15. Invisible Friction II

777 100 21
                                    

"Kalian apa?!" rahang Adam mengeras, menatapnya seolah ia adalah mangsa yang siap ia hancurkan.

"Ya ampun, maksud ku bukan seperti itu, bukan cuma aku dan Reihan tapi ada keluarganya dan keluarga ku juga" jelas Venus, mencoba meluruskan kalimatnya yang terdengar salah.

"Keluarga Reihan?!"

Dan Venus sadar itu jauh lebih buruk dibanding yang pertama.

"Kami ketemu secara ngga sengaja" tambah Venus cepat "Waktu kami mau cari tempat untuk makan kami ketemu Reihan dan Orang tuanya dan mereka menawarkan untuk pergi makan di restaurant Indonesia langganan mereka, k-kami ngga punya alasan untuk menolak Dam, mereka terlalu baik dan sopan untuk ditolak, lagipula itu cuma makan malam biasa"

"Apa yang kalian obrolkan?" mata Adam menatap lantai dengan kedua tangan mengepal di sisi tubuhnya.

"Obrolan biasa" jawab Venus.

Adam mengangkat wajahnya dan menatap Venus tepat di matanya "Apa obrolannya Venus?"

"Kami... bicara soal kuliah, rencana setelah kuliah dan uhm dan..."

"Dan hubungan" Adam melanjutkan "Kalian bicara soal hubungan, kuliah dan rencana setelah kuliah dengan keluarga masing-masing seperti pasangan yang lagi melakukan pertemuan keluarga, bagaimana rasanya?" tanya Adam dengan wajah mengeras.

Venus menatap Adam bingung.

"Bagaimana rasanya Venus? Duduk di meja yang sama dengan orang yang cinta sama lo tanpa harus berhadapan sama keluarganya yang fuck up dan bisa nerima lo apa adanya, keluarganya yang bisa memperlakukan lo kayak anak sendiri, bagaimana rasanya mempertemukan keluarga lo sama keluarga yang punya segalanya yang lo dan keluarga lo inginkan tapi keluarga gue ngga punya?" tanya Adam.

Venus menelan ludahnya, untuk menelan kegugupan dan rasa takutnya. Rasanya luar biasa, ia merasa semuanya begitu mudah, sederhana dan... menyenangkan, seolah untuk pertama kalinya Dunia berpihak padanya dan semuanya menjadi seperti di film-film dan semua yang harus Venus lakukan adalah menunggu happy ending dan Happily Ever After.

"Are you happy?" tanya Adam.

"Aku... aku..." Venus bahkan tak lagi mampu menatap mata Adam, seolah-olah jika ia menatapnya maka Adam bisa membaca apa yang saat ini ada di kepalanya.

"Lo seneng" Adam menjawab pertanyaan nya sendiri, suaranya terdengar menyakitkan dan rapuh di saat yang sama "Lo berandai-andai kalau keadaannya berbeda, kalau bukan gue yang sekarang sama lo tapi Reihan... semuanya pasti ngga akan serumit ini, kan?"

"Aku ngga berpikir seperti itu" Venus memang sempat berpikir seperti itu.

"Sedikitpun?"

"I'm happy with you" ucap Venus, suaranya bergetar.

Adam nampak kecewa mendengar ucapan Venus, ia ingin jawaban bukan pernyataan.

"Ngga penting apa yang aku pikirkan saat itu, I'm here with you, aku ngga pernah merasa bahagia seperti saat aku sama kamu, aku cinta kam-" Venus mencoba meraih tangan Adam namun Adam menepisnya pelan, mengambil satu langkah ke belakang untuk menjauh darinya. Venus gelagapan, dengan putus asa menatap Adam.

"Lo tau kalau gue benci sama Reihan dan saat gue pergi lo malah makan malam sama keluarganya, lo yakin lo cinta sama gue dan bukannya Reihan? Jujur sama gue Venus, lo masih cinta sama dia?" mata Adam memerah.

"I'm not, berapa kali aku harus jawab pertanyaan itu?"

"Gue ngga kan ngulang pertanyaan yang sama kalau perilaku lo ngga nunjukin kalau lo masih cinta sama dia! Lo senang ngehabisin waktu sama keluarganya dan gue bisa lihat di mata lo kalau lo mau jadi bagian dari keluarganya! Lo mau jadi bagian dari keluarga bahagianya di banding keluarga gue yang lo bilang selalu buat lo frustasi!" Adam mengambil vas di meja dan melemparnya ke dinding.

Venus menutup mata dan telinganya dengan tangan.

"Gue ngga bisa ketemu sama keluarga lo sekali ini aja Venus, cuma sekali! Dan begini cara lo ngehukum gue?!"

"Kami ketemu ngga sengaja Dam, aku ngga mencoba untuk menghukum kamu, kami cuma makan malam biasa, ngga lebih"

"Bagaimana perasaan lo kalau gue ngajak Orang tua gue buat ketemu Orang tua Agnes, bahkan kalau itu cuma makan malam biasa, cuma Orang tua gue, Orang tua Agnes, lo bisa terima itu?" ucap Adam.

"Ini beda" lirih Venus.

"Ngga, ini sama Venus, lo sama mantan Pacar lo dan gue sama mantan tunangan gue, keluarga lo suka sama keluarga Reihan begitu juga sebaliknya keluarga gue dan keluarga Agnes, itu yang lo mau kan? Lo mau hal yang mudah, lo ngga mau berjuang buat kita karena lo terlalu terobsesi sama karir lo, lo terlalu egois buat memperjuangkan hubungan kita karena lo terlalu takut kehilangan ambisi hidup lo!" ucap Adam marah "It was always You!"

Venus berdiri menatap Adam mencoba menahan tangis nya, ia selalu takut dan kesal saat Adam mulai memakinya. "Jangan salahkan aku kalau keluarga kamu ngga mau menerima aku, aku sudah mencoba selama bertahun-tahun untuk bisa dekat dengan keluarga kamu, masalahnya bukan hanya aku tapi semua hal tentang aku, Latar belakang ku, keluarga ku, Orang tua ku..." Venus mengusap air matanya "Bagaimana caranya aku bisa mengubah hal itu Adam, aku ngga bisa memilih dari siapa aku di lahirkan, aku ngga bisa memilih Keluarga mana yang akan membesarkan aku, This is who I am, tapi ini begitu sulit untuk diterima keluarga kamu dan... dan kamu benar, aku merasa senang... aku merasa, untuk pertama kalinya, aku pantas untuk bahagia, aku pantas untuk menikmati hidupku dengan orang-orang yang bisa menerima aku apa adanya, seperti keluarga Reihan menerimaku..."

"Tapi itu bukan berarti aku mau menyerah untuk kita" ucap Venus.

"Then try harder! Nyalahin keluarga gue ngga akan buat masalah kita selesai!" sentak Adam "Apalagi? Apalagi omong kosong yang Reihan masukin ke kepala lo? You let him messing with your head! I swear I'm going to kill him!" rahang Adam mengetat hingga urat di dahinya muncul ke permukaan, ia melempar gelas kaca di meja ke dinding lalu menendang meja di depannya.

Venus menahan tangan Adam "Adam! Stop, please stop!"

"Pergi Venus! Pergi! Reihan bisa buat lo seneng kan?! Pergi! Sana lari ke cowok lo itu, gue yakin dia akan dengan senang hati nyambut lo, kalian bisa nikah berdua dan gue bertaruh nyawa gue kalau lo akan langsung bilang iya, begitu dia berlutut di kaki lo dan ngelamar lo seperti Gentleman di Film-film yang kita tonton, ya kan? Lo ngga akan minta waktu ke dia buat mikir atau nyari alasan ngga masuk akal karena lo terlalu kasian buat bilang ngga, hm? Pergi Venus, lari, lari dari gue, PERGI!"

Venus menangis, ia mencoba meraih Adam namun Adam seolah tak ingin menyentuhnya, tak ingin berada di dekatnya, tak ingin... Venus.

"Is that really what you want? You want me to leave you?" tanya Venus "You don't want me anymore?"

"Lo yang ngga mau gue lagi" suara nya terdengar tersakiti juga sedih, ia bahkan tak mau menatap Venus.

"I want you, only you" ucap Venus bersungguh-sungguh.

Adam menoleh ke arahnya, sakit, sedih, marah, takut, frustasi semua bercampur menjadi satu di dalam matanya, ia tak mempercayai Venus, ia meragukannya, ia bisa melihat itu di mata hitam Adam.

"Prove it" ucap Adam, suaranya terdengar begitu datar namun wajahnya menunjukan tekad besar.

Venus berkedip, air mata masih menggenang di matanya, begitupula dengan wajah yang masih basah oleh air mata, menatap Adam yang perlahan namun pasti berdiri tepat di depannya, menatapnya seolah ingin membaca isi kepala dan hati Venus.

"A-apa?" tanya Venus bingung.

"Buktikan ke gue" ucap Adam "Buktikan ke gue kalau lo memang cinta sama gue, prove it"

------------------------

voment and i'll be a happy girl.

THE BLACK MARBLEWhere stories live. Discover now