Gue masih saja membaca slip gaji dengan berulang kali. Ini mata gue yang siwer atau emang ada kesalahan dalam input slip gaji gue?
Gaji bruto gue udah bener, hanya saja, potongan pinjaman koperasi di sini ga ada, alhasil gaji bersih gue ga terlalu beda jauh sama gaji brutonya.
Masa pinjaman gue belum di approve? Ga mungkin. Barangnya pun udah ada di tangan, apa jangan-jangan dipotong mulai bulan depan? Atau kayak gimana, sih? Kok gue jadi pusing begini?
"Cie, gaji pertama nih, diliatin mulu segala," ledek Nayla yang udah duduk di mejanya.
"Ga juga sih, gue cuma bingung aja."
"Kenapa? ada yang salah?"
Baru aja mau bilang, tapi mulai kepikiran, gimana kalau Nayla bakal curiga? Masalahnya, gue karyawan baru, udah ngajuin pinjaman segala, bahkan barangnya udah tangan.
Ini masih abu-abu, harusnya gue nanya ke Pak Johnny untuk lebih jelasnya.
"Ga jadi, deh."
"Kebiasaan deh lu, Chi."
"Hah?"
"Ngomong aja kali, kayak ke siapa aja, tapi terserah sih, itu kan privasi lo."
Gue menghela nafas berat. Mau gimana lagi, diam adalah salah satu cara biar semuanya ga nambah panjang.
Karena semenjak gue ijin ngambil rapot, Nayla sampai mikir kalau 'enaknya jadi gue, Pak Johnny akan selalu ngijinin gue'. Walaupun Nayla biasa aja, tapi kita kan ga tau kalau hatinya ngerasa kayak gimana. Setiap manusia pasti punya sifat iri dan cemburu, hanya saja berbeda-beda intensitasnya, juga cara mereka menutupi hal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss Johnny [SUDAH TERBIT]
General FictionAkhirnya Ochi mendapatkan pekerjaan di Rumah Sakit Mandaya di bagian Tim Marketing. Namun siapa sangka bahwa Bos HRD-nya, Johnny Airlangga ternyata menyukainya. Cara pendekatan Pak Johnny ini terbilang cukup unik. Ia seringkali melakukan hal-hal ran...