Hari ini, Tim marketing mengadakan rapat internal bersama perwakilan Direktur dan perwakilan Official Crew juga tentunya.
Bu Dian, selaku Kepala bagian Tim Marketing, mulai membuka rapat dan mempersilahkan perwakilan direktur Mandaya -Dokter Jeffrey- untuk memberi sambutan di awal rapat kali ini.
Di sela-sela sambutan, dia memberikan sedikit humor dan membuat kami tertawa kecil bersama. Gue langsung takjub sama senyuman dia. Kenapa rasanya adem banget sih, kalau liat Dokter Jeffrey senyum gitu? Mana baik banget orangnya, friendly, dan ga ngeselin kayak Bos yang satu itu.
Gue melirik Pak Johnny yang sekarang juga berada di forum rapat internal kami. Huft, kenapa mesti selalu ada dia sih di setiap harinya? Bisa ga, kalau sehari aja, ga ketemu sama dia, atau dirandomin sama dia? Cih, bosan banget gue.
Setelah sambutan selesai, Bu Dian mulai mengambil forumnya kembali. Kita membahas soal beberapa perusahaan asuransi yang memang sudah cukup lama bekerja sama dengan rumah sakit Mandaya dan blah blah blah, pokoknya, dia jelasin sejarahnya, kemudian menanggapi isu terkini.
Gue banyak mencatat di setiap perkataan Bu Dian yang menurut gue penting. Karena terbiasa saat kuliah, gue suka banget nyoret buku saat Dosen memaparkan materi, kemudian sesekali memahami perkataan dan maksud dari pembahasannya.
Cukup lama waktu yang terlewat, akhirnya rapat hari ini selesai. Tapi, ga serta merta pekerjaan gue hari ini juga selesai. Gue mesti survei ke beberapa tempat asuransi tersebut, untuk memperbaharui kontrak kerja sama dan lain sebagainya.
Baru saja kita mau bubar, Dokter Jeffrey mulai memanggil gue untuk ke ruangan dia. Gue otomatis nurutin perkataan dia, walaupun jantung dan aliran darah gue tiba-tiba jadi dag dig dug seer kayak begini.
Muka gue ga keliatan merah, kan? Semoga aja engga, soalnya gue ngerasa, muka gue sekarang panas banget!
Setiba di ruangan dia, dia langsung nyuruh gue duduk dengan nyaman.
"Ah, hari ini kamu mau survei tempat, ya?"
"Iya, Dok, betul."
"Kamu baik-baik aja, kan?" tanya dia pelan dan gue mulai menatapnya bingung.
"Alhamdulillah, saya baik-baik aja, Dok."
YA, WALAUPUN ASLINYA HATI LAGI KEREPOTAN GARA-GARA DOKTER!
"Jangan terlalu memaksakan diri, ya? lagipula, Bu Dian juga nyuruh untuk beberapa hari ke depan, ga tuntas hari ini harus diselesaikan."
"I-iya, Dok, terima kasih atas perhatiannya."
"Saya denger dari Johnny, Mama kamu baru saja selesai tahap operasi ya?" seru Dokter Jeffrey dan gue mulai mengangguk pelan.
Oke, ternyata mulut Pak Johnny ga bisa dijaga, dan dia emang ga bisa dipercaya orangnya.
"Masih dalam tahap pemulihan, kan? tiap bulan masih suka check up?" tanyanya dan gue mengangguk lagi pelan.
Ini kok gue ga mau bersuara? malah auto jadi orang bisu gini.
"Kalau begitu, Mama kamu bisa rutin check up di sini, urusan biaya, perusahaan yang akan nanggung," jelas Dokter Jeffrey yang mampu membuat gue tertegun.
Pingin nangis di tempat aja rasanya. Tapi, nanti gue jadi keliatan jelek di depan Dokter Jeff, kan jadi malu-maluin nantinya.
"Serius, Dok?" tanyaku pelan dan dia mengangguk kemudian tersenyum teduh.
"Iya, ini juga salah satu pelayanan kesejahteraan karyawan," sahutnya dan gue mengangguk pelan kemudian terdiam.
"Rossi?" panggilnya lagi dan gue mulai melihat ke arahnya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss Johnny [SUDAH TERBIT]
Ficción GeneralAkhirnya Ochi mendapatkan pekerjaan di Rumah Sakit Mandaya di bagian Tim Marketing. Namun siapa sangka bahwa Bos HRD-nya, Johnny Airlangga ternyata menyukainya. Cara pendekatan Pak Johnny ini terbilang cukup unik. Ia seringkali melakukan hal-hal ran...