinar. Dengan sedikit kepayahan, dia mengikuti Rayyan, lalu duduk tepat di sebelah laki-laki tampan itu.

Alisha dan Edo, saling tatap dengan sedikit menahan tawa. Gadis anggun itu langsung mengambil posisi duduk di barisan bangku sebelahnya.

"Heh! Ngapain sih, di sini?" Rayyan kaget, tiba-tiba saja Kirana sudah duduk manis di sebelahnya.

"Ya ini tempat duduk gue, kan. Kita pesannya dempetan kursinya, Yang. Eh, Yan." Wajahnya tanpa dosa menjelaskan itu semua.

"Hish! Pindah ga? Sana!" Rayyan beringsut. Merapatkan tubuhnya ke dinding pesawat. Berusaha menghindar namun tidak bisa. Rayyan mentok. Maklum saja, jarak tempat duduk di pesawat ekonomi cukup rapat.

"Orang ini kursi gue," ucapnya manja. Seperti anak kecil yang tidak rela permennya diambil orang lain.

"Eh, gue yang pesen ya ini tiketnya. Gue yang tahu urutan duduknya gimana. Sana sana, ini tempat Edo!" Rayyan kesal. Benar-benar tak habis pikir bahwa perempuan di hadapannya ternyata tak pernah kehabisan akal.

"Gak mau." Kirana berusaha untuk tidak peduli. Ia sibuk menata tasnya yang berada di bawah kaki.

"Kirana!"

Alisha dan Edo, terkikik melihat pertengkaran itu. Beruntung pesawat sepi. Sehingga kerusuhan yang mereka timbulkan tidak terlalu memalukan.

"Duh, capek banget badan gue ...." Kirana merenggangkan tangannya ke atas. Mengulat seperti orang baru terbangun dari tidur panjang. Menguap, lalu melebarkan tangan, hingga mau tak mau, tangan itu hampir menyentuh wajah Rayyan.

Sengaja ... tentu saja gadis itu sengaja. Apa lagi kalau bukan berusaha menyentuh Rayyan dengan jari-jari tangannya.

Dengan secepat kilat Rayyan menghindar. Menjauhkan wajah dari tangan Kirana yang usil menjelajah dengan modusnya yang payah.

Diari Kirana Kejora [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang